Khawatir biaya produksi Naik
Kekhawatiran senada juga diungkap Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja. APPBI bahkan mengusulkan agar pemerintah dapat menunda kenaikan PPN untuk menunggu kondisi perekonomian dan kesehatan di Indonesia membaik seutuhnya. Pemulihan ekonomi dan kesehatan di tanah air diproyeksikan terjadi dua sampai tiga tahun ke depan.
“Kenaikan tarif PPN akan memberatkan kalangan menengah ke atas yang menjadi produsen. Terlebih, di tengah kondisi ketidakpastian global akibat dampak perang Rusia dan Ukraina, pandemi COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih. Kenaikan PPN tidak mampu diserap oleh produsen, sehingga mereka akan membebankan kenaikan tersebut kepada harga barang atau produk. Tentunya ini akan menambah lagi potensi kenaikan biaya-biaya,” ungkap Alphonzus.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Suryadi Sasmita memandang, kenaikan PPN 1 persen ditaksir tidak akan banyak berpengaruh terhadap biaya pokok produksi. Meski harga bahan baku naik karena situasi ekonomi dan politik dunia; ongkos pekerja, yakni UMP tidak naik. Untuk itu, KADIN mengimbau kepada pengusaha untuk tidak menaikkan harga barang dan jasa.
“Kenaikan satu persen, kecil. Kenaikan-kenaikan (harga) itu hanya bahan baku, sedangkan tenaga kerjanya, UMP tidak naik. Tidak akan banyak terpengaruh dengan kenaikan satu persen,” jelas Suryadi.
Usulan Bansos dan insentif
Namun, KADIN Indonesia mengusulkan, agar fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP) dapat tetap diberikan untuk barang kebutuhan pokok, seperti minyak goreng dan gula pasir.
Seirama dengan KADIN Indonesia, Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo juga meminta agar pemerintah segera menyusun ramuan kebijakan yang matang apabila ingin tetap memberlakukan kenaikan PPN 11 persen. Ia menyarankan, kajian itu bisa berupa skema pemberian bantuan sosial (bansos) dan insentif terhadap komoditas strategis.
“Misalnya masyarakat diberikan bantalan sosial, contoh pemberian THR (tunjungan hari raya) untuk rakyat. Untuk komoditi-komoditi sifatnya strategis seperti BBM (bahan bakar minyak), bahan-bahan pokok impor, bisa saja PPN ditanggung pemerintah, sampai ekonomi membaik. Supaya kebijakan PPN yang sudah ditetapkan 11 persen bisa dijalankan,” jelas Andreas.
Comments