Pajak.com, Jakarta – Kebijakan makroprudensial telah menjadi salah satu pilar utama bagi kebijakan bank sentral, khususnya dalam untuk menjaga stabilitas sistem keuangan terutama di masa pandemi dan era teknologi yang semakin berkembang.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengungkapkan, krisis global di tahun 2008-2009 menyadarkan negara-negara di dunia bahwa makro financial linkage yang semakin menguat beserta risikonya belum dapat dimitigasi secara optimal oleh kebijakan moneter konvensional.
“Kebijakan moneter klasik menargetkan stabilitas makroekonomi dan memiliki fokus pada stabilitas harga. Hal ini tentu saja tidak cukup memadai, khususnya pada saat kondisi hubungan antara sektor keuangan, pembayaran, fintech, dan sektor riil semakin erat dan kompleks,” jelasnya saat Peluncuran Buku “Kebijakan Makroprudensial di Indonesia” secara virtual, Jumat (28/5).
Oleh karena itu, lanjut Destry, implementasi kebijakan makroprudensial yang bersifat countercyclical diyakini dapat menjaga stabilitas keuangan dan stabilitas makroekonomi, serta mencegah terjadinya risiko sistemik. Ia mencontohkan, kebijakan makroprudensial yang secara umum banyak diimplementasikan di berbagai negara adalah melalui penggunaan berbagai instrumen berbasis kredit bank, likuiditas bank, serta permodalan bank untuk mendorong adanya keseimbangan di sektor keuangan.
Kelebihan lainnya, kebijakan makroprudensial dapat digunakan untuk mendorong sektor-sektor tertentu yang menjadi prioritas serta mendorong terjadinya inklusi keuangan, khususnya UMKM.
Comments