DJP Imbau Tolak dan Laporkan Gratifikasi Pada Momen Nataru
Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) imbau kepada pimpinan, pegawai, dan masyarakat untuk tolak dan laporkan segala bentuk gratifikasi yang berkaitan dengan momentum Hari Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 (Nataru). Hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227/PMK.09/2021 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan (PMK 227/2021), dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi (Peraturan KPK 2/2019).
Dalam pengumuman nomor PENG-24/PJ.09/2023, DJP menyatakan bahwa pimpinan dan seluruh pegawai DJP berkomitmen untuk memberikan dukungan pengendalian gratifikasi dengan menolak dan melaporkan gratifikasi yang dapat terindikasi sebagai bentuk gratifikasi atau suap kepada pejabat atau pegawai DJP.
DJP juga mengimbau kepada seluruh pihak eksternal untuk tidak memberikan gratifikasi dalam bentuk uang, barang, bingkisan, parsel, atau sejenisnya dalam rangka Nataru.
“Mengimbau seluruh pihak eksternal/stakeholder tidak memberikan gratifikasi dalam bentuk uang/barang termasuk bingkisan/parsel/sejenisnya, dalam rangka Hari Natal 2023 dan Tahun Baru 2024, yang dapat terindikasi sebagai bentuk gratifikasi atau suap kepada pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak,” ucap DJP.
Selain itu, DJP mendorong seluruh pegawai DJP untuk melaporkan setiap penolakan dan/atau penerimaan gratifikasi kepada Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) unit kerja, maksimal 10 hari kerja atau melalui aplikasi GOL KPK maksimal 30 hari kerja sejak peristiwa penolakan dan/atau penerimaan gratifikasi. Di sisi lain, DJP juga mengimbau kepada seluruh pihak untuk melaporkan segala bentuk pelanggaran komitmen atas dukungan pengendalian gratifikasi pada momen Nataru melalui saluran pengaduan resmi, yaitu:
1. Kementerian Keuangan (Kemenkeu), melalui call center 134 atau laman whistleblowing system (Wise) di https://www.wise.kemenkeu.go.id; atau
2. DJP, melalui: email [email protected]; pengaduan langsung ke help desk Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA), telepon (021) 52970777, atau surat tertulis kepada Dirjen Pajak dan Direktur KITSDA.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan PMK 227/2021 untuk menyempurnakan ketentuan pengendalian gratifikasi di lingkungan Kemenkeu. Sri Mulyani, dalam pertimbangan PMK 227/2021, menjelaskan bahwa peraturan itu dirilis untuk menyempurnakan kebijakan pengendalian gratifikasi yang sebelumnya diatur dalam PMK 7/2017, serta menyelaraskannya dengan Peraturan KPK 2/2019.
Hal ini juga menjadi pedoman dalam pelaksanaan pengendalian gratifikasi, sekaligus menguatkan integritas dan meningkatkan budaya antikorupsi di lingkungan Kemenkeu, termasuk unit noneselon.
“Peraturan menteri ini bertujuan untuk mengendalikan gratifikasi secara transparan dan akuntabel di lingkungan Kementerian keuangan,” bunyi Pasal 2 ayat (2) PMK 227/2021.
Selanjutnya, Pasal 3 PMK 227/2021 menyebut pimpinan unit eselon I, unit noneselon, dan unit kerja di Kemenkeu harus menjadi teladan dan mendorong pengendalian gratifikasi secara berkelanjutan. Sementara itu, pegawai atau penyelenggara negara berkewajiban menolak gratifikasi yang bertentangan dengan jabatan atau tugasnya.
Kemudian, pegawai atau penyelenggara negara juga wajib melaporkan penolakan atau penerimaan gratifikasi melalui Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) atau langsung ke KPK. Jika menerima gratifikasi yang tidak bisa ditolak sesuai peraturan atau penetapan KPK, pegawai harus melaporkannya ke UPG atau KPK.
Pasal 4 tersebut memerinci kategori gratifikasi yang wajib dan tidak wajib dilaporkan oleh pegawai atau penyelenggara negara. Gratifikasi yang wajib dilaporkan meliputi gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Sementara gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan di antaranya yakni pemberian dalam keluarga; keuntungan atau bunga dari investasi pribadi yang berlaku umum; manfaat dari koperasi atau organisasi kepegawaian yang berlaku umum; serta perangkat atau perlengkapan yang diberikan kepada peserta dalam kegiatan kedinasan seperti seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan sejenis yang berlaku umum.
Pegawai dan penyelenggara negara yang menolak atau menerima gratifikasi harus melaporkannya ke UPG unit kerja paling lambat 10 hari kerja atau ke KPK, paling lambat 30 hari kerja sejak penolakan atau penerimaan gratifikasi. Laporan penolakan gratifikasi disampaikan melalui aplikasi pelaporan gratifikasi, tertulis, atau surat elektronik dengan formulir laporan dari KPK.
Pelapor gratifikasi harus menyertakan objek gratifikasi yang diterima dan dalam penguasaannya saat melaporkan jika perlu uji orisinalitas atau untuk verifikasi dan analisis KPK. Laporan gratifikasi akan diverifikasi dan dianalisis, lalu ditetapkan status kepemilikan gratifikasinya, yaitu milik penerima atau milik negara.
Pelapor gratifikasi juga bisa mengajukan kompensasi untuk mendapatkan objek gratifikasi yang dilaporkannya ke KPK. Nilai kompensasi objek gratifikasi dibayar sesuai taksiran yang ditetapkan KPK.
“Pegawai atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugas yang bersangkutan, yang tidak melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 25 PMK 227/2021.
Comments