Tip Ubah Kebiasaan FOMO jadi JOMO
Pajak.com, Jakarta – Di era kemajuan teknologi dan pesatnya media sosial sekarang ini, hampir sebagian besar orang tertarik ingin selalu mengikuti berita maupun perkembangan terkini. Tanpa disadari, kehidupan kita cepat atau lambat juga dipengaruhi oleh tren yang dikabarkan media sosial, seperti kafe baru nan estetik, gawai kekinian, skin care terbaru, sampai ide berpakaian alias outfit of the day.
Celakanya, banyak dari kita lambat laun jadi terjebak dalam sindrom Fear of Missing Out (FOMO), yang menggambarkan perasaan cemas saat ketinggalan informasi, tren, atau momen di media sosial. Nah, mumpung masih di awal tahun, tak ada salahnya Anda mengubah kebiasaan FOMO menjadi JOMO (Joy of Missing Out). Bagaimana tip ubah kebiasaan FOMO jadi JOMO?
Asal tahu saja, sindrom FOMO menyebabkan seseorang berpikir bahwa kehidupan orang lain di media sosial lebih menyenangkan dibanding hidupnya sendiri. Rasa takut ketinggalan ini mengacu pada perasaan atau persepsi bahwa orang lain lebih bersenang-senang, menjalani kehidupan yang lebih baik, atau mengalami hal-hal yang lebih baik.
Artinya, FOMO membuat kita selalu cemas membandingkan hidup diri sendiri dengan unggahan orang lain di media sosial. Semakin dalam kita terjebak sindrom FOMO, semakin sulit juga kita lepas dari media sosial dan tidak fokus pada aktivitas yang kita jalani.
Akibatnya, kita akan selalu merasa insecure (tidak percaya diri), dan akhirnya rela menghabiskan banyak uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan demi mendapatkan status sosial yang sama. Tentu, hal ini bakal sangat merugikan kita ke depannya, termasuk dari sisi finansial.
Rencana keuangan yang telah tersusun rapi bisa buyar karena keinginan sesaat, bahkan bisa menyebabkan kita terjebak dalam kubangan utang. Sebaliknya, ada pula istilah Joy of Missing Out atau JOMO. Kelompok orang yang punya kebiasaan JOMO tidak mudah terpengaruh dan akan baik-baik saja kala melihat unggahan orang lain di media sosial. Mereka pun enggan untuk menghabiskan uang atau tabungan agar bisa selalu mengikuti tren.
Tentu, sindrom JOMO lebih membawa kestabilan finansial ketimbang FOMO, lantaran bisa berhemat dan menggunakan uang sesuai kebutuhan. Untuk mengubah kebiasaan FOMO menjadi JOMO, ada baiknya Anda mengikuti beberapa tip berikut yang telah Pajak.com sarikan dari berbagai sumber.
1. Detoks digital
Media sosial bisa dianggap sebagai sumber “racun” sindrom FOMO. Betapa tidak, FOMO membuat kehidupan “normal” Anda menjadi kurang baik dan tampak kurang eksis dari teman-teman lainnya di media sosial. Ya, media sosial memang mengizinkan pemakainya untuk menunjukkan segala sesuatu yang paling mutakhir; di situlah hal-hal, peristiwa, dan bahkan kebahagiaan diri sendiri menjadi tidak terlihat.
Untuk mengurangi kebiasaan FOMO ini, Anda dapat melakukan detoks digital. Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), detoks digital adalah menahan diri untuk menggunakan perangkat elektronik seperti ponsel atau komputer, dan fokus pada interaksi sosial secara langsung.
Sebagai permulaan, Anda dapat melakukan detoksifikasi media sosial untuk membantu penerapan JOMO dalam kehidupan. Jangka waktunya bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan, bisa 1 bulan, 2 bulan, dan sebagainya.
Tidak dimungkiri, hal ini pasti tidak mudah dilakukan untuk Anda yang setiap hari selalu membuka media sosial. Namun, tak ada salahnya Anda mencobanya dengan cara mematikan notifikasi handphone dan memberikan batasan waktu penggunaan media sosial setiap harinya.
Beberapa kebiasaan lainnya yang dapat diadaptasi seperti menjauhkan ponsel ketika sedang bekerja, mengecilkan atau mematikan nada dering, serta menyambungkan aplikasi chatting di ponsel dengan laptop. Tujuannya, Anda dapat tetap berkomunikasi untuk kebutuhan kerja tanpa tergoda membuka media sosial lain.
2. Ubah fokus
Daripada berfokus pada kekurangan Anda, cobalah perhatikan apa yang Anda miliki. Memang, ini terasa lebih mudah diucapkan daripada dilakukan di media sosial, di mana kita mungkin dibombardir dengan unggahan tentang hal-hal yang tidak kita miliki, tetapi yakinlah itu bisa dilakukan. Caranya, tambahkan lebih banyak orang positif ke feed Anda; dan sembunyikan orang yang cenderung terlalu menyombongkan diri atau yang tidak mendukung Anda.
Selain itu, Anda dapat mengubah feed untuk menunjukkan lebih sedikit hal yang memicu FOMO dan lebih banyak hal yang membuat Anda merasa nyaman dengan diri sendiri. Berusahalah untuk mengidentifikasi apa yang mungkin melemahkan kegembiraan Anda secara daring.
3. Nikmati hidup
Ingat, kehidupan nyata bagaimana pun tetap lebih penting dibanding dunia maya. Karenanya, dunia nyata seharusnya lebih diprioritaskan. Alihkan perhatian dengan melakukan hal lain yang disukai seperti memasak, berkebun, atau menghabiskan waktu bersama keluarga.
Bersikaplah sungguh-sungguh dengan waktu berkualitas Anda. Jadwalkan hal-hal yang penting seperti berolahraga, menulis buku, atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan kebiasaan ini, Anda dapat lebih menikmati hidup dan menjadikan Anda lebih bersyukur.
Lagipula, dengan menikmati setiap momen dan pengalaman dalam hidup, Anda akan menyadari bahwa sejatinya FOMO hanya membawa efek negatif dalam kehidupan Anda. Terpenting, Anda akan jauh lebih bahagia karena bisa menemukan kebermaknaan tiap-tiap hal yang terjadi dalam diri dan hidup Anda.
4. Buat jurnal
Mempublikasikan hal-hal menyenangkan di media sosial sejatinya hal yang biasa, tetapi karena FOMO Anda mungkin mendapati diri terlalu fokus terhadap validasi dan bagaimana orang-orang menyukainya atau tidak secara daring.
Jika demikian, ada baiknya Anda mengunggah foto dan kenangan dalam blog pribadi yang terkunci. Dengan demikian, Anda bisa tetap membukanya kapan saja tanpa perlu cemas terhadap penilaian orang-orang terhadap unggahan tersebut. Foto dan kenangan itu akan tetap menjadi eksklusif dan spesial bagi Anda sendiri.
5. Carilah koneksi nyata
Anda mungkin menemukan diri Anda mencari koneksi yang lebih besar ketika merasa tertekan atau cemas, dan ini normal. Perasaan kesepian atau terkucil sebenarnya adalah cara otak kita memberitahu bahwa kita ingin mencari hubungan yang lebih erat dengan orang lain, serta meningkatkan rasa memiliki.
Sayangnya, keterlibatan media sosial tidak selalu merupakan cara yang positif untuk mencapai hal ini—Bahkan, bisa mengakibatkan Anda lari dari satu situasi buruk ke situasi yang lebih buruk lagi. Daripada mencoba untuk lebih terhubung dengan orang-orang di media sosial, mengapa tidak mengatur janji untuk bertemu seseorang secara langsung?
Membuat rencana dengan teman baik, membuat rencana berlibur dengan keluarga, melakukan bakti sosial, atau kegiatan apa pun yang akan membuat Anda keluar dengan orang-orang favorit bisa menjadi perubahan yang menyenangkan. Hal ini juga dapat membantu Anda menghilangkan perasaan kesepian, dan menempatkan Anda sebagai bintangnya.
Jika tidak punya waktu untuk membuat rencana, Anda dapat mengirimkan pesan langsung di media sosial kepada seorang teman. Ini dipastikan dapat menumbuhkan hubungan yang lebih erat dan lebih intim, daripada mengunggahnya ke semua teman media sosial Anda dan mengharapkan “likes”.
Comments