in ,

“Virtual Influencer” Bisa Gantikan “Influencer” Manusia?

“Virtual Influencer” Bisa Gantikan “Influencer” Manusia?
FOTO: IST

“Virtual Influencer” Bisa Gantikan “Influencer” Manusia?

Pajak.comJakarta – Bagi Anda pegiat media sosial (medsos) mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah konten kreator, selebgram, YouTuber, hingga pemengaruh (influencer). Selebritas medsos ini mampu memberikan dampak besar terhadap audiens atau pengikut mereka hingga dapat memengaruhi perilaku konsumen, tren, dan opini publik. Namun, belakangan ini menjamur fenomena yang disebut virtual influencer. Keberadaan virtual influencer pun diklaim membawa disrupsi pada industri ekonomi digital, lantaran berpotensi bisa gantikan influencer manusia di masa depan karena beberapa alasan. Apakah benar? Yuk kenal dekat dengan pemengaruh virtual sekaligus mengetahui cara kerja, serta kelebihan dan kekurangannya di era yang semakin canggih ini.

Apa dan bagaimana “virtual influencer” bekerja?

Virtual influencer alias pemengaruh virtual adalah karakter fiktif yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan grafis komputer untuk berinteraksi dengan pengguna media sosial. Influencer jenis ini memiliki penampilan, kepribadian, dan gaya hidup yang sangat menyerupai manusia di kehidupan nyata sehingga dapat menarik perhatian jutaan pengikut di berbagai platform, seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan lainnya.

Bagi Anda yang masih awam dengan keberadaan virtual influencer, mungkin akan sulit untuk membedakan antara avatar digital dan manusia nyata lantaran saking miripnya dengan manusia. Menariknya, virtual influencer yang telah banyak disukai warganet dapat menggaet berbagai brand dan perusahaan untuk mempromosikan produk atau jasa mereka melalui konten media sosial.

Baca Juga  Anggaran Pembangunan IKN Capai Rp 18,9 Triliun per Agustus 2024

Hal ini tentu akan mendatangkan banyak cuan bagi pemilik yang berada di balik akun karakter digital ini. Salah satu virtual influencer yang tengah naik daun adalah Imma dari Tokyo, Jepang.

Karakter fiksi buatan AWW Inc. ini muncul pertama kali tahun 2018 di akun Instagram @imma.gram dan telah memiliki hampir 400 ribu pengikut. Akun bercentang biru ini pun telah bekerja sama dengan banyak jenama ternama seperti Nike, Balenciaga, Dior, Levi’s, IKEA, dan Porsche.

Yang lainnya adalah Shudu, supermodel digital dan ratu mode asal Afrika yang mengambil alih dunia fesyen. Karakter ini diciptakan oleh pendiri The Digitals Agency Cameron James di Inggris pada April 2017. Selama menjadi pemengaruh virtual, Shudu telah bekerja sama dengan Vogue, Cosmopolitan, Balmain, Smart Car, dan merek ternama lainnya. Ada lagi Lil Miquela, pemengaruh virtual asal Los Angeles, AS yang berfokus pada dunia fesyen. Perempuan digital berusia 19 tahun ini tampil di laman Instagramnya dengan nama akun @LilMiquela dan telah diikuti oleh 2,8 juta akun.

Tak jarang, Miquela sering mengunggah kegiatannya di acara-acara fesyen eksklusif bersama pemengaruh lain dan menjadi brand ambassador dari berbagai jenama kenamaan. Konon, Miquela dapat meraup penghasilan belasan juta dollar AS per tahun melalui berbagai peran virtualnya tersebut.  

Di belakang layar, pemengaruh virtual dibuat dan dikelola oleh tim kreatif yang terdiri dari desainer, penulis, dan seniman 3D. Tim kreatif ini bertanggung jawab untuk menciptakan dan mengembangkan karakter pemengaruh virtual, mulai dari penampilan fisik, pakaian, suara, hingga latar belakang cerita.

Baca Juga  Cara Cek Pengumuman Hasil Sanggah Seleksi Administrasi CPNS 2024          

Tim kreatif juga mengatur konten yang akan diunggah oleh sang influencer, termasuk tema, gaya, caption, hashtag, dan interaksi dengan pengikut. Jika selebritas virtual ini sudah berhasil menggaet brand, maka tim kreatif akan menyesuaikan dengan kemauan dan kebutuhan klien agar selaras dengan strategi pemasaran perusahaan.

Apa saja kelebihan dan kekurangan “virtual influencer”?

Pemengaruh virtual memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan. Kelebihan dari virtual influencer antara lain adalah kemampuan beradaptasi dengan berbagai situasi dan tren, fleksibilitas dalam mengubah penampilan dan perilaku sesuai keinginan, tingkat keterlibatan yang tinggi dengan pengikut, serta potensi penghasilan yang besar dari berbagai sumber.

Selain itu, produksi virtual influencer juga terbilang lebih mudah dan murah karena tidak perlu menyewa orang untuk urusan rambut dan riasan, menyewa ruang studio, atau mencari lokasi. Pembuatnya juga tidak perlu bepergian jadi tidak ada biaya penerbangan atau perjalanan.

Selain itu, Anda tidak perlu berurusan dengan emosi atau sikap tokoh virtual, tersedia selama 24 jam, dan dapat berada di beberapa tempat secara bersamaan. Ini adalah hal yang baru dan menarik sehingga ada potensi tambahan untuk mendapatkan perhatian dan dapat diandalkan.

Baca Juga  Airlangga: KEK Kura-Kura Bali Jadi Katalisator Pengembangan AI dan Semikonduktor

Namun, virtual influencer juga memiliki beberapa kekurangan, seperti kurangnya keaslian, kredibilitas, dan emosi yang dapat dirasakan oleh audiens. Bayangkan, jika virtual influencer tidak (atau tidak dapat) menggunakan produk yang diiklankannya, bagaimana konsumen dapat percaya pada rekomendasi mereka? Misalnya, Imma tidak bisa memakai Dior di tubuhnya yang tidak nyata.

Pemengaruh virtual juga dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan mental anak-anak dan model manusia yang terancam kehilangan pekerjaan. Model pemengaruh virtual dapat menjadi ancaman nyata karena mengambil pekerjaan dari kreator konten atau pemengaruh manusia yang telah lama berkecimpung di dunia medsos. Belum lagi terhadap tim penunjang yang biasanya dibutuhkan dalam sebuah sesi foto fesyen, misalnya, seperti perias, koreografer, penata rambut, dan penata busana.

Namun, apakah virtual influencer akan menggantikan influencer manusia di masa depan? Kemungkinan tidak, lantaran manusia tetap memiliki keunikan yang tidak dapat digantikan oleh tokoh virtual. Tentu, virtual influencer dapat memberikan hiburan, inspirasi, dan pengalaman baru bagi pengikut mereka dengan menggunakan teknologi AI dan grafis komputer yang canggih. 

Namun, pemengaruh manusia dapat memberikan koneksi, kepercayaan, dan empati yang lebih dalam bagi pengikut mereka dengan menggunakan keaslian, kredibilitas, dan emosi yang nyata. Oleh karena itu, keduanya dimungkinkan dapat berdampingan dan perannya pun bisa saling melengkapi hingga ke masa yang akan datang.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *