in ,

Visi Misi Perpajakan Capres, Efektifkah Tingkatkan Rasio Pajak?

Visi Misi Perpajakan Capres
FOTO: Dok. GNV Consulting Services/Desain: Muhammad Iksan Jamaludin.

Visi Misi Perpajakan Capres, Efektifkah Tingkatkan Rasio Pajak?

Beberapa waktu lalu, ketiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) telah resmi mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bertarung pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Dalam publikasi visi dan misi, isu perpajakan menjadi salah satu rencana kerja jika mereka terpilih. Seperti apa visi dan misi perpajakan dari masing-masing pasangan capres dan cawapres? Dan efektifkah bagi upaya meningkatkan rasio pajak? Mewakili GNV Consulting Services saya akan mengulasnya untuk Anda.

Melalui Keputusan KPU Nomor 1644 tahun 2023 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Peserta Pilpres 2024, telah ditetapkan nomor urut masing-masing pasangan yaitu Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar yang mendapatkan nomor urut satu, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka nomor urut dua, dan Ganjar Pranowo – Mohammad Mahfud Mahmodin dengan nomor urut tiga.

Mereka telah membeberkan berbagai janji jika terpilih. Akan tetapi, janji populis tersebut memiliki konsekuensi penggunaan anggaran secara masif yang tentunya berasal dari pajak. Berdasarkan data yang diolah penulis dari Badan Pusat Statistik (BPS), sejak tahun 2019 hingga 2022, penerimaan pajak berkontribusi setidaknya 77 persen dari total penerimaan negara.

Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi masyarakat awam untuk memahami visi dan misi para capres dan cawapres terkait isu pajak. Hal ini tidak lain karena dari penerimaan pajak sejatinya janji-janji tersebut bisa direalisasikan.

Dikutip dari laman CNN Indonesia, Prabowo Subianto mengunggulkan program makan gratis bagi sejumlah kelompok masyarakat, Ganjar Pranowo berencana menaikkan gaji guru yang sudah lama mengajar hingga Rp 30 juta per bulan dan Rp 10 juta untuk guru baru, sementara Anies Baswedan menginginkan kesetaraan kesempatan bagi masyarakat Indonesia terhadap akses pendidikan, kesehatan, kebutuhan pokok, dan lapangan pekerjaan.

Visi dan misi perpajakan bagi capres dan cawapres memiliki pengaruh signifikan bagi kehidupan rakyat. Jika mengambil contoh negara lain, Prancis pernah mengalami sebuah perubahan besar pada sistem perpajakannya saat François Hollande dari Partai Sosialis menjabat sebagai presiden pada tahun 2012 hingga 2017.

Baca Juga  Ketentuan Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25

Salah satu kebijakan fiskal utama yang diusulkannya selama masa jabatannya adalah yang dikenal dengan “super tax”, yaitu pajak kekayaan dengan tarif 75 persen. Ini adalah pajak tambahan sebesar 75 persen yang dikenakan pada pendapatan individu di atas 1 juta euro per tahun.

Tahun 2022 lalu, Mary Elizabeth “Liz” Truss menjadi Perdana Menteri Inggris dengan periode tersingkat dalam sejarah setelah ia mengundurkan diri pada hari ke-50 menjabat. Langkah pengunduran diri yang diambilnya tidak terlepas dari penentuan kebijakan fiskal terkait penurunan tarif pajak sebesar 45 persen yang dianggap terlalu cepat untuk dilakukan pada masa stagnansi ekonomi.

Terlepas dari pro dan kontra yang dialami pada kedua contoh kebijakan di atas, nyatanya isu pajak memang memiliki pengaruh yang signifikan.

Visi misi pajak

Lebih jauh mengenai visi misi pajak yang dikutip dari CNBC Indonesia, Prabowo dan Anies berniat membentuk Badan Penerimaan Negara yang berada langsung di bawah presiden. Dengan demikian, akan terjadi pemisahan antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Kementerian Keuangan. Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar pun menargetkan peningkatan rasio pajak dari 10,4 persen pada tahun 2022 menjadi 13 – 16 persen pada tahun 2029.

Meskipun demikian, sulit untuk menemukan koneksi antara pembentukan lembaga baru negara dengan kenaikan rasio pajak. Pembentukan lembaga baru jelas akan menambah anggaran belanja negara. Ketimbang dilakukan pemisahan dalam lembaga, kenaikan rasio pajak lebih dipengaruhi faktor kepatuhan pajak yang perlu didukung sistem perpajakan yang efektif dan penegakan hukum.

Masih dikutip dari CNBC Indonesia, pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka berniat untuk menaikkan batas atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi. Andai kebijakan ini diberlakukan, hal ini tentu memberikan angin segar bagi para karyawan dan pemberi jasa orang pribadi, karena akan meningkatkan take home pay mereka.

Baca Juga  Bayar PBB Tepat Waktu di Sukabumi, Berpeluang Umrah Gratis

Di lain pihak, visi dan misi terkait pajak yang diusung pasangan Ganjar Pranowo – Mohammad Mahfud Mahmodin mengedepankan pemberian insentif perpajakan pada rintisan usaha digital (start-up) dan insentif perpajakan untuk Papua. Meskipun terlihat menarik, pemberian insentif pajak ini pun perlu dikaji pengaruhnya secara luas terhadap industri start up maupun untuk Papua.

Menaikkan rasio pajak

Para pasangan calon juga mengungkapkan keinginan untuk meningkatkan rasio pajak, namun demikian tidak disebutkan upaya seperti apa saja yang akan dilakukan untuk mendongkrak kinerja rasio pajak Indonesia yang masih tergolong rendah. Dikutip dari laman Liputan 6, kinerja rasio pajak Indonesia tahun 2022 memang mencapai 10,38 persen atau tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Walaupun demikian, rasio ini masih jauh di bawah rata-rata rasio pajak global sebesar 13,5 persen menurut Indonesia Business Post. Untuk diketahui, rasio pajak merupakan perbandingan dari total penerimaan pajak dan produk domestik bruto.

Data yang dihimpun penulis dari Databoks menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2022, beberapa sektor industri menjadi penyumbang terbesar produk domestik bruto yaitu industri pengolahan, perdagangan dan reparasi, pertanian-kehutanan, pertambangan dan penggalian, serta konstruksi.

Dari Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I tahun 2023, sektor industri pengolahan masih menjadi kontributor penerimaan pajak terbesar. Akan tetapi, patut dicatat bahwa kenaikan penerimaan dari sektor tersebut disebabkan adanya kenaikan harga komoditas tahun 2022 yang kemudian berkontribusi pada kenaikan Pajak Penghasilan (PPh) yang dibayarkan saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2022 yang dilakukan pada tahun 2023.

Dilihat dari profil sektoral industri, pertanian-kehutanan menjadi penyumbang besar produk domestik bruto, namun belum menyumbang penerimaan pajak secara signifikan. Sementara industri jasa keuangan dan asuransi yang memang highly regulated memiliki kontribusi setoran pajak yang besar meskipun kontribusi terhadap produk domestik bruto masih berada di bawah industri pertanian-kehutanan.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim II Hentikan Penyidikan Pidana Pajak PT SMS

Jika melihat kembali janji-janji dan visi misi perpajakan para capres-cawapres di atas, hal ini patut menjadi perhatian sekaligus tantangan mengingat peningkatan setoran pajak dari sektor industri pertanian-kehutanan dapat meningkatkan rasio pajak. Akan tetapi, sektor ini digerakkan oleh individu atau perorangan dan bukan badan usaha, sehingga sulit dilakukan pengawasan yang berujung kontribusi setoran pajak yang rendah. Aturan yang jelas, penegakan hukum dan penyelenggaraan sistem serta optimalisasi data yang berujung pada peningkatan kepatuhan pajak dapat diupayakan untuk meningkatkan rasio pajak tersebut.

Dampak bagi Wajib Pajak

Janji-janji dan visi misi para capres-cawapres akan membutuhkan penggunaan anggaran dalam jumlah besar. Akan tetapi, belum dipaparkan dengan jelas seperti apa upaya yang akan dilakukan untuk menambah penerimaan negara.

Kondisi ini tentu akan menambah target penerimaan negara dari pajak. Sebagai konsekuensi logis, pemerintah akan semakin memperketat pengawasan maupun pengujian kepatuhan Wajib Pajak yang ditandai dengan semakin banyaknya penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) maupun pemeriksaan pajak.

Ketentuan yang mengatur tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021.

Wajib Pajak perlu melakukan antisipasi untuk dapat menanggapi SP2DK maupun menghadapi pemeriksaan pajak, yang artinya akan semakin banyak keperluan untuk melakukan rekonsiliasi maupun penelaahan perpajakan secara menyeluruh. GNV Consulting Services sebagai konsultan pajak dengan kompetensi dan pengalaman yang ekstensif di Indonesia, siap membantu para pelaku industri dengan strategi perpajakan yang tepat dan pemenuhan kewajiban berdasarkan undang-undang yang berlaku.

 

  • Penulis: Aditya Nugroho adalah Tax Senior Manager di GNV Consulting Services.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

194 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *