in ,

Definisi, Cara Hitung dan Bayar Pajak Sewa Gedung

Cara Hitung dan Bayar Pajak Sewa Gedung
FOTO: IST

Definisi, Cara Hitung dan Bayar Pajak Sewa Gedung

Pajak.com, Jakarta – Jika menyewa sebuah gedung/bangunan, Anda juga perlu mengetahui mengenai aspek perpajakannya. Jenis gedung itu bisa berupa perkantoran, pertokoan, area komersial/tempat usaha, tempat tinggal atau apartemen, hingga gedung pertemuan. Lantas, bagaimana ketentuan pengenaan, cara hitung dan bayar pajak sewa gedung? Pajak.com akan mengulasnya secara komprehensif berdasarkan regulasi yang berlaku.

Apa itu pajak sewa gedung?

Dilansir dari situs Kemenkeu.go.id, pajak sewa gedung adalah kewajiban yang harus dibayarkan oleh penyewa. Pajak yang harus dibayarkan terdapat dua jenis, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat 2 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan itu berlaku apabila pihak penyewa tanah atau bangunan adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi, dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Jika penyewa adalah Wajib Pajak bukan pemotong pajak, maka mekanismenya adalah pembayaran sendiri. Artinya, pemilik tanah menyetorkan PPh atas penghasilan yang diperoleh.

Bagaimana mekanisme pengenaan pajak sewa gedung/bangunan?

Atas pembayaran biaya sewa bangunan oleh suatu perusahaan, pemilik gedung/bangunan wajib menerbitkan faktur pajak atas pungutan PPN sebesar 10 persen x seluruh biaya sewa.
Jika pemilik bangunan/gedung merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka biaya sewa yang dibayarkan untuk satu periode/tahun tidak termasuk PPN. Namun, apabila pemilik tanah bukan PKP, maka biaya sewa adalah uang sewa ditambah PPN yang telah dibayarkan. Artinya, biaya sewa yang dibayarkan pihak penyewa sudah mengandung unsur PPN di dalamnya.
Selain PPN, penyewaan gedung/bangunan juga dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 10 persen dari seluruh biaya sewa. Pajak atas sewa bangunan/gedung merupakan jenis pajak yang bersifat final, hal ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor  7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Adapun penentuan harga gedung/bangunan didasarkan atas nilai tertinggi antara Nilai Pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan. Artinya, jika nilai pasar lebih tinggi dari NJOP bangunan, maka nilai bangunan yang digunakan adalah nilai pasar. Demikian juga sebaliknya, bila NJOP lebih tinggi daripada nilai pasar, maka NJOP menjadi acuan nilai bangunan.

Baca Juga  Joe Biden Janji Naikkan Pajak Orang Kaya dan Perusahaan Besar
Bagaimana menghitung pajak sewa gedung/bangunan?

– Misalnya, perusahaan Makmur Sentosa membayar harga sewa gedung berupa kantor ke PKP sebesar Rp 50.000.000 per tahun, maka tarif PPh sewa gedung kantor adalah: 10 persen x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000.
– Lalu perusahaan Sukses Mamur sebagai penyewa, melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 4 Ayat (2) atas pemotongan ini dan memberikan bukti potongnya ke pemilik gedung/bangunan.
– Sementara pihak PKP sebagai pemilik bangunan/tanah memotong PPN dengan besaran: 10 persen x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000.

Bagaimana ketentuan untuk pemotongan pajak atas sewa gedung/bangunan? 

– Jika penyewa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri dan orang pribadi yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maka PPh terutang wajib dipotong oleh penyewa, dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan/menerima penghasilan.
– Bila penyewa adalah orang pribadi/bukan subjek PPh, maka PPh terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.

Baca Juga  Deddy Corbuzier: Jangan Telat Lapor SPT dan Padankan NIK-NPWP
Bagaimana cara membayar dan melapor atas pajak sewa gedung?

– Sebagai penyewa gedung, setelah Anda membayarkan biaya sewa beserta pajak, pemilik gedung yang akan menyetorkan sendiri PPh atas penghasilan yang diperoleh dengan ketentuan:
Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 Ayat 2 dengan membuat kode billing terlebih dahulu untuk bisa melakukan pembayaran lewat bank. Setelah itu, melakukan penyetoran paling lambat 15 bulan berikutnya. Jika ingin melakukan pelaporan secara on-line untuk PPh Pasal 4 Ayat 2, dapat menggunakan aplikasi e-SPT—layanan elektronik DJP.
– Sementara jika penyewa masuk dalam kategori pemotong pajak, seperti badan pemerintah, bentuk usaha tetap, perwakilan perusahaan luar negeri atau orang pribadi yang ditetapkan oleh DJP, maka pembayaran PPh menggunakan mekanisme pemotongan dengan ketentuan pihak penyewa yang akan memotong PPh, yakni sebesar 10 persen dari uang sewa yang dibayarkan. Pembayaran dilakukan paling lambat tanggal 10 dari bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Baca Juga  Rizal Khoirudin, Menjunjung Integritas dan Membentuk Kepatuhan Wajib Pajak

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *