in ,

Cukai Rokok Naik Rata-Rata 10 Persen Mulai 1 Januari 2024

Cukai Rokok Naik Rata-Rata 10 Persen
FOTO: IST

Cukai Rokok Naik Rata-Rata 10 Persen Mulai 1 Januari 2024

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok naik rata-rata sebesar 10 persen mulai 1 Januari 2024. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani menegaskan bahwa kenaikan CHT ini merupakan amanat dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

“Iya, benar kenaikan (rata-rata) sebesar 10 persen,” ungkap Askolani kepada Pajak.com melalui pesan singkat, (21/12).

Berdasarkan PMK Nomor 191 Tahun 2022, batasan harga jual eceran dan tarif cukai per batang untuk hasil tembakau buatan dalam negeri mulai 1 Januari 2024 adalah sebagai berikut:

1. Sigaret Kretek Mesin (SKM):

  • Golongan I: CHT naik 11,8 persen sehingga harga jual eceran terendah Rp 2.260 per batang (sebelumnya Rp 2.055 per batang);
  • Golongan II: CHT naik 11,5 persen sehingga harga jual eceran terendah Rp 1.380 per batang (sebelumnya Rp 1.255 per batang);
Baca Juga  57 Wajib Pajak Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus

2. Sigaret Putih Mesin (SPM)

  • Golongan I: CHT naik 11,9 persen sehingga harga jual eceran terendah Rp 2.380 per batang (sebelumnya Rp 2.165 per batang);
  • Golongan II: CHT naik 11,8 persen sehingga harga jual eceran terendah Rp 1.465 per batang (sebelumnya Rp 1.295 per batang);

3. Sigaret Kretek Tangan (SKT)

  • Golongan I: CHT naik 4,7 persen sehingga harga jual eceran terendah Rp 1.375 – Rp 1.980 per batang (sebelumnya Rp 1.250 – Rp 1.800 per batang);
  • Golongan II: CHT naik 4,2 persen sehingga harga jual eceran terendah Rp 865 per batang (sebelumnya Rp 720 per batang);
  • Golongan III: CHT naik 3,3 persen sehingga harga jual eceran terendah Rp 725 per batang (sebelumnya Rp 605 per batang);

4. Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) atau Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF)

  • CHT naik 11,8 persen sehingga harga jual eceran terendah Rp 2.260 per batang (sebelumnya Rp 2.055 per batang); dan

5. Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM)

  • Golongan I: CHT naik 4,7 persen sehingga harga jual eceran terendah Rp 950 per batang (sebelumnya Rp 860 per batang);
  • Golongan II: CHT tetap dengan harga jual eceran terendah Rp 200 per batang.
Baca Juga  Data Pendukung yang Diperlukan saat Ajukan Keberatan Penetapan Tarif Kepabeanan

Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan tarif CHT pada golongan SKM, SPM, dan SKT ditetapkan berbeda sesuai dengan golongannya. Selain itu, pemerintah juga memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok elektrik rata-rata 15 persen per tahun.

“Rata-rata (CHT naik) 10 persen. Nanti akan ditunjukkan dengan SKM (golongan) I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 persen hingga 11,8 persen, SPM (golongan) I dan SPM (golongan) II naik hingga 12 persen, sedangkan SKT (golongan) I, II, dan III naik sampai 5 persen,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers usai mengikuti rapat bersama Presiden Jokowi, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, (3/11).

Ia memastikan, dalam penetapan kenaikan CHT, pemerintah telah menyusun instrumen kebijakan cukai yang komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah aspek, mulai dari tenaga kerja pertanian, hingga industri rokok. Di samping itu, pemerintah juga memerhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Baca Juga  Cara Ajukan Izin Pembukuan Berbahasa Inggris dan Satuan Dollar AS ke Kantor Pajak

Pertimbangan selanjutnya, yakni mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi itu melebihi konsumsi protein, seperti telur dan ayam.

“Konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin, yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat perdesaan. Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein telur dan ayam, tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” ungkap Sri Mulyani.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *