OJK: 5 Faktor Pendorong Peningkatan Perdagangan Karbon
Pajak.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan nilai perdagangan di Bursa Karbon Indonesia tercatat sebesar Rp 30,9 miliar dengan volume perdagangan 494 ribu ton setara karbondioksida (CO2e). Nilai itu dihimpun sejak peluncuran Bursa Karbon Indonesia pada 26 September 2023 hingga 30 November 2023. OJK pun memetakan lima faktor pendorong peningkatan perdagangan karbon di Indonesia.
“Dari total nilai perdagangan karbon, sebanyak 30 persen berada di pasar regulasi, 9 persen pasar negosiasi dan 59,7 persen di pasar lelang. Kami optimistis ke depannya, pengguna bursa karbon di dalam negeri akan semakin bertambah,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan yang diadakan secara virtual, dikutip Pajak.com (10/1).
Optimisme itu setidaknya dipicu oleh lima faktor. Pertama, banyaknya industri yang menargetkan net zero emission (NZE), baik dari industri umum, transportasi, perbankan, dan juga industri pertambangan.
Kedua, faktor yang menyebabkan adanya potensi pertumbuhan Bursa Karbon Indonesia adalah peningkatan jumlah unit karbon yang ditransaksikan, baik penambahan unit karbon dari skema karbon kredit atau Sertifikasi Penurunan Emisi Indonesia Gas Rumah Kaca (SPEGRK). Selain itu, ada potensi penambahan jenis unit karbon dari skema allowance Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi – Pelaku Usaha (PT BAE-PU).
“OJK mencatat terdapat peningkatan pengguna jasa di Bursa Karbon Indonesia. Pada akhir November 2023, terdapat 46 pengguna jasa. Sebelumnya, pada Oktober 2023 tercatat 25 pengguna jasa di Bursa Karbon Indonesia,” ungkap Inarno.
Ketiga, faktor dari luar negeri. Sebab potensi Indonesia sebagai negara yang mempunyai cadangan karbon dari sektor kehutanan dan kelautan.
Keempat, faktor lain yang tidak kalah penting adalah implementasi pajak karbon.
“Pengenaan pajak karbon yang menjadi sangat penting karena dapat mendukung keseluruhan ekosistem perdagangan karbon,” tambah Inarno.
Kelima, penguatan koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Seperti diketahui Kementerian ESDM dan KLHK merupakan regulator yang menerbitkan Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).
“Semua perdagangan unit karbon harus melalui sistem registrasi SRN PPI. Dalam waktu dekat, diharapkan terintegrasi antara sistem yang ada di Kementerian ESDM, yaitu APPLE-GATRIK (Aplikasi Perhitungan dan Pelaporan Emisi Ketenagalistrikan) dengan SRN PPI segera terwujud,” pungkas Inarno.
Comments