in ,

Mekanisme Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Mekanisme Penagihan Pajak
FOTO: IST

Mekanisme Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang melakukan proses Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) kepada Wajib Pajak. Lantas, apa itu PPSP? Dan, bagaimana mekanisme Penagihan Pajak dengan Surat Paksa? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan aturan yang berlaku.

Apa itu penagihan pajak dan PPSP?

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 9 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajaknya beserta biaya penagihan pajak. Penagihan pajak dapat dilakukan dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, serta memberitahukannya dalam surat paksa.

Selain itu, dalam pelaksanaan penagihan pajak, penanggung pajak juga dapat dicegah agar tidak keluar negeri, disandera (gijzeling), hingga dilakukan penyitaan. Adapun Pasal 1 Angka 3 UU PPSP mendefinisikan penanggung pajak sebagai orang atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Baca Juga  Data Pendukung yang Diperlukan saat Ajukan Keberatan Penetapan Tarif Kepabeanan
Apa dasar penagihan pajak?

Dasar penagihan pajak adalah surat tagihan pajak (STP), surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), SKPKB tambahan (SKPKBT), surat keputusan pembetulan/keberatan, putusan banding/peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah utang pajak bertambah.

Bagaimana mekanisme penerbitan PPSP?

Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), PPSP dilakukan apabila masih ada pajak terutang dalam STP, SKPKB, SKPKBT, surat keputusan pembetulan, surat keputusan banding, putusan banding atau peninjauan kembali yang belum dibayar sampai tanggal jatuh tempo. Adapun tanggal jatuh tempo diatur dalam Pasal 9 Ayat (3) dan Ayat (3A) UU KUP, yaitu selama 1 bulan sejak tanggal surat diterbitkan. Namun, bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak daerah tertentu, jangka waktu pelunasan itu dapat diperpanjang paling lama 2 bulan.

Namun, surat paksa dapat diterbitkan bila DJP/unit vertikal telah menerbitkan surat teguran. Adapun surat teguran disampaikan setelah 7 hari sejak tanggal jatuh tempo. Kemudian, jika Wajib Pajak belum melunasi utang pajaknya hingga melewati 21 hari sejak tanggal disampaikannya surat teguran, maka PPSP diterbitkan.

Secara lebih rinci, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPSP, terdapat tiga kondisi yang membuat surat paksa diterbitkan, yakni:

– Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.
– Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.
– Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Secara teknis, surat paksa diterbitkan pejabat dan disampaikan langsung oleh juru sita di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada penanggung pajak. Apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya hingga melewati 2×24 jam sejak surat paksa diberitahukan, maka pejabat akan menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.

Baca Juga  Cara Menyampaikan Perubahan Data Perusahaan ke Kantor Pajak

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *