Ketentuan Terbaru Fasilitas Pengurangan PBB-P5L
Pajak.com, Jakarta — Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting, tetapi juga memberikan beban bagi sebagian Wajib Pajak (WP). Untuk meringankan beban tersebut, pemerintah menerbitkan ketentuan terbaru fasilitas pengurangan PBB untuk sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan migas, pertambangan panas bumi, pertambangan minerba, dan lainnya (P5L). Fasilitas ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2023 tentang Ketentuan Pemberian Pengurangan PBB (PMK 129/2023). Pajak.com akan membahas mengenai latar belakang, tujuan, syarat, dan prosedur pemberian fasilitas pengurangan PBB-P5L berdasarkan PMK 129/2023.
Kementerian Keuangan mengemukakan, fasilitas pengurangan PBB-P5L bertujuan untuk memberikan insentif kepada WP yang mengalami kesulitan dalam melunasi kewajiban PBB, lantaran objek pajak yang dimiliki terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa, seperti pandemi COVID-19. Adapun WP yang berhak mendapatkan insentif ini adalah WP yang mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas selama dua tahun berturut-turut.
Kerugian komersial merupakan kondisi ketidakmampuan WP untuk menghasilkan laba operasi bersih karena jumlah beban operasi melebihi jumlah laba kotor. Sementara yang dimaksud kesulitan likuiditas merupakan kondisi ketidakmampuan WP dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar.
Fasilitas pengurangan PBB-P5L secara jabatan sebelumnya tidak diatur dalam PMK 82/2017, sehingga melalui PMK 129/2023, pemerintah mengatur kriteria, syarat, dan prosedur pemberian fasilitas tersebut. Yang pasti, beleid tersebut memberikan kemudahan bagi WP yang memiliki tunggakan PBB untuk mengajukan permohonan pengurangan PBB.
Pasalnya, PMK ini disusun dengan mempertimbangkan kepentingan WP dan penerimaan pajak negara. PBB yang diatur dalam PMK ini adalah PBB-P5L, yaitu PBB yang dikelola oleh pemerintah pusat. PBB yang dikelola oleh pemerintah daerah, yaitu PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2), tidak termasuk dalam PMK ini.
Apa saja syarat untuk memanfaatkan fasilitas pengurangan PBB-P5L ini?
Merujuk pada PMK 129/2023, kategori pemberian fasilitas pengurangan PBB-P5L adalah WP harus memiliki objek PBB-P5L yang termasuk dalam sektor-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yakni yang termasuk dalam P5L.
Berikut adalah rincian objek pajak yang termaktub dalam Pasal 3 ayat (3) PMK 129/2023:
a. sektor perkebunan;
b. sektor perhutanan pada hutan alam, selain areal produktif; dan hutan tanaman;
c. sektor pertambangan minyak dan gas bumi, selain tubuh bumi eksploitasi yang mempunyai hasil produksi;
d. sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, selain tubuh bumi eksploitasi yang mempunyai hasil produksi;
e. sektor pertambangan mineral atau batu bara, selain tubuh bumi operasi produksi yang mempunyai hasil produksi; serta
f. sektor lainnya, selain perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan yang terdapat hasil produksi.
Sektor-sektor tersebut dianggap sebagai sektor strategis yang berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, tetapi juga mengalami dampak negatif akibat pandemi COVID-19 dan rentan terdampak bencana alam.
Sementara itu, PMK 129/2023 secara detail telah memberikan ketentuan yang harus dipenuhi WP untuk memanfaatkan insentif ini. Berikut rinciannya:
1. WP tidak mengajukan keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKPPBB), atau mengajukan keberatan atas kedua surat tersebut tetapi dicabut, atau dianggap bukan sebagai permohonan karena tidak memenuhi persyaratan;
2. WP tidak mengajukan permohonan pengurangan denda administratif atas SKPPBB, atau mengajukan permohonan pengurangan denda administratif atas SKPPBB tetapi permohonan dicabut, atau dianggap bukan sebagai permohonan karena tidak memenuhi persyaratan;
3. WP tidak mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan atas SPPT atau SKPPBB yang tidak benar, atau mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan tetapi permohonan dicabut, atau dianggap bukan sebagai permohonan karena tidak memenuhi persyaratan; dan
4. WP tidak sedang mengajukan pembetulan atas SPPT atau SKPPBB, atau dalam hal diajukan pembetulan telah diterbitkan surat keputusan pembetulan.
Selanjutnya, WP juga harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan, yakni:
1. Sebanyak satu permohonan untuk satu SPPT, SKPPBB, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan besarnya persentase pengurangan PBB yang dimohonkan dengan disertai alasan permohonan.
3. Permohonan ditandatangani oleh WP atau wakilnya dengan melampirkan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Apabila pengurangan PBB diajukan karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak, permohonan dilampiri dengan:
– laporan keuangan, untuk WP yang menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak memiliki kewajiban melaporkan SPT PPh ke KPP terdaftar;
– dokumen yang paling sedikit memuat harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, untuk WP yang melakukan pencatatan; atau
– dokumen yang paling sedikit memuat harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, yang berasal dari kegiatan pengusahaan Objek Pajak, untuk WP yang melakukan kegiatan pengusahaan Objek Pajak dan kegiatan usaha lain.
5. Jika pengurangan PBB diajukan terhadap Objek Pajak yang terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa, permohonan dilampiri dengan:
– surat pernyataan dari WP yang menyatakan bahwa Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa; dan
– surat keterangan dari instansi terkait sebagai bukti pendukung yang menyatakan bahwa Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
Bagaimana prosedur pemberian fasilitas pengurangan PBB-P5L?
WP harus mengajukan permohonan pengurangan PBB-P5L secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar. Penyampaian permohonannya dapat dilakukan secara langsung; melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; maupun secara elektronik.
Permohonan diajukan dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT, atau satu bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SKPPBB, atau satu bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat keputusan pembetulan atas SPPT atau SKPPBB.
Selanjutnya, DJP akan melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap permohonan WP. Jika permohonan WP memenuhi syarat dan kriteria, DJP akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengurangan PBB-P5L.
Surat keputusan pemberian pengurangan PBB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama empat bulan terhitung sejak tanggal permohonan. Apabila melebihi jangka waktu tersebut dan surat keputusan belum diterbitkan, maka permohonan dianggap dikabulkan seluruhnya.
Setelah itu, WP harus membayar PBB-P5L sesuai dengan SK pengurangan PBB-P5L. Pengurangan PBB-P5L dapat diberikan paling tinggi 75 persen dari nilai PBB-P5L yang terutang, atau paling tinggi 100 persen dari dari nilai PBB-P5L yang terutang, yang belum dilunasi oleh WP.
Comments