in ,

Ini Empat Perusahan Smelter Nikel HPAL untuk Kendaraan Listrik

smelter nikel
FOTO: IST

Ini Empat Perusahan Smelter Nikel HPAL untuk Kendaraan Listrik

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan, saat ini sudah ada empat perusahaan yang telah mengembangkan pabrik pengolahan mineral atau smelter nikel berteknologi hidrometalurgi high pressure acid leach leaching (HPAL) dengan kapasitas produksi 1.035.000 ton mixed hydroxide precipitate (MHP) per tahun. Komoditas ini merupakan bahan baku produk lanjutan prekursor, katoda, hingga baterai kendaraan listrik.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Kemenperin Taufik Bawazier menyebutkan, empat perusahaan yang telah mengembangkan smelter nikel HPAL itu, yakni PT Huayue Nickel Cobalt berkapasitas 400.000 ton per tahun, PT QMB New Energy Material dengan kapasitas 150.000 ton per tahun, dan PT Halmahera Persada Lygend yang memproduksi 365.000 ton per tahun. Ketiga smelter itu telah beroperasi dengan kapasitas produksi total 965.ooo ton per tahun. Selanjutnya, smelter yang dikembangkan PT Kolaka Nickel Indonesia dengan kapasitas produksi 120.000 ton per tahun, masih dalam tahap feasibility study.

“Kebutuhan nikel kadar rendah untuk bahan baku baterai kendaraan listrik akan naik berkala tiap tahun. Kebutuhan bijih nikel limonite kadar rendah 0,8-1,5 persen pada 2025 mencapai 25.133 ton. Kebutuhan tersebut naik menjadi 37.699 ton pada 2030 dan 59,506 ton pada 2035. Ini bisa dimanfaatkan paling tidak setelah pabrik baterai di dalam negeri cukup kuat, sehingga bisa memasok bahan baku nasional ke dalam ekosistem kendaraan listrik dalam negeri,” kata Taufik dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dikutip Pajak.com (9/6).

Baca Juga  Catat! Jadwal Rekayasa Lalin Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Kemenperin memproyeksi, daya baterai yang dibutuhkan untuk kendaraan listrik roda dua sekitar 1,44 kilowatt hour (kWh), sementara daya listrik untuk mobil listrik berkisar 60 KWh. Adapun masing-masing KwH dibutuhkan nikel sekitar 0,7 kilogram (kg), mangan 0,096 kg, dan kobalt 0,096 kg.

“Semua bahan baku ada di Indonesia sekitar 93 persen, di mana 7 persen litium perlu impor. Sementara, ekspor produk olahan bijih nikel masih didominasi oleh feronikel sebanyak 5,7 juta ton dengan nilai 13 miliar dollar AS pada 2022. Adapun ekspor produk hilir baja tahan karat senilai 4 miliar dollar AS. Artinya, ekspor nikel dari Indonesia didominasi oleh produk yang belum sampai ke tingkat yang lebih hilir,” jelas Taufik.

Baca Juga  Jokowi: Saham Freeport Naik 61 Persen, 80 Persen Pendapatannya Masuk ke Negara

Dengan demikian, Kemenperin akan terus berupaya menarik investor dunia untuk mengembangkan hilirisasi nikel demi mendukung pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia.

Pada kesempatan berbeda, Presiden Joko Widodo menekankan, Indonesia memiliki peluang dan kesempatan untuk menjadi negara maju dengan cara membangun ekosistem industri kendaraan listrik. Indonesia, memiliki semua komponen yang dibutuhkan oleh kendaraan listrik, utamanya nikel.

Survei United States Geological pada 2022 menyebut, cadangan nikel Indonesia mencapai 21 juta ton atau setara dengan 22 persen dari cadangan nikel global. Dengan total produksi sebesar 1 juta ton pada 2021, Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara penghasil nikel, jauh di atas Filipina dengan produksi 370.000 ton dan Rusia dengan 250.000 ton.

Baca Juga  Jokowi Resmikan Bandara Panua Pohuwato di Gorontalo

“Baterai mobil listrik ini nantinya akan menjadi ekosistem besar, Indonesia akan menjadi produsen mobil listrik. Karena nikel kita memiliki, tembaga kita memiliki, timah kita memiliki, bauksit kita memiliki, semua komponen yang dibutuhkan mobil listrik itu ada semuanya di Indonesia,” kata Jokowi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *