Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy Nicholas Mandey mengatakan, peritel modern yang berada di dalam mal hanya mencapai 20 persen dari total ritel di Indonesia, sedangkan sebanyak 80 persen berada di luar mal. Bahkan, mayoritas toko ritel yang tidak ada di luar mal itu tidak sewa toko, melainkan milik perushaaan sendiri atau berupa waralaba.
“Menurut kami Pembebasan PPN sewa di Mall belum comprehensive, karena banyak anggota APRINDO yang diluar mal atau pusat belanja, dengan gedung atau ruko sendiri dan tidak menyewa. Artinya, insentif pembebasan PPN tersebut juga tidak berarti ketika mal atau pusat belanja secara dominan masih tutup, dalam kelanjutan PPKM. Lebih efektif insentif listrik untuk peritel, subsidi pegawai,” kata Roy kepada Pajak.com, pada Senin (26/7).
Ia menilai, insentif PPN DTP 10 persen itu tidak mampu mengompensasi kerugian yang kini dialami oleh peritel. Sebab, dalam dua pekan terakhir saja pengusaha sudah merugi sekitar 30 persen hingga 35 persen dari bulan sebelumnya akibat lonjakan kasus Covid-19 dan PPKM yang berlangsung sejak awal Juli 2021 lalu.
“Jadi kalau dari statement 2020 secara indikator bahwa itu ada lima sampai enam toko swalayan tutup. Dan kalau 2021 setiap hari, satu sampai dua tutup toko. Bayangkan satu minimarket nilainya Rp 1 sampai 1,5 miliar, hypermart Rp 30 miliar sampai 35 miliar. Kita rata-rata saja dikali 1.300 (ritel) sudah berapa angkanya,” jelas Roy.
Comments