in ,

Gelar MSF 2023, Bank Mandiri Wadahi Diskusi Penerapan ESG

Gelar MSF 2023
FOTO: Aprilia Hariani

Gelar MSF 2023, Bank Mandiri Wadahi Diskusi Penerapan ESG

Pajak.com, Jakarta – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk gelar acara Mandiri Sustainability Forum (MSF) 2023 bertajuk Sustainable Acts: Why Now, What’s Next?, pada (7/12). Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menuturkan, MSF sebagai wadah diskusi mengenai penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) untuk mewujudkan keberlanjutan dalam pembangunan ekonomi, baik antara regulator, korporasi, asosiasi, lembaga internasional, nasabah, atau pemangku kepentingan lainnya.

“Acara MSF 2023 kami selenggarakan untuk kedua kalinya karena telah menjadi wadah diskusi yang tepat bagi para pebisnis, pemerintah, dan pelaku usaha lainnya terkait potensi dan tantangan ESG ke depan, baik di tingkat global maupun nasional, tentunya dalam konteks mendukung agenda nasional pencapaian NZE (Net Zero Emissions) tahun 2060,” jelas Darmawan dalam sambutannya.

Secara simultan, Bank Mandiri terus berkontribusi terhadap pembiayaan keberlanjutan dan pembiayaan hijau. Hingga kuartal III-2023, perseroan telah menyalurkan kredit ke sektor berkelanjutan sebesar Rp 253 triliun atau 24,9 persen dari total kredit perseroan. Dari nilai itu, pembiayaan ke sektor hijau telah menembus Rp 122 triliun, setara dengan 12 persen penyaluran kredit di periode sama. Penyaluran pembiayaan hijau ini memperkuat posisi Bank Mandiri sebagai market leader dengan share terbesar.

Baca Juga  Sri Mulyani: Perekonomian Indonesia Kuartal I-2024 Tumbuh Kuat, Capai 5,11 Persen

“Dari sisi pendanaan, Bank Mandiri menerbitkan Sustainability Bond sebesar 300 juta dollar AS dengan 8,3 kali oversubscription rate. Penting juga diketahui, kami menjadi bank pertama di Indonesia yang melakukan ESG Repo Transaction dengan nilai mencapai 500 juta dollar AS. Kami secara konsisten telah mengadopsi praktik-praktik ESG secara lebih luas, termasuk di dalam operasional perusahaan. Ketidakpastian ekonomi dan geopolitik saat ini telah menggeser isu keberlanjutan menjadi ketersediaan energi. Kami percaya bahwa isu ESG akan menjadi mainstream. Sekalipun ada guncangan, hal ini tetap menjadi penting ke depan,” ungkap Darmawan.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro juga menekankan, investasi berlandaskan ESG menjadi faktor utama dalam keberlanjutan bisnis. Hal ini tecermin dari hasil riset yang menunjukkan bahwa data penandatanganan Principles for Responsible Investment (PRI) meningkat signifikan. Hingga November 2023, terdapat 5.374 penandatanganan PRI. Selain itu, penerbitan surat utang global terkait ESG telah mencapai 1,5 triliun dollar AS di 2022 atau meningkat hampir 15 kali dibandingkan tahun 2015.

Baca Juga  Presiden Jokowi Serukan Aksi Komprehensif dalam Memerangi TPPU

“Hasil riset tersebut turut menyediakan perspektif baru tentang pandangan bisnis, investor, dan pengelola dana tentang ESG yang dapat menjadi masukan penting untuk perbaikan ke depan. Salah satunya, hasil riset Mandiri Institute menemukan sejumlah tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan ESG terutama di pasar keuangan,” ungkap Andry.

Kendati demikian, diferensiasi produk ESG masih tergolong rendah. Hal ini karena masih rendahnya kesadaran terkait ESG. Merujuk hasil survei Mandiri Institute, hanya 71 persen perusahaan terbuka yang meyakini praktik bisnis dengan prinsip ESG akan menjadi prioritas di masa depan. Dari jumlah itu, hanya 57 persen yang baru menyadari target Nationally Determined Contributions (NDC) atau penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga tahun 2030.

“Hampir seluruh responden telah mempertimbangkan untuk melakukan praktik bisnis ESG ke depannya. Artinya, potensi bisnis berkelanjutan masih sangat terbuka dan Bank Mandiri berkomitmen kuat untuk mengoptimalkan potensi tersebut,” pungkas Andry.

Baca Juga  Apa itu STNK: Definisi, Istilah, Hingga Syarat Pengurusan

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman menyebutkan, sebanyak 44 persen emiten memiliki risiko ESG hingga November tahun 2022.

“Dari sisi pertumbuhan pendapatan, terlihat emiten dengan risiko ESG rendah dan menengah memiliki kinerja keuangan yang lebih baik, dengan distribusi yang lebih adil antara pertumbuhan pendapatan dan penurunan pendapatan. Sementara penurunan pendapatan rata-rata lebih terlihat pada perusahaan dengan risiko ESG yang tinggi. Satu hal penting yang kami peroleh dari gambaran tersebut bahwa peralihan ke praktik bisnis berkelanjutan belum tentu berdampak negatif langsung terhadap kinerja keuangan,” ungkap Iman.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *