Pemprov NTT Turunkan Tarif PKB dan BBNKB di 2025, PPN Tetap Naik di Tingkat Nasional
Pajak.com, Kupang – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) akan memberlakukan tarif pajak baru mulai 5 Januari 2025. Kebijakan ini mencakup penurunan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk mendorong peningkatan aktivitas ekonomi di daerah. Sementara itu, di tingkat nasional, pemerintah pusat akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tanggal yang sama, meskipun sejumlah barang dan jasa esensial akan tetap bebas PPN.
Plt. Kepala Badan Pendapatan Asli Daerah (BPAD) Provinsi NTT Dominikus Payong menjelaskan, perubahan ini didasarkan pada regulasi terbaru, termasuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PP 35/2023).
“Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk mengoptimalkan pendapatan daerah sekaligus memberikan insentif bagi masyarakat lokal,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Gubernur NTT, Kota Kupang, NTT, dikutip Pajak.com, Kamis (12/12).
Salah satu perubahan utama adalah penurunan tarif PKB dari 1,5 persen menjadi 1,2 persen. Di sisi lain, tarif BBNKB untuk kendaraan roda empat turun dari 15 persen menjadi 12 persen, sementara untuk kendaraan roda enam berkurang dari 14 persen menjadi 12 persen.
Menurut Payong, langkah ini diambil untuk mencegah masyarakat membeli kendaraan di luar daerah yang menawarkan tarif lebih rendah. Tak hanya itu, denda keterlambatan pembayaran pajak yang semula 2 persen kini juga diturunkan menjadi 1 persen, sebagai bentuk kemudahan bagi warga.
“Tarif BBNKB yang lebih murah di luar daerah menyebabkan banyak masyarakat memilih membeli kendaraan di luar. Maka dari itu, tarif BBNKB di NTT kami turunkan menjadi 12 persen,” tambah Payong.
Selain itu, perubahan dalam mekanisme opsen PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66 persen, dengan sistem bagi hasil pajak antara Pemprov dan Pemda Kabupaten/Kota yang sebelumnya diterapkan, kini ditiadakan. Lebih lanjut, Payong mengungkapkan bahwa Pemda akan lebih aktif terlibat dalam operasi tilang gabungan, dengan pajak tilang sebagian diambil dari 2,5 persen opsen pajak.
“Kami ingin memastikan keberlanjutan operasional dan penegakan hukum yang lebih kuat,” tuturnya.
Penyesuaian tarif PPN, meskipun berdampak di Nusa Tenggara Timur, merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Penyuluh Pajak Ahli Pertama Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kupang Jupiter Heidelberg Siburian menjelaskan bahwa mulai 5 Januari 2025, tarif PPN akan dinaikkan menjadi 12 persen.
Namun, barang dan jasa esensial seperti pendidikan, kesehatan, dan sembilan bahan pokok (sembako) akan tetap dibebaskan dari PPN untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah. Barang-barang tersebut termasuk beras, gabah, sagu, jagung, kedelai, dan daging segar. Sedangkan, untuk jasa, beberapa layanan yang hingga saat ini masih bebas PPN meliputi jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan prangko, jasa asuransi, jasa keuangan, serta jasa pendidikan.
“Selain itu, jasa keagamaan, jasa kesenian dan hiburan, jasa angkutan umum di darat, air, serta angkutan udara dalam negeri juga tidak dikenai PPN,” tambah Jupiter.
Ia juga menjelaskan bahwa jasa tenaga kerja, perhotelan, penyediaan tempat parkir, serta jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan umum juga termasuk dalam kategori yang bebas pajak.
“Kami memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat tetap terjamin tanpa dikenakan PPN, sehingga dampaknya minimal bagi kelompok menengah ke bawah,” kata Jupiter.
Ia juga menegaskan bahwa UMKM dengan omzet hingga Rp 500 juta akan tetap dibebaskan dari pajak, sementara karyawan dengan penghasilan di bawah Rp 60 juta per tahun akan mendapatkan kemudahan dalam pengenaan Pajak Penghasilan (PPh). Bukan itu saja, rumah subsidi serta rumah nonsubsidi dengan nilai hingga Rp 5 miliar akan mendapat fasilitas berupa PPN yang ditanggung oleh pemerintah.
“Jadi ada semacam kemudahan buat kita di PPh untuk menggantikannya di PPN. Namun, ada juga yang dibebaskan lebih lanjut, misalnya, rumah bersubsidi. Rumah bersubsidi sudah ditanggung pemerintah bahkan dibebaskan. Jadi, tetap diperhatikan lini mana yang dinaikkan PPN-nya,” pungkas Jupiter.
Comments