in ,

Implikasi Inisiatif ESG dalam Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Implikasi Inisiatif ESG
FOTO: Aprilia Hariani

Implikasi Inisiatif ESG dalam Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Pajak.com, Jakarta – Saat ini banyak perusahaan multinasional di seluruh dunia menerapkan inisiatif Environmental, Social, and Governance (ESG) terhadap kesadaran membangun bisnis berkelanjutan. Di sisi lain, ketika perusahaan mengadopsi inisiatif ESG, maka dapat terjadi perubahan value chain/model bisnis. Hal tersebut menyebabkan perusahaan perlu melakukan realokasi fungsi dan laba. Senior Advisor Taxprime Emanuel Dewo Adi Winedhar menguraikan implikasi inisiatif ESG dalam penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) atau arm’s length principle (ALP) untuk menentukan harga transfer (transfer pricing). 

“Mengapa ESG relevan (diterapkan)? Karena saat ini terjadi peningkatan nilai dan proposisi merek, misalnya merek fast fashion yang berkelanjutan. Kemudian, meningkatkan inovasi dan efisiensi operasional. Sebagai contoh sebuah perusahaan multinasional mampu menghemat 1,2 miliar dollar AS sejak tahun 2008 (karena menerapkan ESG). Selain itu, akses terhadap biaya modal dan utang yang lebih rendah. Ada juga karena tekanan regulasi—kerangka OECD, CbCR, GRI 207. Lalu, ada mitigasi risiko, stabilitas, dan profitabilitas jangka panjang,” ungkap Dewo dalam “The 11th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar” di Financial Hall Graha CIMB Niaga, Jakarta, (6/12).

Baca Juga  Tak Hanya Susu Impor, DJP Tegaskan Susu Lokal Bebas PPN!

Ia menekankan, besarnya dampak ESG bergantung pada model bisnis industrinya. Misalnya pertambangan/energi, otomotif, pakaian jadi, jasa keuangan, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, adopsi inisiatif ESG akan berimplikasi terhadap beberapa hal dan perusahaan perlu memerhatikannya. Pertama, perusahaan perlu memahami karakteristik industrinya sehingga mampu mengidentifikasi terkait dengan supply chain.

“Lalu apakah ada perbedaan antara perusahaan yang menerapkan ESG atau tidak. Adakah impact ESG buat company, terutama kalau untuk komoditas yang harus (menerapkan) ESG karena mereka ingin dapat pinjaman. Sebab banyak bank terutama bank asing itu sudah mulai memilih-milih—fokus di industri yang lebih green. Jadi, buat perusahaan sangat penting bagaimana untuk diversifikasi produk atau jasannya. Kalau kita sekarang lihat banyak perusahaan pertambangan juga fokus di-renewable energy. Nah, di sini perusahaan perlu memerhatikan transfer pricing impact-nya karena disebabkan kondisi ekonominya berubah, strategi bisnisnya berubah, dan alokasi tipe dengan fungsinya berbeda,” jelas Dewo.

Baca Juga  Jangan Keliru! Ini Perbedaan Penghapusan NPWP dan Status NPWP Non-Efektif 

Kedua, perusahaan yang mulai aware dengan memasukkan ESG perlu memastikan manfaat yang akan diperoleh secara komprehensif dan detail.

“Siapa yang sebenarnya akan mendapatkan manfaat? Misalnya, dalam suatu grup usaha, entitas mana yang memikirkan hal itu? Kemudian, ketika nanti ada biaya tambahan terkait dengan investasi atas ESG, ini biayanya siapa? Karena transfer pricing pada intinya adalah alokasi laba. Alokasi laba, jadi sangat perlu diperhatikan siapa yang menjalankan fungsi itu semua,” ungkap Dewo.

Ketiga, hal yang paling penting adalah memerhatikan masalah pinjaman. Sebab fokus perusahaan adalah untuk mendapatkan cash flow, salah satunya melalui financing, baik melalui utang atau equity.

“Sebagai konsultan atau Wajib Pajak, yang harus diperhatikan adalah transaksi pinjaman ke pihak afiliasi—pinjaman tersebut fokusnya nanti untuk investasi di capital expenditure atau pengeluaran capital untuk renewable energy. Misalnya, ada beberapa proyek insiatif ESG, maka akan dikurangi bunga sehingga itu akan membuat perusahaan akan jadi lebih hemat. Artinya, konsultan pajak atau Wajib Pajak perlu membandingkan pinjaman dengan melihat aspek-aspek yang terkait dengan masalah penentuan harga, lalu terkait dengan comparability sampai nanti mencari pusat pembanding, jadi harus benar-benar diperhatikan,” ungkap Dewo.

Baca Juga  Tarif PPN Indonesia Kompetitif Dibanding Negara Lain? Mengupas Fakta di Balik Angka

Ia menambahkan, kini TaxPrime tengah gencar mengedukasi Wajib Pajak terkait penerapan PKKU dalam mengadopsi inisiatif ESG.

“Jadi, PKKU dalam transfer pricing yang paling penting memerhatikan semua aspek itu, dari supply chain-nya, value chain analysis-nya—apakah hal itu berubah. Pinjaman, investasinya, bagaimana. Sekarang kita sudah mengedukasi Wajib Pajak. Bahkan waktu menentukan harga sudah memasukkan ada namanya sustainability cost. Kita membantu Wajib Pajak untuk melihat kembali posisi transfer pricing-nya,” pungkas Dewo.

Baca juga:

IFA Pertemukan Pemangku Kepentingan, Diskusikan Masalah dan Solusi Perpajakan Internasional https://www.pajak.com/pajak/ifa-pertemukan-pemangku-kepentingan-diskusikan-masalah-dan-solusi-perpajakan-internasional/.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *