in ,

Tantangan dan Permasalahan Perpajakan Ekonomi Digital

Tantangan dan Permasalahan Perpajakan Ekonomi Digital
FOTO: IST

Tantangan dan Permasalahan Perpajakan Ekonomi Digital

Tantangan dan Permasalahan Perpajakan Ekonomi Digital. Saat ini, globalisasi telah menimbulkan perubahan ekstrem dalam perekonomian secara global. Pesatnya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi (information, communication, and technology/ICT) telah memengaruhi pola pikir dan perilaku manusia, khususnya dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Hal tersebut dapat dilihat dari arus transaksi ekonomi internasional berupa jasa, barang dan modal, yang meningkat setiap tahunnya.

Kemudian, dipengaruhi pula oleh munculnya banyak pelaku usaha global, baik perusahaan multi-nasional (multinational corporations) maupun entitas usaha kecil dan menengah (small and medium enterprises) yang dapat mengakses ke pasar global karena difasilitasi oleh ICT, juga peristiwa dan tindakan ekonomi dan bisnis yang dilakukan tanpa perlu kehadiran fisik (physical presence) karena dapat digantikan dengan kehadiran secara digital atau sering disebut Digital Economy.

Dengan kecanggihan ICT dan ekonomi yang semakin mengglobal, pelaku usaha memperoleh kemudahan dalam melakukan kegiatan ekonomi dan investasi tanpa adanya batasan ruang dan waktu. Selanjutnya, munculnya jenis-jenis bisnis digital, seperti e-commerce, start-up, dan financial technology yang ciri dan sifatnya berbeda dengan usaha konvensional, disatu sisi mendorong berkembangnya ekonomi digital, namun disisi lainnya dapat menimbulkan dampak disruptif yang salah satunya berupa permasalahan perpajakan (tax matters) bila perangkat peraturan perpajakannya belum tersedia sehingga dapat menimbulkan kekosongan hukum pajak.

Baca Juga  Dokumen yang Wajib Dilampirkan dalam SPT Tahunan Badan

Sebagai ilustrasi, transaksi dagang yang dilakukan secara konvensional memerlukan kehadiran penjual dan pembeli secara fisik di pasar (market). Dengan perkembangan ICT, model transaksi dagang tersebut mengalami transformasi sehingga tidak perlu dilakukan secara fisik tetapi dapat dilakukan secara online, seperti e-commerce. Transaksi dagang secara online tidak ada hambatan waktu karena dapat dilakukan kapan saja dan tidak ada hambatan ruang/tempat karena dapat dilakukan dimana saja. Kemudahan yang difasilitasi oleh ICT telah mendorong meningkatnya volume dan besaran transaksi dagang baik nasional dan internasional.

Di sisi lainnya, model dan proses bisnis perdagangan secara online tersebut  menimbulkan tantangan dan permasalahan (tax matter and challenges) bagi administrasi perpajakan suatu negara seperti Indonesia. Selain perlu mempelajarinya karena proses bisnisnya berbeda dengan yang konvensional, juga perlu diatur tata cara pemajakan, penyetoran pajak dan pelaporannya, sehingga tercipta kesetaraan perlakukan perpajakan (level playing field) antara pelaku perdagangan konvensional dengan pelaku perdagangan digital. Demikian pula antara Wajib Pajak dalam negeri (resident taxpayer) dengan Wajib Pajak luar negeri (non resident taxpayer).

Baca Juga  Memahami Praktik “Transfer Pricing” dalam Industri Logistik

Untuk mengadministrasi perkembangan transaksi ekonomi digital termasuk lintas negara (cross border) dan memberikan kepastian hukum dibidang perpajakan, diterbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi undang-undang dengan tujuan untuk mengatur perlakuan perpajakan atas kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Selanjutnya, diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 Tentang Tata Cara Penunjukkan Pemungut, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang kemudian disempurnakan terakhir dengan PMK Nomor 60/PMK.03/2022, dengan maksud untuk mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (value added tax/PPN) atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak (taxable digital product and service) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean  melalui PMSE, yaitu perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.

Baca Juga  SPT Tahunan Badan: Ketentuan, Jenis Pajak, dan Tahapan Pengisian

Selanjutnya, pemungut PPN (VAT Withholding Agent) atas transaksi PMSE ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan pemungut tersebut wajib melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN-nya. Ruang lingkup pemungutan PPN mencakup transaksi PMSE lintas negara. Selain kepastian hukum, PMK tersebut memberikan kesetaraan (non discrimination) bagi pelaku usaha PMSE lokal dengan PMSE asing.

 

Daniel Albert Santo, Account Representative KPP Madya Jakarta Timur.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

194 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *