in ,

Pahami Perbedaan AJB dan SHM Sebelum Beli Properti

Perbedaan AJB dan SHM
FOTO: IST

Pahami Perbedaan AJB dan SHM Sebelum Beli Properti

Pajak.com, Jakarta – Sebelum membeli properti, penting bagi Anda memahami legalitas kepemilikan tanah atau bangunan berdasarkan dokumennya, ada akta jual beli (AJB) dan sertifikat hak milik (SHM). Lantas, apa bedanya? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan regulasi yang berlaku dan beragam sumber yang kapabel.

Apa itu AJB?

AJB adalah dokumen berupa bukti aktivitas jual beli serta peralihan hak atas tanah atau bangunan.

Apa itu SHM?

SHM merupakan sertifikat atau bukti kepemilikan yang paling kuat posisinya daripada jenis sertifikat lainnya. Tanah yang lengkap dengan SHM biasanya mempunyai harga lebih mahal.

Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, SHM adalah hak turun-menurun, terkuat, dan terpenuh yang bisa dipunyai orang atas tanah atau bangunan. Hak milik bisa beralih dan dialihkan pada pihak lain.

Dengan demikian, pemilik SHM berarti memiliki properti tersebut sepenuhnya, tanpa batas waktu, dan dapat diwariskan.

Baca Juga  BP2MI Usul Barang Kiriman Pekerja Migran Hingga 2.800 Dollar AS Bebas Pajak

Apa perbedaan AJB dan SHM?

  • Lembaga yang mengeluarkan

AJB dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sedangkan SHM dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

  • Masa berlaku.

AJB memiliki masa berlaku yang didasarkan perjanjian dari kesepakatan antara dua belah pihak. Sedangkan SHM tidak memiliki batas waktu dan bisa diwariskan ke generasi berikutnya.

Bentuk

AJB mempunyai bentuk perjanjian jual beli, sedangkan SHM berbentuk sertifikat. Dilihat dari bentuknya, SHM memiliki posisi yang lebih kuat dalam kepemilikan sebuah lahan properti.

  • Proses pembuatan

AJB yang dikeluarkan oleh PPATK memiliki waktu proses pembuatan lebih singkat daripada SHM yang diterbitkan oleh BPN.

Bagaimana cara membuat SHM?

Dengan kekuatan hukum yang lebih kuat, disarankan pembeli memilih properti yang memiliki SHM. Kemudian, apabila Anda merupakan seorang penjual, maka disarankan untuk mengurus SHM terlebih dahulu. Sebab properti yang memiliki SHM akan lebih mahal harganya.

Baca Juga  Kriteria Wajib Pajak yang Harus Membuat Dokumentasi Penerapan PKKU

Berikut prosedur membuat SHM:  

  • Lampirkan dokumen ke kelurahan, meliputi fotokopi Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon, serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun berjalan;
  • Pengukuran ke lokasi. Adapun pengukuran dikerjakan sesudah berkas lengkap dan pemohon menerima tanda terima dari kelurahan. Selanjutnya, pengukuran dikerjakan oleh petugas dengan memperlihatkan batas-batas oleh pemohon atau kuasanya;
  • Hasil pengukuran pada lokasi akan dipatenkan dan dicetak melalui BPN;
  • Terbitlah Surat Ukur ditandatangani dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
  • Sesudah Surat Ukur ditandatangani, akan diteruskan oleh Panitia A yang dikerjakan di Sub Seksi Pemberian Hak Tanah. Anggota pada Panitia A terdiri dari petugas BPN dan lurah di lokasi setempat;
  • Pengumuman data yuridis di kelurahan dan BPN. Data yuridis bagi permohonan hak tanah ini diumumkan di kantor kelurahan dan BPN selama 60 hari. Waktu ini ditetapkan dengan tujuan untuk menjamin bahwa permohonan hak tanah tidak ada keberatan dari lain pihak;
  • Terbitnya SHM;
  • Lakukan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB) yang sesuai dengan luas tanah yang dimohonkan. Jumlahnya bergantung pada luas tanah dan Nilai Jual Objek Pajak atau (NJOP). BPHTB juga dapat dibayarkan ketika Surat Ukur sudah selesai.
Baca Juga  Lapor SPT Tak Benar, Kejati DIY Sita Rp 12 Miliar dari Perusahaan Ini

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *