in ,

Pegawai Tetap, Ini Perbedaan Hitung PPh 21 Gunakan TER dengan Aturan Sebelumnya

Perbedaan Hitung PPh 21 Gunakan TER
FOTO: IST

Pegawai Tetap, Ini Perbedaan Hitung PPh 21 Gunakan TER dengan Aturan Sebelumnya 

Pajak.com, Jakarta – Mulai 1 Januari 2024, pemerintah telah memberlakukan skema Tarif Efektif Rata-Tata (TER) untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26 melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. Lantas, apa perbedaannya dengan aturan sebelumnya? Kali ini Pajak.com akan fokus menelaah perbedaan hitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap gunakan skema TER dengan aturan sebelumnya.

Apa itu pegawai tetap? 

PMK Nomor 168 Tahun 2023 mendefinisikan pegawai tetap sebagai pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu—sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.

Apa itu skema TER PPh Pasal 21? 

Secara umum, skema TER untuk menghitung PPh Pasal 21 terbagi menjadi dua, yakni TER bulanan dan harian. TER bulanan dikategorikan berdasarkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak pada awal tahun pajak.

Baca Juga  Pemberi Kerja, Berikut Ketentuan Lengkap Pemotongan PPh 21 Skema TER
Bagaimana pengenaan skema TER PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap? 

Pada Pasal 15 ayat (1) dan (2) PMK Nomor 168 Tahun 2023, TER bulanan untuk pegawai tetap diterapkan untuk penghitungan PPh Pasal 21 per masa, sedangkan tarif Pasal 17 UU PPh digunakan untuk penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir. Ketentuan ini juga berlaku untuk pensiunan atau pegawai yang berhenti di pertengahan tahun.

Dengan demikian, TER bulanan digunakan untuk setiap masa pajak dan penghitungan ulang menggunakan tarif progresif dilakukan untuk masa pajak terakhir, yakni masa saat pegawai tersebut berhenti bekerja (resign).

Adapun kewajiban pajak subjektif untuk pegawai tetap baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember (November), penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan. Kemudian, pajak dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.

Baca Juga  DJP Tegaskan Skema TER Tak Menambah Beban Pajak Baru

Bagaimana tahapan dalam menghitung PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap?

Tahapan utama dalam menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pegawai tetap adalah menghitung seluruh penghasilan bruto yang diterima/diperoleh dalam satu bulan. Penghasilan tersebut, meliputi:

  1. Seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya;
  2. Bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur;
  3. Imbalan sehubungan dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemberi kerja;
  4. Pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja dan iuran jaminan kematian kepada badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, yang dibayarkan oleh pemberi kerja;
  5. Jaminan sosial kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja; dan
  6. Pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

Bagi pegawai tetap, terdapat beberapa pengurangan yang diperbolehkan terkait penghasilan bruto, yaitu:

  1. Biaya Jabatan yang besarnya ditetapkan sebesar 5 persendari penghasilan bruto, paling banyak Rp 6.000.000 dalam satu tahun atau paling banyak Rp 500.000;
  2. Iuran terkait program pensiun dan hari tua, yang terkait dengan gaji, yang dibayar oleh Pegawai melalui pemberi kerja kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, badan penyelenggara tunjangan hari tua yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  3. Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Baca Juga  Perbedaan Skema TER Pajak untuk Pegawai Tetap, Tidak Tetap, dan Bukan Pegawai 

Bagaimana perbedaan hituung PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap menggunakan skema TER dengan aturan sebelumnya? 

A. Aturan lama 

1. Setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir:

  • (Penghasilan bruto sebulan – biaya jabatan – iuran pensiun disetahunkan – PTKP) x tarif Pasal 17 Undang-Undang (UU) PPh dibagi 12.

2. Perhitungan masa pajak terahir:

  • PPh Pasal 21 setahun = (penghasilan bruto setahun – biaya jabatan – iuran pensiun – PTKP) x tarif Pasal 17 UU PPh; dan
  • PPh Pasal 21 masa pajak terakhir = PPh Pasal 21 setahun – PPh Pasal 21 yang telah dipotong selain masa pajak terakhir.

 2. Skema TER 

 1. Setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir:

  • Penghasilan bruto sebulan x TER Bulanan.

2. Perhitungan masa pajak terakhir:

  • PPh Pasal 21 masa pajak terakhir = (penghasilan bruto setahun – biaya jabatan – iuran pensiun – zakat/ sumbangan keagamaan Wajib yang dibayar melalui pemberi kerja – PTKP) x rarif Pasal 17 UU PPh; dan
  • PPh Pasal 21 masa pajak terakhir = PPh Pasal 21 setahun – PPh Pasal 21 yang telah dipotong selain masa pajak terakhir.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *