Isi Omzet saat Lapor SPT Tahunan, Ini Cara Hitung Pajak UMKM
Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau agar Wajib Pajak badan, termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) segera melaporkan Surat Pemberitahunan (SPT) tahunan sebelum batas waktu akhir. Isi omzet saat lapor SPT tahunan, UMKM diwajibkan untuk melampirkan catatan omzet per bulan beserta perhitungan pajaknya. Lantas, berapa tarif pajak UMKM? Dan, bagaimana cara hitung pajak UMKM? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan regulasi terkini.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, Wajib Pajak pelaku UMKM merupakan orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar per tahun. Aturan ini menetapkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen dari omzet per tahun. Tarif ini telah diturunkan pemerintah dari sebelumnya PPh final sebesar 1 persen dari omzet.
Namun, apabila dalam perjalanannya UMKM mengalami kerugian atau tidak mendapatkan omzet, pengusaha itu berhak untuk melaporkannya pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehingga tidak perlu membayar pajak.
Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diturunkan melalui Pasal 60 Ayat (2) PP Nomor 55 Tahun 2022, bahwa apabila Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar, atas bagian dari peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta tidak dikenai pajak penghasilan.
Artinya, apabila Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran bruto dalam satu tahunnya melebihi Rp 500 juta, maka akan dikenakan PPh final dengan tarif 0,5 persen.
Pemilik Toko Sembako “Serba Ada” bernama Matahari, merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang baru terdaftar pada Juni 2022 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Depok Sawangan. Dia memiliki peredaran bruto dalam 1 tahun sebesar Rp 1,9 miliar. Maka, perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
No | Bulan |
Peredaran usaha |
Peredaran bruto tidak kena pajak |
Peredaran usaha kena pajak (Rp) |
PPh final (0,5 persen x peredaran usaha kena pajak |
1. |
Januari |
0 |
Rp 500 juta |
0 |
0 |
2. |
Februari |
0 |
|
0 |
0 |
3. |
Maret |
0 |
|
0 |
0 |
4. |
April |
0 |
|
0 |
0 |
5. |
Mei |
0 |
|
0 |
0 |
6. |
Juni |
Rp 150 juta |
|
0 |
0 |
7. |
Juli |
Rp 150 juta |
0 |
0 |
0 |
8. |
Agustus |
Rp 250 juta |
|
Rp 50 juta |
Rp 250 ribu |
9. |
September |
Rp 300 juta |
|
Rp 300 juta |
Rp 1,5 juta |
10. |
Oktober |
Rp 300 juta |
|
Rp 300 juta |
Rp 1,5 juta |
11. |
November |
Rp 350 juta |
|
Rp 350 juta |
Rp 1,75 juta |
12. |
Desember |
Rp 400 juta |
|
Rp 400 juta |
Rp 2 juta |
|
Jumlah |
Rp 1,9 miliar |
Rp 1,4 miliar |
Rp 7 juta |
Comments