in ,

Ini Dia Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 23

Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 23
FOTO: IST

Ini Dia Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 23

Pajak.comJakarta – Pajak Penghasilan (PPh) adalah salah satu jenis pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak di Indonesia. PPh dibagi menjadi beberapa pasal, salah satunya adalah PPh Pasal 23. Namun, apakah Anda tahu kapan batas waktu pembayaran PPh Pasal 23? Dan apa saja sanksi yang diberlakukan jika telat membayar? Pajak.com akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan memberikan informasi penting lainnya tentang PPh Pasal 23.

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan. Pemotong PPh Pasal 23 harus memotong pajak tersebut dari sumber penghasilan dan menyetorkannya ke kas negara. Untuk itu, pemotong PPh Pasal 23 harus membayarkannya tepat waktu.

Merujuk Peraturan Menteri Keuangan No. 242 tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak (PMK 242/2014), batas waktu pembayaran PPh Pasal 23 adalah tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Masa Pajak adalah periode waktu yang digunakan untuk menghitung dan menyetor pajak.

Nah, Masa Pajak untuk PPh Pasal 23 adalah satu bulan kalender. Misalnya, jika Anda memotong PPh Pasal 23 pada bulan Januari 2023, maka Anda harus menyetor pajak tersebut paling lambat tanggal 10 Februari 2023.

Baca Juga  KPP Pratama Kosambi - Pemkab Tangerang Tindaklanjuti Data ILAP

Jika Anda terlambat membayar PPh Pasal 23, maka Anda akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 persen per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Bunga ini dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.

Selain itu, Anda juga bisa dikenakan sanksi pidana berupa denda maksimal Rp 1 miliar atau kurungan maksimal satu tahun jika terbukti sengaja tidak membayar atau mengurangi kewajiban pajak.

Di sisi lain, Wajib Pajak juga bisa mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran PPh Pasal 23, jika Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaannya yang membuatnya tidak mampu membayar pajak tepat waktu.

Permohonan Wajib Pajak harus diajukan secara tertulis paling lama 9 hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, serta jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran; atau jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.

Baca Juga  Perspektif Provisio Consulting tentang Efektivitas Penyelesaian Sengketa Pajak pada “Core Tax”

Sebagai informasi, cara menghitung PPh Pasal 23 adalah dengan mengalikan tarif pajak dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh oleh penerima penghasilan. Tarif pajak untuk PPh Pasal 23 bervariasi tergantung jenis penghasilan.

Untuk penghasilan berupa bunga (termasuk premi), diskonto, dan hadiah atas simpanan yang diterima atau diperoleh dari bank yang berkedudukan di Indonesia, tarifnya 15 persen. Sementara bagi penghasilan berupa dividen, bunga (termasuk premi), diskonto, royalti, sewa, dan penghasilan lainnya yang berkaitan dengan penggunaan harta kekayaan intelektual, tarifnya adalah 15 persen.

Kemudian untuk penghasilan berupa imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, jasa akuntansi, jasa tenaga ahli, dan jasa lainnya tarifnya adalah 2 persen. Penghasilan berupa sewa dan penghasilan lainnya yang berkaitan dengan penggunaan harta kekayaan selain harta kekayaan intelektual, tarifnya 2 persen. Dan, untuk penghasilan berupa hadiah dan penghargaan tarifnya sebesar 15 persen.

Untuk pelaporan PPh Pasal 23, Anda harus membuat bukti potong PPh 23 dan menyampaikan SPT Masa PPh 23. Bukti potong PPh 23 adalah dokumen yang dibuat oleh pemotong pajak untuk menunjukkan bahwa telah memotong dan menyetor pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan. Sedangkan SPT Masa PPh 23 adalah dokumen yang dibuat oleh pemotong pajak untuk melaporkan jumlah penghasilan yang dibayarkan dan jumlah pajak yang dipotong dan disetor kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Baca Juga  Kanwil DJP Jaksus dan Politeknik Jakarta Internasional Teken Kerja Sama Inklusi Perpajakan

Untuk diingat, bukti potong PPh 23 wajib dibuat dalam bentuk elektronik melalui aplikasi e-Bupot dan diserahkan kepada penerima penghasilan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. SPT Masa PPh 23 harus dibuat dalam bentuk elektronik melalui aplikasi e-Filing dan disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *