in ,

Pengenaan Pajak atas Pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Apakah itu UMKM

Diantara kita semua tentunya semua pernah mendengar tentang UMKM, dimana UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Sesuai dengan namanya UMKM merujuk kepada usaha ekonomi produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Undang-undang No. 20 tahun 2008. Untuk pelaku bisnis UMKM adalah masyarakat atau pengusaha yang bisa dikatakan baru (newbie) dalam memulai bisnisnya, sehingga dari sisi asset dan pendapatan yang dimilki belum terlalu tinggi. Keberadaan UMKM juga dirasa penting dan menguntungkan bagi masyarakat, selain menguntungkan untuk pemiliknya tentunya juga akan menguntungkan bagi masyarakat sekitar karena UMKM dapat menyerap atau menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran.

Saat ini masih sering terjadi dilema diantara para pelaku bisnis UMKM terkait pajak yang dikenakan atas usaha yang dimilikinya. Para pelaku bisnis UMKM tidak semua mengerti tentang bagaimana proses pengenaan pajak atas usahanya, sehingga banyak diantara mereka memilih untuk diam dan tidak memproses pelaporan pajak atas usaha yang dimilikinya. Hal itu tentunya bisa menjadi permasalahan yang mengglobal jika terus dibiarkan, maka perlu segera dicarikan solusi agar para pelaku bisnis UMKM bisa dipermudah dalam menyampaikan SPT atau pelaporan pajaknya.

Terkait pajak untuk UMKM pada awalnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dengan tarif pajak penghasilan (PPh) final bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan tarif sebesar 1%. Namun peraturan tersebut sudah diperbaharui kembali oleh pemerintah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dengan perubahan tarif menjadi 0,5%.

Tujuan pemerintah menurunkan tarif tersebut adalah dengan harapan dapat membantu mengembangkan usaha para pelaku bisnis UMKM dan juga untuk menjaga arus kas yang dimiliki agar dapat digunakan sebagai tambahan modal untuk melanjutkan usaha. Berdasarkan perubahan peraturan dan tujuan tersebut sebenarnya tidak ada alasan lagi untuk para pelaku bisnis UMKM untuk tidak menjalankan kewajiban perpajakannya. Dengan penurunan tarif sebesar 0,5% diharapkan dapat merevolusi mental dari para pelaku bisnis untuk lebih disiplin dalam melaporkan pajak atas usaha yang dimilikinya, denga tarif yang bisa dikatakan cukup rendah seharusnya semua pelaku bisnis tidak memanfaatkan hal tersebut untuk menunggak atau malah membuat laporan fiktif atas peredaran bruto yang dimilikinya, malah seharusnya para pelaku bisnis menjadikannya sebagai kesempatan yang bagus untuk melaporkan pajaknya secara jujur dan sesuai peraturan.

Seperti yang kita ketahui terkait perhitungan pajak pada UMKM tentunya didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari usaha yang dihasilkan atau diterima, dan usaha tersebut juga sebelumnya sudah diurus persyaratan administrasinya salah satunya adalah pengurusan NPWP. Persyaratan yang diperlukan saat mendaftar NPWP bagi para pelaku bisnis UMKM antara lain Fotokopi KTP, Fotokopi Surat Keterangan Usaha (SKU), Fotokopi Kartu Keluarga, selain itu dilengkapi juga dengan cara melengkapi formulir pernyataan usaha ditandantangani dan dilengkapi materai Rp. 6000, dan juga mengisi formulir pendaftaran NPWP dengan dilengkapi tanda tangan dari pemohon.

Jika pemohon sudah mendapatkan NPWP, maka kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak usahawan tentunya adalah melakukan pembayaran dan pelaporan pajak. Untuk pembayaran dapat dilakukan di setiap bulannya dengan memperhitungkan nilai omzet yang diperoleh pada bulan yang bersangkutan atau yang sedang dilaporkan. Kemudian omzet tersebut dikalikan dengan tarif 0,5% berdasarkan tariff terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah atau dalam hal ini DJP.

Omzet yang dilaporkan tidak harus selalu sama pada setiap bulannya, karena pada jumlah omzet akan selalu mengalami fluktuasi. Pembayaran dibayarkan paling lambat pada tanggal 15 di bulan berikutnya. Hal ini dilakukan agar pada akhir bulan para pelaku bisnis dapat memperhitungkan terlebih dahulu berapa omzet yang didapat pada bulan tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Pembayaran dapat dilakukan secar online maupun offline. Secara online dapat melalui m-banking ataupun melalui aplikasi marketplace agar lebih menghemat waktu. Selain online pembayaran juga dapat juga dibayarkan di bank langsung melalui teller, dan juga kantor pos. Setelah melakukan pembayaran, tentunya yang terakhir dilakukan adalah melakukan pelaporan SPT Tahunan. Pelaporan SPT Tahunan ini dapat dilakukan secara online melalui situs DJP online ataupun melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang bermitra resmi dengan pihak DJP.

Jadi bagi masyarakat yang dikategorikan sebagai newbie di bisnis UMKM ayo segera lengkapi administrasi perpajakan anda dan segeralah membayar dan melaporkan SPT anda. Jangan takut bayar pajak karena pajak tidak akan membuat usaha anda bangkrut.

Berapa pajak untuk usaha kecil?

Besaran pajak penghasilan usaha kecil ditetapkan sebesar 0,5% dan bersifat final. Tarif pajak tersebut diturunkan sebanyak 50%, sebelumnya adalah 1%. Tarif ini bisa digunakan jika memenuhi syarat yang ditetapkan oleh pemerintah

Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) beromzet maksimal Rp 4,8 miliar setahun dapat menggunakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5%.

Tarif pajak UMKM ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

PP tersebut menggantikan PP sebelumnya Nomor 46 Tahun 2013. Sementara aturan turunannya dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai pajak UMKM, dijanjikan akan segera terbit.

Untuk para pelaku UMKM yang belum tahu mengenai tarif PPh Final ini, keuntungan, dan cara perhitungannya, berikut penjelasannya.

Pemerintah memang memangkas tarif PPh Final dari 1% menjadi 0,5% dengan tujuan membantu bisnis UMKM terus berkembang, menjaga aliran keuangannya (cash flow) sehingga dapat digunakan untuk tambahan modal usaha. Dengan begitu, membayar pajak tidak lagi dianggap sebagai beban dan momok.

Tarif pajak setengah persen hanya berlaku untuk:

1. UMKM yang memiliki peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak. Antara lain usaha dagang, industri jasa seperti toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung atau rumah makan, salon, dan usaha lainnya

2. Berlaku untuk UMKM konvensional atau offline maupun yang berjualan di toko online (marketplace dan media sosial)

Penggunaan tarif istimewa ini pun ada batas waktunya, sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018, antara lain:

1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi selama 7 tahun

2. Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer atau Firma selama 4 tahun

3. Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) selama 3 tahun.

Nah, fasilitas PPh Final 0,5% sudah tidak berlaku lagi untuk UMKM Wajib Pajak Badan PT. Sebab batas waktu untuk menikmati tarif rendah ini hanya sampai akhir tahun pajak 2020.

Dengan begitu, mereka harus menyelenggarakan pembukuan atau menyusun laporan keuangan dengan rapi, serta membayar pajak penghasilan berdasarkan tarif umum sesuai Undang-undang PPh di tahun 2021.

Sementara untuk Wajib Pajak Badan Koperasi, CV atau Firma, batas waktu berlaku PPh Final tersebut hingga akhir tahun pajak 2021. Dan mulai melakukan pembukuan pada tahun 2022.

Tidak ada alasan lagi tidak bisa membuat pembukuan, karena periode waktu yang diberikan sudah cukup bagi UMKM untuk belajar menyusun laporan keuangan. Apalagi di era digital sekarang ini, bikin pembukuan sudah lebih mudah.

Tinggal berselancar di dunia maya, keluarlah cara maupun aplikasi pembukuan sederhana yang bisa ditiru. Bisa juga belajar dari bimbingan Account Representative Ditjen Pajak.

Menghitung Pajak UMKM

Ketika sudah membicarakan pajak, mungkin Anda bertanya-tanya kapan sebaiknya mencari akuntan untuk bisnis Anda. Namun mungkin hal itu bisa Anda tunda dulu karena perhitungan pajak PPh final ini terbilang sederhana.

Anda hanya tinggal menghitung omzet x tarif pph final. Tarif PPh final yang berlaku saat ini adalah sebanyak 0,5% dari omzet yang dihasilkan. Perhitungannya dari setiap transaksi perbulannya dan akan diakumulasikan dalam kurun waktu satu tahun. Mari kita coba simulasikan cara menghitung pajak UMKM ini.

Misalnya, seseorang yang memiliki usaha cemilan keripik, tahun ini mendapat keuntungan Rp150 juta, dengan rincian sebagai berikut:

  1. Januari = 10 Juta
  2. Februari = 15 Juta
  3. Maret = 11 juta
  4. April = 10 Juta
  5. Mei = 15 Juta
  6. Juni = 15 Juta
  7. Juli = 15 Juta
  8. Agustus = 12 Juta
  9. September = 10 Juta
  10. Oktober = 10 Juta
  11. November = 12 Juta
  12. Desember = 15 Juta

Maka, perhitungan pajak yang harus dibayar adalah

  1. Rumus: Omset x tarif PPh Final
  2. PPh final Januari : 10 juta x 0.5% = 50.000
  3. PPh final Februari: 15 juta x 0.5% = 75.000
  4. PPh final Maret: 11 juta x 0,5% = 55.000

Dan begitupun seterusnya, sehingga pajak yang dibayarkan setahun sebesar Rp750.000. Namun tetap untuk PPh Final ini harus dibayarkan setiap bulan melalui e-Billing dengan terakhir pembayaran setiap tanggal 10 di bulan selanjutnya.

Keuntungan PPh Final UMKM

Aturan penurunan tarif pajak menjadi 0,5% sangat bermanfaat bagi pelaku UMKM. Beberapa keuntungan itu, di antaranya:

1. UMKM dapat membayar pajak dengan mudah dan sederhana. Karena PPh Final, maka perhitungan pajak buat UMKM offline maupun online tinggal menjumlahkan peredaran bruto dalam sebulan, kemudikan dikalikan tarif. Simpel kan

2. Bisa mengurangi beban pajak para pelaku UMKM. Dengan tarif murah, sisa omzet bersih setelah dipotong pajak bisa dipakai pengusaha untuk mengembangkan usahanya

3. Tarif pajak yang rendah dapat merangsang orang untuk terjun sebagai wirausaha. Jadi tidak perlu khawatir dibebankan pajak tinggi

4. Dengan tarif istimewa itu diharapkan mendorong kepatuhan UMKM dalam membayar pajak serta meningkatkan basis wajib pajak

5. UMKM bisa naik kelas. Karena setelah mereka dapat menyusun laporan keuangan secara rapi, patuh membayar pajak, dapat menjadi jalan bagi mereka untuk memperoleh akses permodalan lewat bank.

Cara menghitung pajak UMKM ini cukup simple dan tidak sulit dipahami oleh para pelaku usaha tersebut. Dengan nominal tarif yang saat ini berlaku, pebisnis memiliki kesempatan besar untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha yang dikelola.

Jika tetap bingung terhadap masalah perpajakan, Anda bisa konsultasi dengan perencana keuangan karena memang perihal finansial dan akuntabilitas menjadi hal penting yang harus diperhatikan dalam bisnis yang dijalankan.

Sebagai pemilik usaha, sudah merupakan kewajiban untuk membayar pajak dari usaha yang dimiliki. Oleh karena itu, jangan abaikan perhitungan pajak ini dan selalu bayar tepat waktu ya!

Hal yang perlu diperhatikan dalam berbisnis tidak hanya dalam soal perpajakan. Ada berbagai macam tips tentang dunia usaha dan bisnis yang perlu dipelajari dengan seksama. Untuk mendapatkan informasi tersebut, Anda hanya perlu mendaftar di daya.id, dan selanjutnya bisa membaca semua informasi secara tak terbatas setiap harinya.

Kesimpulan:

  • PPh Final berlaku bagi wajib pajak pribadi dan badan yang memiliki omzet usaha kurang dari Rp 4,8 miliar dalam setahun.
  • Pungutan yang dikenakan dari PPh Final hanya 0,5% dari omzet usaha Anda.
  • Sebagai warga negara yang yang teladan, sudah sepatutnya menaati peraturan yang berlaku, termasuk peraturan terkait pajak, khususnya PPh Final.
  • Pajak yang Anda bayarkan digunakan untuk anggaran demi memajukan Indonesia agar menjadi negara yang lebih baik.
  • Jika Anda tak membayar pajak, Direktorat Jenderal Pajak dapat menutup usaha Anda.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *