Kebijakan DJP Optimalkan Penerimaan Pajak 2024
Pajak.com, Jakarta – Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebutkan, ada lima kebijakan DJP untuk optimalkan penerimaan pajak pada tahun 2024. Ia memastikan, kebijakan akan tetap menjaga iklim investasi dan mendorong dunia usaha sebagai pemantik pertumbuhan ekonomi nasional.
Lima kebijakan DJP itu, yakni pertama, mendorong efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan melalui implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Kami sudah menyelesaikan empat PP (peraturan pemerintah) dan juga beberapa PMK (peraturan menteri keuangan) yang sudah diterbitkan. Namun, masih ada sebagian lagi PMK dari pelaksanaan UU HPP yang masih dalam tahap proses penyusunan. Karena belum semua terselesaikan. Ini yang terus menjadi catatan dan cerita kami melakukan pekerjaan di 2024,” ungkap Suryo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Gedung DPR, dikutip Pajak.com (13/6).
Ia mengatakan, sejak tahun lalu, implementasi UU HPP telah memberikan dampak positif terhadap penerimaan dan kepatuhan Wajib Pajak. Sebagai contoh, penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen atau pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Mengulik data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga akhir Desember 2022 penerimaan pajak telah mencapai Rp 1.716,8 triliun atau menembus 115,6 persen dari target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 sebesar Rp 1.485 triliun. Dari kinerja itu, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tercatat Rp 687,6 triliun atau tumbuh 107,6 persen dari tahun 2021.
Kemudian, PPS tercatat berkontribusi Rp 61,01 triliun terhadap penerimaan pajak. Penerimaan pajak itu diperoleh dari Pajak Penghasilan (PPh) para peserta PPS, dengan total harta yang dilaporkan mencapai Rp 512,57 triliun.
“Kami ikuti efektivitasnya setelah diungkapkan (dalam PPS), kepatuhan perpajakannya menjadi salah satu titik pengawasan kami di 2023, 2024, dan selanjutnya,” tambah Suryo.
Kedua, mendorong sistem perpajakan yang seirama dengan struktur perekonomian. Suryo menjamin, DJP akan terus berupaya meregulasi sistem perpajakan yang sesuai dengan sektor industri, khususnya industri yang berdampak pada perekonomian dan penerimaan negara.
“Beberapa yang sudah kami terbitkan kemarin secara khusus pengenaan PPN untuk pajak terhadap kegiatan perdagangan emas, kemudian aset yang diambil alih agunan dan juga beberapa yang lain, yaitu pengenaan pajak untuk kripto dan pengenaan pajak untuk transaksi melalui pinjaman on-line. Ini yang betul betul kami coba selaraskan dengan perekonomian yang ada,” ujar Suryo.
Ketiga, DJP akan terus melakukan kegiatan peningkatan basis pemajakan dan kepatuhan Wajib Pajak demi meningkatkan rasio pajak Indonesia. Salah satunya, dengan mengimplementasikan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP)/Core Tax Administration System (CTAS) atau core tax mulai awal tahun 2024.
“Ini yang betul-betul menjadi program kegiatan utama yang kami melakukan dari waktu ke waktu sampai dengan di tahun 2024 dan selanjutnya. Kami juga memperkuat sinergi dengan joint program, baik dengan internal Kemenkeu maupun dengan institusi di luar kemenkeu, termasuk pemanfaatan data dan penegakan hukum,” ungkap Suryo.
Keempat, mendorong optimalisasi pengelolaan aset sehingga pemberian layanan dapat memberikan nilai tambah. Kelima, mendorong inovasi layanan yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
“Dengan memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, kami terus melakukan peningkatan kepatuhan sukarela masyarakat Wajib Pajak dan memastikan bahwa semua aturan dilaksanakan tanpa ada diskriminasi,” ujar Suryo.
Comments