Pajak.com, Jakarta – Negara G20 sepakat untuk mengawasi perkembangan aset kripto secara global. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, ada kekhawatiran perkembangan kripto akan membawa instabilitas pada sektor keuangan dan perekonomian dunia. Kesepakatan ini ditetapkan dalam agenda reformasi sektor keuangan global Presidensi G20 Indonesia di Forum Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG).
“G20 sepakati perlunya kerangka pengaturan dan pengawasan pada aset kripto, karena perkembangannya cukup pesat, sehingga jika tidak dipantau bisa timbulkan instabilitas ke pasar keuangan global dan perekonomian,” kata Perry dalam konferensi pers virtual usai memimpin Forum FMCBG, (18/2).
Ia juga mengungkap, negara anggota G20 mengakui, secara keseluruhan kondisi keuangan global di masa pandemi jauh lebih kuat, khususnya perbankan.
“Perbankan global memiliki rasio permodalan, likuiditas, dan manajemen risiko yang kuat. Namun demikian, G20 melihat bahwa pandemi juga menimbulkan dampak dari sektor korporasi ke sektor keuangan. Kemudian, muncul juga jasa keuangan yang diluar perbankan, salah satunya semakin besarnya perkembangan aset kripto,” kata Perry.
Kekhawatiran dunia akan perkembangan kripto agaknya dapat dimaklumi. Berdasarkan Chainalysis (perusahaan asal Amerika Serikat bidang pengkajian aset digital), adopsi kripto secara global meningkat 881 persen pada tahun 2021 dibandingkan tahun sebelumnya. Secara spesifik, tingkat adopsi kripto juga sangat tinggi di banyak negara Asia. Tingkat adopsi India terhadap kripto paling tinggi, yaitu 30 persen; kemudian disusul Malaysia dengan tingkat adopsi 29 persen; dan 28 persen di Filipina. Bahkan, beberapa negara sudah menetapkan kripto sebagai alat transaksi yang sah. Padahal kripto tidak punya nilai fundamental dan memiliki fluktuasi harga yang tinggi.
Comments