in ,

MIB Jabarkan Ketentuan Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding

MIB
FOTO: Aprilia Hariani

MIB Jabarkan Ketentuan Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang menguji kepatuhan Wajib Pajak melalui kegiatan pemeriksaan pajak. Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui hasil pemeriksaan pajak, maka ada jalur keberatan dan banding yang bisa dilakukan. Bagaimana ketentuan pemeriksaan, keberatan, dan banding itu? Secara ekstensif, MIB jabarkan dalam sebuah webinar yang didukung oleh Pajak.com. 

Senior Journalist Pajak.com Aprilia Hariani mengapresiasi sinergi yang terus terjalin bersama MIB untuk meningkatkan literasi perpajakan. Menurutnya, edukasi mengenai pemeriksaan, keberatan, dan banding ini penting dipahami oleh Wajib Pajak sebagai bagian dari upaya peningkatan kepatuhan.

“Pemeriksaan pajak merupakan sebuah keniscayaan dalam proses upaya penegakan hukum yang berkeadilan. Wajib Pajak yang tidak setuju atas hasil pemeriksaan memiliki hak untuk mengajukan keberatan hingga banding kepada DJP. Namun, upaya hukum tersebut memerlukan persiapan serta analisis yang baik, agar hasil keputusan tidak menambah risiko yang lebih besar untuk Wajib Pajak.  Maka, dalam webinar kali ini kita akan mempelajari semua ketentuannya,” ujar Aprilia dalam sambutannya, (1/3).

Pajak.com pun berkomitmen untuk terus berpartisipasi meningkatkan literasi perpajakan yang bermuara pada terciptanya kepatuhan sukarela.

“Seirama dengan itu, kami juga ingin memperkenalkan program terbaru dari Pajak.com, yaitu ‘Dari Sobat Pak Jaka’, sebuah kanal khusus bagi bapak dan ibu untuk dapat berbagi pengetahuan dan wawasan tentang perpajakan melalui sebuah tulisan. Dengan adanya program ini kami berharap dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang perpajakan di Indonesia melalui tulisan yang informatif dan inspiratif,” jelas Aprilia.

Secara lebih lengkap, Dari Sobat Pak Jaka merupakan platform yang didedikasikan untuk menggali dan menyajikan berbagai perspektif pembaca dalam dunia perpajakan, ekonomi, dan keuangan. Ayo, aspirasikan suaramu dalam bentuk tulisan di https://www.pajak.com/dari-sobat-pak-jaka/.

Baca Juga  MIB Ingatkan Teknis Penghitungan dan Persiapan Lapor SPT Orang Pribadi

Tax Services Director MIB Maulana Ibrahim turut mengajak masyarakat untuk menyampaikan ide maupun gagasannya melalui kanal terbaru dari Pajak.com tersebut. MIB pun berharap agar sinergi bersama Pajak.com dapat terus terjalin, khususnya dalam rangka meningkatkan edukasi perpajakan.

Sesuai dengan tujuan untuk meningkatkan edukasi perpajakan, MIB hadir membawa webinar dengan topik dan judul Pemeriksaan, Keberatan & Banding Pajak. Webinar kali ini menjelaskan serangkaian proses pemeriksaan pajak, yang dapat berkembang menjadi keberatan pajak hingga banding pajak, tergantung dari hasil pemeriksaan dan penindaklanjutan hasil dari Wajib Pajak.

“Pada webinar kali ini kita membahas pemeriksaan sebagai serangkaian kegiatan menghimpun atau mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan. Definisi ini terdapat dalam Pasal 25 UU KUP (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan),” jelas Maulana.

Ia memerinci, tahapan pemeriksaan pajak diawali dengan penyampaian Surat Perintah Pemeriksaan (SP2), kemudian dilakukan pemanggilan, pengujian, pertemuan dengan Wajib Pajak, surat peminjaman buku/dokumen, penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang dilampiri dengan daftar temuan hasil pemeriksaan dan mencantumkan dasar hukum atas temuan tersebut, Wajib Pajak berhak menanggapi SPHP, melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, penerbitan surat ketetapan pajak (SKP), laporan hasil pemeriksaan, dan quality assurance.

“Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil pemeriksaan tersebut, Wajib Pajak bisa mengajukan keberatan,” ujar Maulana.

Ia mengutip Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 202 Tahun 2015, bahwa terdapat prosedur mengajukan keberatan yang perlu ditaati Wajib Pajak, meliputi diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan.

“Surat keberatan itu harus dasar penghitungan dan alasan-alasan yang jelas dalam mengajukan keberatan. Wajib Pajak juga harus melampirkan fotokopi SKP, bukti pemungutan, atau bukti pemotongan. Perlu juga diingat bahwa satu keberatan diajukan hanya untuk satu SKP, untuk satu pemotongan pajak, atau untuk satu pemungutan pajak,” ungkap Maulana.

Prosedur lainnya, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang masih harus dibayar—paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pelunasan ini harus dilakukan sebelum Surat Keberatan disampaikan.

“Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP dikirim atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga,” ungkap Maulana.

Selain itu, perlu juga dipenuhi ketentuan bahwa Surat Keberatan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak. Dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus. Wajib Pajak juga tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 KUP.

“Setelah itu, kalau Wajib Pajak juga merasa tidak puas dengan hasil keberatan yang dilakukan oleh tim penelaah, maka Wajib Pajak bisa mengajukan upaya hukum selanjutnya, yakni banding (yang diajukan ke Pengadilan Pajak),” tambah Maulana.

Ia menguraikan syarat pengajuan banding, yang meliputi pertama, satu Surat Keputusan Keberatan atas SKP dapat diajukan satu Surat Banding, Wajib Pajak harus melengkapi dokumen administrasi dalam Surat Banding sebanyak dua rangkap (satu asli dan datu fotokopi). Kedua, permohonan banding diajukan secara tertulis menggunakan bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, jangka waktu permohonan pengajuan surat banding, yaitu tiga bulan sejak Keputusan Keberatan diterima.

Keempat, pengajuan banding hanya dapat diajukan ketika besarnya jumlah pajak terutang Wajib Pajak sudah terbayar 50 persen. Dengan demikian, Wajib Pajak harus melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) minimal jumlah pajak yang harus dibayar yang disetujui pada SKP. Kelima, melampirkan dokumen pelengkap, seperti fotokopi akta pendirian dan perubahan yang mencantumkan pengurus yang menandatangani Surat Banding dan Surat Kuasa Khusus.

“Hal yang perlu diperhatikan Wajib Pajak sebelum melakukan banding adalah risikonya, yaitu dalam hal Pengadilan Pajak menolak atau mengabulkan sebagian permohonan banding akan menimbulkan sanksi denda sebesar 60 persen,” ungkap Maulana.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *