in ,

APPBI Inginkan Penundaan PPN Naik 11 Persen

Kedua, kenaikan tarif PPN akan memberatkan kalangan menengah ke atas yang menjadi produsen. Terlebih, di tengah kondisi ketidakpastian global akibat dampak perang Rusia dan Ukraina dan pandemi COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih.

“Kenaikan PPN tidak mampu diserap oleh produsen, sehingga mereka akan membebankan kenaikan tersebut kepada harga barang atau produk. Tentunya ini akan menambah lagi potensi kenaikan biaya-biaya. Ini dikhawatirkan akan mengganggu proses pemulihan ekonomi nasional ditambah lagi dengan ketidakpastian global yang sekarang ini sedang kita hadapi bersama,” kata Alphonzus.

Di lain sisi, Indonesia memiliki posisi pasar yang kuat untuk perdagangan dalam negeri dibandingkan negara-negara tetangga. Namun, dengan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen, pemerintah justru menambah beban bagi produsen. Padahal banyak negara lain yang memberikan kemudahan dari sisi perdagangan.

Baca Juga  Sri Mulyani: Sekitar 40 Ribu Pegawai DJP Sedang Dilatih Operasikan “Core Tax”

Ketiga, bila produsen memutuskan menaikkan harga, maka produk akan lebih sulit terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah yang saat ini daya belinya juga masih belum pulih.

“Itulah yang kami sampaikan kepada pemerintah. Kami sebelumnya (saat dengar pendapat penyusunan UU HPP di Dewan Perwakilan Rakyat/DPR), sudah meminta untuk membatalkan wacana kenaikan tersebut, tetapi pemerintah mempunyai keputusan yang lain. Akhirnya, tetap diputuskan untuk naik meskipun secara bertahap,” tambah Alphonzus.

Ditulis oleh

Baca Juga  Vokasi UI dan HMP Beri Layanan Gratis Konsultasi Pelaporan SPT

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *