in ,

Pemerintah Masih Godok Insentif Pajak 2023

Pemerintah Masih Godok Insentif Pajak 2023
FOTO: P2Humas DJP

Pemerintah Masih Godok Insentif Pajak 2023

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah masih godok kebijakan pemberian dukungan bagi dunia usaha berupa insentif pajak di tahun 2023. Terlebih, pemerintah memproyeksi kondisi perekonomian nasional masih dipenuhi ketidakpastian akibat kondisi geopolitik antara Ukraina dan Rusia serta Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan Taiwan.

Hal ini diungkapkan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor dalam acara Ngobrol Santai Bareng Media, di Kawasan Jakarta Selatan, dikutip Pajak.com (19/12).

“Kebijakan insentif 2023 masih terus dibahas pemerintah dengan memerhatikan situasi internal kita maupun geopolitik 2023. Karena di sini pajak tidak hanya menjalankan fungsi budgetair (menghimpun penerimaan), tetapi juga regulerend untuk mendukung kegiatan perekonomian masyarakat, dunia usaha supaya tetap berjalan,” ujar Neil.

Kendati demikian, ia menekankan, keputusan kebijakan insentif pajak bukan ditentukan oleh DJP, melainkan ditetapkan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). DJP dilibatkan dalam proses menggodokkan kebijakan insentif pajak dengan tetap mengamati kondisi perekonomian nasional, baik dari sisi produksi maupun konsumsi.

“Kami pasti bakal mempertimbangkan setiap aspek yang menjadi risiko bagi pertumbuhan ekonomi di tahun 2023. Kalau ada sektor yang tertekan karena kondisi geopolitik, insentif pajak masih dapat diberikan. Kita akan melihat sektor-sektor mana saja yang akan perlu atau butuh diberikan insentif. Tapi, pemberian insentif pajak juga harus dilakukan secara hati-hati karena pemerintah ingin kebijakan tersebut dilaksanakan secara terarah dan terukur,” ujar Neil.

Baca Juga  Daftar Barang dan Jasa yang Mendapatkan Fasilitas Bebas PPN

Ia menyebutkan, pemerintah telah memberikan berbagai insentif untuk melindungi konsumsi masyarakat sekaligus mendukung pemulihan dunia usaha di masa pandemi, seperti pengurangan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25, pembebasan PPh Pasal 22 impor untuk dunia usaha, pembebasan PPh final untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM), hingga diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) properti.

Kemenkeu mencatat, dalam Program Pemulihan Nasional (PEN), realisasi pemberian insentif pajak tahun 2020 sebesar Rp 56 triliun. Sementara, pada tahun 2021, realisasi insentif pajak telah mencapai Rp 68,32 triliun atau 112,6 persen dari pagu yang disediakan, yakni Rp 62,83 triliun.

“Pemberian berbagai insentif pajak tersebut dapat menciptakan multiplier effect yang luas pada perekonomian nasional. Ketika ekonomi telah pulih dengan kuat, pemberian insentif pun dikurangi secara bertahap. Pemberian insentif pajak yang terarah dan terukur ditujukan untuk mendorong pertumbuhan sektor tertentu dan memberikan kemudahan investasi,” kata Neil.

Di lain kesempatan, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Suryadi Sasmita mengusulkan agar pemerintah tetap memberikan insentif pajak di tahun 2023 untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi di tengah gejolak geopolitik.

Baca Juga  KPP Pratama Semarang Timur dan Pertamina Patra Niaga Buka Klinik Pelaporan SPT

“Pengusaha juga memerlukan regulasi yang konsisten dalam menyusun rencana bisnisnya. Soal kepastian berusaha, kita menginginkan pemerintah memberikan banyak insentif-insentif, terus diadakan sampai tahun depan. Pemerintah perlu memberikan insentif pajak yang memiliki multiplier effect besar pada perekonomian. Misalnya, PPN rumah ditanggung pemerintah yang akan mendorong masyarakat membeli hunian dan memulihkan sektor real estat,” kata Suryadi, (22/8).

Kepada Pajak.comekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan, secara agregat pertumbuhan ekonomi mengalami perbaikan dibandingkan tahun lalu. CORE Indonesia memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 akan mencapai 5,3 persen. Sementara, pertumbuhan ekonomi 2022 diprediksi dalam rentang 4,5 persen hingga 5 persen. Meski demikian, secara parsial ternyata masih ada beberapa sektor atau subsektor lapangan usaha yang masih dalam proses pemulihan, bahkan relatif tertinggal dibandingkan dengan sektor lain. Seperti, sektor industri manufaktur, subsektor industri tekstil.

“Saya kira atas dasar inilah, menjadi perlu pemerintah memperpanjang insentif pajak di tahun 2023, untuk memberikan keringanan terutama untuk sektor yang membutuhkan. Apalagi, di akhir tahun ini juga kita melihat fenomena PHK (pemutusan hubungan kerja) terjadi di beberapa sektor lapangan usaha, yang mengindikasikan kinerja beberapa lapangan usaha tidak begitu baik, sehingga di tahun transisi 2023, insentif pajak bisa menjadi pembantu bagi lapangan usaha untuk bisa tetap beroperasi dan harapannya tidak melakukan PHK kembali,” ungkap Yusuf melalui pesan singkat, (19/12).

Baca Juga  KPP Badora Audiensi dengan BRI untuk Mitigasi Kendala Pembayaran PPN PMSE

Ia justru menilai, pemberian keringanan PPh badan serta diskon PPnBM mobil dan PPN properti justru opsional. Pasalnya, pemerintah juga harus mengembalikan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di bawah 3 persen di tahun ini. Artinya, penerimaan pajak harus dioptimalkan dengan baik.

“Karena meskipun insentif pajak ini berhasil membantu penjualan kendaraan maupun rumah di tahun ini dan tahun 2021, tapi tahun depan pemerintah juga melakukan konsolidasi fiskal. Maka, ada skala prioritas dari pemberian insentif pajak ini,” tambah Yusuf.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *