in ,

Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Natura, Mengedepankan Asas Keadilan?

Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Natura
FOTO: IST

Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Natura, Mengedepankan Asas Keadilan?

Pengertian kenikmatan dalam bentuk natura di Indonesia diartikan sebagai setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja sebagaimana tercantum di dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-03/PJ.23/1984. Sebagai balas jasa tidak dalam bentuk uang, natura dikecualikan sebagai objek pajak sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Selain itu, ketentuan dalam Pasal 9 UU Pajak Penghasilan (PPh), natura tidak boleh menjadi biaya bagi perusahaan yang memberikan natura. Hal ini mengakibatkan natura sesuai dengan ketentuan UU PPh bersifat non taxable dan non deductible. Akan tetapi, sejak berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, natura menjadi objek pajak bagi karyawan dan dapat dibiayakan oleh perusahaan yang mengakibatkan sifat natura berubah menjadi taxable dan deductible. Adapun perlakuan ini didasari oleh urgensi untuk mengedepankan asas keadilan bagi seluruh wajib pajak.

Dengan mengubah pengenaan pajak atas natura yang sebelumnya berada di level perusahaan menjadi level karyawan, diharapkan dapat mencegah celah-celah untuk mengurangi beban pajak (tax avoidance) dan tercapainya pemerataan serta keadilan. Pemerintah sadar bahwasanya pengenaan pajak seharusnya lebih difokuskan pada orang pribadi, bukan badan. Hal ini menjadi titik awal optimalisasi perpajakan khususnya dari segi pajak penghasilan orang pribadi. Pemajakan pada level karyawan ini akan mengeruk potensi penerimaan yang cukup besar dari karyawan tingkat tinggi dan disaat yang bersamaan juga tidak akan memberatkan karyawan di tingkat rendah.

Baca Juga  Dirjen Pajak: Kemenkeu Akan Reviu Usulan Pengenaan Tarif Pajak Kripto

Dalam rangka mengedepankan asas keadilan, perlakuan pajak penghasilan atas natura menjadi salah satu jawaban. Hal ini disebabkan karyawan perusahaan yang hanya menerima natura sebagai penghasilan tetap dikenakan pajak penghasilan sebagaimana karyawan lain yang menerima penghasilan berupa gaji, upah, dan lain-lain. Akan tetapi, penerapan kebijakan ini tentu tidak luput dari tantangan yang dihadapi, yakni adanya kompleksitas administrasi. Penilaian atas natura harus dihitung dan batasan atas natura yang tidak dikenakan pajak juga harus diberlakukan. Dalam proses penilaiannya, terdapat natura yang nilainya relatif kecil atau tidak signifikan. Ketidakpastian mengenai penilai yang tepat terhadap natura dan/atau kenikmatan akan menyulitkan baik dari sisi pemerintah, pengusaha, ataupun karyawan. Batasan atas natura yang tidak dikenakan pajak juga harus dibuat untuk membantu meningkatkan keadilan bagi karyawan yang menerima natura, meningkatkan potensi penerimaan pajak, mencegah celah-celah tax avoidance, serta meningkatkan transparansi atas pengenaan pajak natura kepada karyawan.

Baca Juga  Belum Ada Aktivitas dan Transaksi, Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Badan?

Untuk itu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan menjadi jawaban yang tepat dalam rangka menanggulangi problematika yang ada. PMK 66/2023 menyebutkan bahwa terdapat pengecualian natura dan/atau kenikmatan dari objek pajak penghasilan. Beberapa diantaranya menetapkan batasan nilai tertentu untuk tidak dikenakan pajak, apabila nilai natura dan/atau kenikmatan tersebut melebihi batas atau terdapat selisih lebih dari yang ditetapkan sebagai bukan objek pajak, maka selisih tersebut tetap akan menjadi objek pajak penghasilan.

Ketentuan PMK 66/2023 ini resmi berlaku pada 1 Juli 2023. Untuk itu, pihak pemberi dan penerima dari natura diharapkan memahami perlakuan terkait perpajakan dan kewajibannya. Berlakunya PMK 66/2023 mewajibkan para pemberi natura untuk melakukan pemotongan Pajak Penghasilan atas pemberian natura yang melebihi batas nilai mulai dari 1 Juli 2023. Sedangkan, untuk pemberian natura dalam periode Januari sampai Juni 2023, yang menjadi objek pajak bagi penerima, wajib dihitung, dibayar, dan dilaporkan oleh penerima dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2023.

Baca Juga  Komwasjak: “Core Tax” Bikin Potensi Sengketa Pajak Menurun

Referensi

Firmansyah, R. A., & Wijaya, S. (2022). Natura Dan Kenikmatan sebelum Dan Sesudah undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (PKN), 3(2), 343–359. https://doi.org/10.31092/jpkn.v3i2.1645

Rahmawati, A.S (2023) Bingkisan Dan Natura/Kenikmatan Lainnya Yang Tidak Kena Pajak. Opini Kemenkeu.  https://opini.kemenkeu.go.id/article/read/bingkisan-dan-naturakenikmatan-lainnya-yang-tidak-kena-pajak. Diakses pada 28 Oct 2023.

Thuronyi, V. (1998). Individual Income Tax (Vol. 2). International Monetary Fund.

Penulis: Cecizia Almira Prayogi (Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal Tahun 2022), Jessica Amanda Ginting (Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal Tahun 2022), dan Ragita Aulia Widyandaru (Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal Tahun 2022).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *