in ,

Seberapa Siap Milenial Indonesia Menyambut Metaverse?

Seberapa Siap Milenial Indonesia Menyambut Metaverse?
FOTO: IST

Kini metaverse bukan hanya jargon dunia utopis sebagaimana tertuang dalam novel sains-fiksi karangan Neal Stephenson, Snow Crash (1992), tetapi telah menjadi keniscayaan transaksi dan interaksi masyarakat global. Mula-mula, sang visioner Mark Zuckerberg mengubah nama platform media sosial miliknya dari “Facebook” menjadi “Meta”, kemudian Presiden Jokowi menambah gaung Metaverse semakin nyaring di Indonesia, dengan mewanti-wanti agar semua kalangan bersiap menghadapi era Metaverse.

Metaverse adalah neologisme, peleburan antara kata “meta” (melampaui) dan “universe” (semesta). Secara etimologis berarti melampaui semesta. Dalam dunia seperti ini, realitas virtual akan menjadi penentu utama keberlangsungan hidup manusia. Bukan hanya elemen sosial seperti interaksi, pendidikan, dan kesehatan yang berubah, tetapi juga sisi ekonomi seperti transaksi jual-beli, investasi, bahkan lapangan pekerjaan.

Lalu, seberapa siap Indonesia menghadapi era metaverse yang digembar-gemborkan tersebut?

Generasi Milenial sebagai Tonggak

Berdasarkan survei BPS, penduduk Indonesia didominasi oleh generasi Z (yang lahir pada kurun 1997–2012) dan generasi milenial (lahir pada kurun 1981–1996). Proporsi generasi Z sebanyak 27,94 % dari total populasi dan generasi milenial sebanyak 25,87 %. Namun, usia produktif masih didominasi oleh generasi milenial, sebab mayoritas generasi Z masih dalam usia pendidikan.

Generasi milenial masih menjadi pemeran utama dalam keberlangsungan ekosistem teknologi-informasi di Indonesia. Oleh karena itu, generasi milenial adalah tonggak esensial yang akan menguasai keberlangsungan multiverse di Indonesia. Keunggulan milenial bukan hanya disebabkan kuantitas dan jumlah demografi yang berlimpah, tetapi karena generasi milenial memiliki karakter yang khas.

Baca Juga  Cara Penting Identifikasi dan Lapor Penipuan Digital

Menurut Sebastian (2016), ada delapan karakter utama generasi milenial. Yakni: CollectiveCustomisation, Community, Close To Family, Change Over Generation, Chasing Inspiration, Connected, dan Confidence.  Karakter tersebut didorong kemajuan zaman, dan ditopang juga oleh mudahnya akses terhadap internet: suatu pola komunikasi yang menandai lahirnya generasi milenial. 

Beberapa karakter generasi milenial yang kompatibel untuk era multiverse adalah 1). Customization, karena memiliki sifat adaptif yang lentur, sehingga setiap trend yang sedang berlangsung bisa diterjemahkan ulang dengan pemahaman masing-masing. 2). Community, sebab pada era metaverse, solidaritas antar komunitas akan menjadi nilai tambah. 3). Connected, karena integrasi antar pengguna (user) adalah keniscayaan dalam era virtual, sehingga generasi milenial bisa lebih leluasa. 4). Confidence, sebab kepercayaan diri adalah modal utama untuk mengambil setiap keputusan dengan tanpa mengabaikan risiko. 

Peran Pemerintah

Metaverse adalah sistem yang terkonsentrasi di jagat maya. Oleh sebab itu, pemerintah wajib berkontribusi menciptakan ruang digital yang efisien. Bukan hanya menciptakan rasa aman melalui kebijakan-kebijakan hukum atas semua pelanggaran, penyalahgunaan dan tindak kriminal yang berlangsung di dalam ruang virtual, tetapi juga membangun infrakstuktur, eksositem, dan merangsang tumbuhnya sumber daya manusia yang mumpuni. Proteksi tetap diperlukan, tetapi literasi digital adalah prioritas yang tak boleh di kesampingkan.

Pemerintah mulai menginisiasi gerakan akselerasi generasi digital untuk menyambut metaverse. Langkah ini sangat cermat, karena menunjukan strategi berkepanjangan untuk menyambut era baru perekonomian. Boleh jadi, dampaknya tak akan instan dan terasa secara langsung, tetapi investasi berkepanjangan demi kemajuan bangsa. Hadirnya Merah Putih Fund, dengan gelontoran dana bagi perusahaan-perusahaan rintisan (start-up), juga memiliki andil untuk memproyeksikan bisnis-bisnis strategis yang diciptakan generasi muda.

Baca Juga  Pajak Sepatu Impor Picu Somasi Ke Bea Cukai dan DHL

Dukungan pemerintah ini menghadirkan kesempatan emas, sebab anak bangsa dirancang untuk berkompetisi secara aktif. Anak-anak muda, dengan begitu, bisa menjadi produsen yang menentukan trend perekonomian di era digital, bukan hanya menjadi konsumen yang pasif.

Sumber Baru Penerimaan Pajak?

Menurut Septiargo (2021) di tengah situasi pandemi seperti sekarang, peran otoritas pajak dan keuangan harus lebih ekstra. Bukan hanya berharap sembari menunggu perekonomian pulih seperti sedia kala, tetapi juga dituntut sigap untuk menganilsa tren ekonomi yang tengah berkembang, sehingga dapat melirik sumber-sumber pajak potensial yang baru.

Metaverse akan menandai corak baru perekonomian dunia. Di mana pasar bebas murni (pure open market) akan berlangsung tanpa campur tangan pemerintah sama sekali. Situasi ini memang akan menguntungkan sekelompok orang. Namun di sisi lain, abstainnya kontrol dari pemerintah juga memiliki nilai minus, karena akan menciptakan ketimpangan kepemilikan, di mana jurang antara si miskin dan si kaya akan semakin lebar.

Pemerintah harus mulai merancang peraturan yang lebih spesifik tentang asset-aset yang beredar di dunia digital secara umum, dan pengelolaan pajak dalam tiap transaksi di metaverse secara khusus. Sebab sejauh ini, hanya Undang-Undang Nomor 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang bisa digunakan untuk memungut pajak, dengan landasan hukum bahwa setiap pertambahan kemampuan ekonomi dikenai PPh.

Baca Juga  Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Digital di ASEAN Diproyeksi 2 Triliun Dollar AS

Dalam konteks ini, pengenaan pajak penting karena berhubungan dengan fungsi distribusi, yang potensial mewujdukan pemerataan pembangunan. Pajak-pajak hasil dari transaksi dalam metaverse akan menambah kas negara, yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Pemerintah harus mulai mengkaji sumber baru penerimaan pajak di sektor ini, karena nilainya tidak bisa dianggap remeh.

Kesimpulan

Dengan mengasumsikan bahwa kelompok milenial adalah generasi pertama—dan utama—yang akan menghadapi era metaverse, maka dapat dipastikan bahwa Indonesia hampir berada dalam situasi prima. Argumen ini didukung setidaknya oleh jumlah populasi yang dominan, ditambah tipologi generasi milenial sendiri yang kompatibel untuk melangsungkan aktivitas di jagat metaverse. Peran pemerintah, melalui pembangunan ekosistem dan infrastuktur digital, menjadi indikasi yang sangat baik. Satu-satunya tantangan Indonesia adalah bagaimana mempersiapkan rancangan kebijakan pemungutan pajak yang efisien. Sehingga setiap aktivitas dan transaksi di dunia metaverse bisa berkontribusi untuk menyejahterakan masyarakat, melalui distribusi pajak.

Daftar Pustaka:

Septiargo, Reno (2021). Melirik NFT Sebagai Sumber Baru Penerimaan Pajak. Diakses pada tanggal 1-Januaru-2022 https://news.ddtc.co.id/melirik-nft-sebagai-sumber-baru-penerimaan-pajak-32479

Sebastian, Yoris (2016) “Generasi Langgas; Milenials Indonesia” penerbit Gagasmedia, Jakarta.

Kusumah Fabian Pratama (2021) Sambut Metaverse, Pemerintah Buat Merah Putih Fund diakses pada tanggal 1-Januari-2022 https://teknologi.id/insight/sambut-metaverse-pemerintah-buat-merah-putih-fund

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *