in ,

DJP: Aset Kripto Penuhi Kriteria Sebagai Objek PPN

“Hal ini berlaku juga atas penghasilan yang diterima oleh penambang aset kripto (miner), merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang dikenai PPh pasal 22 dengan tarif sebesar 0,1 persen dari penghasilan yang diterima atau diperoleh, tidak termasuk PPN,” imbuh Neilmalrdrin.

Sebelumnya, Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung menjelaskan, penetapan pajak kripto mengusung prinsip keadilan dan tidak melebihi biaya transaksi karena akan merusak ekosistem aset kripto.

“Pajak kripto mengusung konsep keadilan dan menyesuaikan kebijakan kripto di dunia. Jangan sampai investor berkali-kali (kena pajak) dan kenapa 0,1 persen? karena benchmark-nya salah satunya dari pengenaan pajak untuk transaksi saham,” kata Bonarsius.

Baca Juga  Selain Lapor SPT, Berikut Layanan Perpajakan yang Bisa Diakses di PJAP 

Otoritas pajak juga telah mengatur ketentuan pelaporan pajak penghasilan (PPh) bagi investor atau trader aset kripto. Mereka menetapkan bahwa Wajib Pajak tersebut punya kewajiban lapor PPh atas perdagangan aset kripto dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Nantinya, Wajib Pajak terkait akan mendapatkan bukti potong PPh dari exchanger. Bukti potong itu harus dilampirkan Wajib pajak dalam daftar penghasilan yang dipungut PPh final

Beberapa pokok pengaturan tersebut sejatinya telah termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Menurut DJP, peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagaimana perlakuan PPN dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi kripto yang berkembang di masyarakat.

Baca Juga  DJP: Skema TER Bantu Karyawan Mitigasi Potensi Bayar Pajak Terlalu Besar di Desember

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *