in ,

Alokasi Insentif Perpajakan 2023 Sebesar Rp 41,5 T

Alokasi Insentif Perpajakan 2023
FOTO: IST

Alokasi Insentif Perpajakan 2023 Sebesar Rp 41,5 T

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, pemerintah tetap akan memberikan insentif perpajakan di tahun 2023. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 alokasi insentif perpajakan sebesar Rp 41,5 triliun. Kendati demikian, pemerintah belum memerinci secara detail insentif perpajakan yang akan diberikan itu.

“Tahun depan pajak itu masih akan memberikan insentif perpajakan yang mencapai Rp 41,5 triliun. Insentif tetap disiapkan pemerintah di tengah naiknya target penerimaan pajak saat harga-harga komoditas diperkirakan melandai dan ekonomi mulai pulih,” ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2023 di Jakarta, yang juga disiarkan secara virtual (16/8).

Dalam RAPBN 2023, penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp 2.016,9 triliun atau naik sebesar 4,8 persen dari proyeksi atau outlook 2022 sebesar Rp 1.924,9 triliun. Penerimaan perpajakan ini bersumber dari target pajak yang sebesar Rp 1.715,1 triliun serta bea dan cukai Rp 301,8 triliun.

“Penerimaan pajak pada 2023 itu ditargetkan naik 6,7 persen dari outlook 2022 yang sebesar Rp 1.608,1 triliun. Sementara itu, target bea dan cukai turun 4,7 persen dari outlook 2022 sebesar Rp 316,8 triliun. Lagi-lagi karena ada aspek komoditas. Tahun ini komoditas memberikan sumbangan (ke bea keluar) Rp 48,9 triliun, tahun depan komoditas hanya memberikan sumbangan ke bea dan cukai sebesar Rp 9 triliun. Makanya level bea dan cukai (2023) lebih rendah dari tahun ini,” urai Sri Mulyani.

Baca Juga  MIB Ingatkan Teknis Penghitungan dan Persiapan Lapor SPT Orang Pribadi

Dalam dokumen Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2023, tidak ada rincian bentuk insentif perpajakan yang disiapkan pemerintah. Dokumen hanya menyebutkan, bahwa sejak tahun 2020 pemerintah memberikan insentif perpajakan untuk penanggulangan dampak pandemi COVID-19, baik yang dikategorikan sebagai belanja perpajakan maupun yang tidak termasuk ke dalam definisi belanja perpajakan.

Seperti diketahui, insentif perpajakan merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diberikan pemerintah sejak Maret 2020.

Insentif perpajakan dilanjutkan awal tahun 2021, telah terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. Di 2021, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk insentif perpajakan sekitar Rp 42 triliun. Adapun insentif yang diberikan, antara lain:

  1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai wajib dipotong PPh sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang diterima pegawai dengan kriteria tertentu, Ditanggung Pemerintah (DTP).
  2. Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dikenai PPh final sebesar 0,5 persen dari jumlah peredaran bruto, DTP.
  3. PPh Pasal 22 impor yang seharusnya dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea, dibebaskan. Pembebasan ini untuk Wajib Pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) atau telah ditetapkan sebagai perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, dan sebagainya.
  4. Insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk properti.
Baca Juga  Ini Upaya Alternatif Wajib Pajak Saat Memperoleh Hasil Pemeriksaan

Sri Mulyani menuturkan, insentif perpajakan telah dimanfaatkan untuk meningkatkan daya beli dan membantu likuiditas dan kelangsungan usaha. Pemanfaatan insentif perpajakan didominasi oleh Wajib Pajak yang paling terdampak pandemi, yaitu 47 persen di sektor perdagangan, 19 persen untuk sektor industri pengolahan, dan 7 persen sektor konstruksi.

Pada kesempatan berbeda, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani meminta pelaksanaan APBN 2023 dilaksanakan secara cermat dan efektif. Secara spesifik, DPR ingin pemerintah mempertajam pemberian insentif pajak yang tepat sasaran di 2023.

“DPR meminta pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan negara melalui implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sehingga dapat meningkatkan tax ratio pada tingkat yang maksimal. DPR ingin agar pemerintah mempertajam insentif pajak yang diarahkan untuk dapat memberikan dampak pengganda yang besar dalam PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional),” ungkap Puan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, yang juga disiarkan secara virtual, (16/8).

Baca Juga  Beda Insentif untuk Investor Dalam Negeri dan Asing di IKN, Apa Saja?

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *