in ,

Pemerintah Siapkan Insentif PPh Badan untuk Sektor Jasa Hiburan

Pemerintah Siapkan Insentif PPh Badan untuk Sektor Jasa Hiburan
FOTO: Dok. Humas Setkab RI 

Pemerintah Siapkan Insentif PPh Badan untuk Sektor Jasa Hiburan

Pajak.comJakarta – Pemerintah tengah siapkan insentif fiskal terhadap Pajak Penghasilan (PPh) badan untuk sektor jasa hiburan, demi mendukung pengembangan sektor pariwisata di daerah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, untuk sektor pariwisata akan diberikan berupa pengurangan pajak dalam bentuk fasilitas Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10 persen dari PPh badan, sehingga tarif PPh badan yang semula 22 persen akan menjadi 12 persen.

“Yang dipersiapkan oleh pemerintah adalah insentif PPh badan. Insentif PPh badan untuk sektor pariwisata itu lebih kepada seluruh sektornya. Dan yang dipertimbangkan Bapak Presiden minta untuk dikaji diberikan insentif PPh badan sebesar 10 persen,” ujar Airlangga di Jakarta, dikutip Pajak.com, Senin (22/01).

Airlangga berujar, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Keuangan (Menkeu) akan menyampaikan surat edaran kepada seluruh bupati/wali kota terkait dengan petunjuk pelaksanaan atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Kesenian dan Hiburan. Adapun ketentuan tarif PBJT terbaru telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Ia berharap, surat edaran ini dapat memperkuat kebijakan yang diambil pemerintah sekaligus memberikan penjelasan kepada para pelaku usaha dan masyarakat di daerah.

Baca Juga  Pengusaha Spa di Bali Protes Pajak Hiburan Naik, Apa Alasannya?

“Jadi, surat edaran bersama Menkeu dan Mendagri akan lebih menjelaskan hal ini karena di dalam undang-undang itu, kan, sifatnya diskresi, sehingga kita tentu tidak ingin ada moral hazard, sehingga harus dipayungi oleh surat edaran,” jelasnya.

Terkait dengan insentif fiskal, Airlangga menuturkan bahwa pada Pasal 101 UU HKPD telah memberikan ruang kebijakan pemberian insentif fiskal untuk mendukung kemudahan berinvestasi, berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya. Insentif fiskal ini dapat diberikan oleh kepala daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional.

“Pemulihan industri pariwisata telah menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya,” imbuhnya.

Ia menambahkan, pemberian insentif fiskal ini ditetapkan dengan peraturan kepala daerah (perkada), dengan memberitahukan kepada DPRD. Dengan ruang regulasi pada Pasal 101 UU HKPD, bupati/wali kota dapat menetapkan tarif yang lebih rendah dari 75 persen atau bahkan lebih rendah dari batas minimal 40 persen.

“Penerapan insentif fiskal dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah, dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam (seperti di Aceh), sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada, sedangkan daerah yang berbasiskan pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya,” jelasnya.

Baca Juga  Pajak Hiburan 40 – 75 Persen, Pengusaha Bisa Ajukan Keberatan ke Pemda

Sebagaimana diketahui, pemerintah dan DPR telah menetapkan UU HKPD sejak awal tahun 2022. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai UU HKPD dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas PBJT yang dipungut oleh kabupaten/kota dan khusus DKI Jakarta dipungut oleh provinsi. PBJT ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10 persen, yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35 persen.

Sedangkan, khusus PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen, sebelumnya dengan UU 28/2009 paling tinggi hanya 75 persen, tanpa pembatasan minimum, sehingga pemerintah daerah bisa saja menetapkan di bawah 40 persen. Pajak hiburan sebesar 40 persen tersebut dibebankan kepada konsumen, sedangkan terhadap pihak penyelenggara jasa hiburan dikenakan PPh badan sebesar 22 persen.

Beberapa daerah juga diketahui telah menetapkan tarif PBJT diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Seperti DKI Jakarta, melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif sebesar 40 persen, sebelumnya 25 persen; dan Kabupaten Badung melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan tarif sebesar 40 persen, sebelumnya 15 persen.

Namun, sebelum berlakunya UU HKPD, beberapa daerah telah menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa yang cukup besar mengacu UU 28/2009. Tarif pajak hiburan sebesar 75 persen, misalnya dikutip di beberapa daerah seperti Aceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, dan Depok.

Baca Juga  Mudah Memahami Pajak Barang dan Jasa Tertentu

Sementara tarif sebesar 50 persen berlaku di Sawahlunto, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Surabaya. Sedangkan, tarif pajak hiburan sebesar 40 persen sebelumnya berlaku di Surakarta, Yogyakarta, Klungkung, dan Mataram.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *