DJP Susun Juknis Terkait NIK-NPWP Valid untuk Bukti Potong Pajak
Pajak.com, Jakarta – Untuk mendukung implementasi penuh Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah susun petunjuk teknis (juknis) terkait dengan penerapan pembuatan bukti potong dengan NIK atau NPWP yang valid atau teradministrasi di sistem DJP. Sebagaimana diketahui, mulai tahun 2024, Wajib Pajak orang pribadi tidak perlu lagi repot-repot membuat atau mengurus NPWP, karena NIK secara penuh digunakan sebagai NPWP.
Namun, kebijakan ini juga berdampak pada pembuatan bukti potong pajak. Untuk itulah, DJP menyiapkan juknis yang akan mengatur bentuk, isi, tata cara pengisian, dan penyampaian bukti potong pajak kepada Wajib Pajak, pemotong/pemungut pajak, dan pihak lain yang terkait. Selain itu, juknis tersebut juga akan menjelaskan penerapan pembuatan bukti potong yang hanya bisa dibuat jika menginput NPWP/NIK yang valid/teradministrasi di sistem DJP.
DJP juga menyatakan, kebijakan ini bertujuan untuk mempermudah administrasi perpajakan, meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, dan menghapus skema tarif PPh lebih tinggi bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP. Pasalnya, selama ini tarif PPh Pasal 21 yang lebih tinggi sebesar 20 persen dikenakan bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP seperti yang tercantum dalam Pasal 21 ayat 5a Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Tidak hanya PPh Pasal 21, ketentuan kenaikan tarif atas Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP sejatinya juga berlaku dalam ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Dalam ketentuannya, Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP akan dikenai tarif pemotongan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 sebesar 100 persen lebih tinggi.
Namun, saat implementasi NIK sebagai NPWP berlaku penuh pada 2024 mendatang, skema tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi secara sistem. Dengan demikian, tidak akan ada lagi sanksi kenaikan 20 persen.
Wajib Pajak yang memiliki penghasilan harus memberikan NIK yang sudah teraktivasi agar bukti potong dapat di-generate. Jika tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh, maka konsekuensinya pihak pemotong/pemungut dapat dikenakan sanksi. Oleh karena itu, DJP mengingatkan kepada pemotong/pemungut untuk memastikan pihak lawan transaksi telah menyampaikan NIK yang valid.
Sebagai informasi, bukti potong pajak adalah dokumen yang dibuat oleh pemotong/pemungut pajak untuk menunjukkan bahwa pajak telah dipotong atau dipungut dari penghasilan atau transaksi yang diterima atau dilakukan oleh Wajib Pajak. Bukti potong pajak harus disampaikan kepada Wajib Pajak, DJP, dan pihak lain yang terkait sesuai dengan bentuk, isi, tata cara pengisian, dan penyampaian yang diatur oleh DJP melalui juknis bukti potong pajak.
Adapun progres penyusunan juknis bukti potong pajak terkait penerapan NIK sebagai NPWP saat ini masih berlangsung. Oleh karena itu, Wajib Pajak, pemotong/pemungut pajak, dan pihak lain yang terkait harus selalu mengikuti perkembangan informasi dan aturan perpajakan yang dikeluarkan oleh DJP. Dengan demikian, kita dapat mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan sistem baru yang akan diberlakukan secara penuh mulai tahun 2024.
Comments