in ,

DJP Jelaskan Penghitungan Pajak atas THR

DJP Jelaskan Penghitungan Pajak
FOTO: IST

DJP Jelaskan Penghitungan Pajak atas THR

Pajak.com, Jakarta – Saat ini netizen ramai mempersoalkan pajak atas Tunjangan Hari Raya (THR) yang dipotong lebih besar. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) jelaskan mengenai metode Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 tersebut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Dwi Astuti menegaskan bahwa penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh Wajib Pajak. Hal ini karena metode TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari sampai dengan November.

Kemudian, pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal Pasal 17 dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari – November, sehingga beban pajak yang ditanggung Wajib Pajak akan tetap sama.

“Untuk kasus Wajib Pajak menerima THR, dengan metode penghitungan PPh pasal 21 sebelum TER maka pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan, yaitu PPh Pasal 21 untuk gaji dan PPh Pasal 21 untuk THR. Sedangkan dengan penerapan TER, maka pemberi kerja tinggal menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan dikali tarif sesuai tabel TER. Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar sebab terdiri dari komponen gaji dan THR,” jelas Dwi kepada Pajak.com, (28/3).

Namun, sesuai PMK Nomor 168 Tahun 2023, seluruh PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa pajak Januari hingga November 2024, akan diperhitungkan sebagai pengurang dalam penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak terakhir (Desember).

Baca Juga  Pegawai Tetap, Ini Perbedaan Hitung PPh 21 Gunakan TER dengan Aturan Sebelumnya

Sebagai contoh, seorang pegawai bernama Ibu Ani masuk dalam kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) K/0 dan menerima penghasilan bruto dari kantornya (PT ABCDE) sebesar Rp 6,5 juta pada masa pajak Februari 2024. Pada masa pajak Maret 2024, penghasilan bruto yang diterima Ibu Ani naik menjadi Rp 13 juta karena adanya pembayaran THR dari pemberi kerja.

Maka, Atas penghasilan bruto Februari 2023, Ibu Ani dikenai PPh Pasal 21 dengan tarif TER bulanan kategori A sebesar 1 persen. Dengan demikian, PPh Pasal 21 masa Februari sebesar 6.500.000 x 1 % = 65.000;

Pada masa pajak Maret 2024, penghasilan bruto yang diterima Ibu Ani naik menjadi Rp 13 juta karena adanya pembayaran THR dari pemberi kerja. Maka, TER bulanan kategori A yang berlaku atas penghasilan bruto senilai Rp 13 juta adalah 5 persen. Dengan demikian, besaran PPh Pasal 21 pada Maret 2024 menjadi Rp 13 juta x 5% = 650.000.

Dari contoh tersebut, maka besarnya pemotongan PPh Pasal 21 (Maret 2024) menjadi 10 kali lipat dari PPh Pasal 21 (Februari 2024) dikarenakan berubahnya lapisan tarif TER dari 1 persen menjadi 5 persen.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *