Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan berencana untuk menghentikan pemberian pidana bagi pengemplang pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani ingin lebih fokus untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran daripada hukum pidana. Untuk itu, ia pun meminta dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk bisa menyempurnakan aturan perpajakan yang akan tertuang dalam revisi Undang-undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Alasan Sri Mulyani ingin menerapkan aturan tersebut tak lain untuk mendapatkan penerimaan negara yang lebih besar. Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyampaikan, hukum pidana dalam UU KUP saat ini hanya untuk menciptakan efek gentar dan jera terhadap Wajib Pajak. Sementara UU KUP yang berciri ultimum remedium mengedepankan penyelesaian administrasi dengan pembayaran untuk mendapatkan penerimaan negara diprioritaskan daripada hukuman pidana.
Prastowo mencontohkan, bagi Wajib Pajak yang salah mengisi SPT masih bisa membetulkannya dengan dikenai sanksi bunga. Sanksi bunga yang diberikan pun beragam sesuai dengan tingkat kesalahan.
“Saat diperiksa pertama dan diketahui sengaja tidak mengisi dengan benar maka akan dikenai sanksi sampai dengan 100 persen. Jika tetap tidak dibetulkan dan masuk dalam penyidikan, dalam tahap ini masih bisa menyelesaikan dengan administrasi dengan sanksi bunga 300 persen,” tutur Prastowo dalam keterangannya Kamis (27/5/2021).
Dengan cara itu, menurut Prastowo negara akan mendapat penerimaan cukup besar ketimbang memidanakan Wajib Pajak yang mayoritas hanya dilakukan pengurungan dengan denda yang rendah.
Comments