Pajak adalah sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, mayoritas kegiatan negara tidak akan terlaksana dengan secara efektif. Di antara banyak pajak pemerintah, salah satunya adalah Pajak Penghasilan atau PPh. Pemungutan PPh dilaksanakan pemerintah Pusat khususnya Departemen Keuangan. PPh berazaskan prinsip keadilan yang artinya terdapat kesamaan dan pemerataan beban pajak yang wajib dibayar oleh masyarakat Wajib Pajak (WP). Jika penerimaan pajak terus mengalami peningkatan maka pemerintah akan memperoleh modal guna melaksanakan pembangunan yang efektif dan efisien sehingga proses pembangunan dapat berjalan dengan lancar.
Sektor pajak mayoritas bersumber dari sektor riil ekonomi. Salah satunya Adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan unit usaha yang dikelola oleh kelompok masyarakat maupun keluarga yang mayoritas pelaku bisnis Indonesia. UMKM berdasarkan aset dan omset per tahun, bahwa usaha mikro adalah usaha yang memiliki aset maksimal Rp 50 juta dan omset maksimal Rp 300 juta. Usaha kecil memiliki memiliki aset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta dan omset lebih dari Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5 miliar. Sedangkan usaha menengah memiliki aset lebih dari Rp 500 juta sampai dengan Rp 10 miliar dan omset lebih dari Rp 2,5 miliar sampai dengan Rp 50 miliar (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil Menengah).
Dalam hal pajak penghasilan atas UMKM tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 ini menurunkan tarif pajak yang semula 1 persen menjadi 0,5 persen. Adapun tarif pajak ini dikarenakan atas peredaran bruto sesuai prinsip presumptive tax, yakni perhitungan nilai pajak terutang berdasarkan indikator selain penghasilan neto. Tarif final PPh 0,5 persen ini diberlakukan dalam jangka waktu yang telah lama ditetapkan yaitu selama 7 tahun untuk Wajib Pajak (WP) orang pribadi, 3 tahun untuk perseroan terbatas , dan 4 tahun untuk Wajib Pajak (WP) badan selain perseroan terbatas.
Adapun, hitungan omset yang menjadi acuan dikenakan tarif PPh final 0,5 persen adalah omset per bulan. Bila selanjutnya omset Wajib Pajak (WP) melebihi Rp 4,8 miliyar, maka tarif yang sama 0,5 persen tetap dikenakan sampai dengan akhir tahun pajak Wajib Pajak (WP) tersebut selesai. Meskipun pemerintah telah menurunkan tarif pajak yang semula 1 persen menjadi 0,5 persen. Namun, dalam sektor perpajakan UMKM belum mencerminkan kontribusi yang dominan.
Alasan UMKM Malas Bayar Pajak
Direktur eksekutif center for information taxation analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan seharusnya pertumbuhan Wajib Pajak (WP) UMKM yang memenuhi kewajibannya dapat lebih banyak. Alasannya tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sudah melandai dari 1 persen menjadi 0,5 persen, sehingga wajarnya jumlah Wajib Pajak (WP) UMKM jauh lebih banyak. Prastowo mengindikasi ada tiga alasan mengapa UMKM malas bayar pajak.
Pertama, kurangnya sosialisasi otoritas pajak terhadap kewajiban dan kemudahan pembayaran pajak UMKM. Kedua, kurangnya dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) mendukung UMKM. Ketiga, pola UMKM berpindah dari offline ke platform digital. Perpindahan model bisnis ini justru malah menggocek otoritas pajak menjaring pajak UMKM.
Faktor Penghambat Pelaku UMKM Dalam Pambayaran Pajak
Dari Beberapa alasan UMKM malas dalam membayar pajak tentu saja disebabkan oleh beberapa faktor penghambatnya. Pertama, kurangnya memahami peraturan pemerintah dalam ketentuan pajak. Kedua, kurangnya pengetahuan dalam pengelolaan pembukuan keuangan untuk wajib pajak, ketidaktahuan wajib pajak dalam melakukan pembukuan ini biasanya terjadi pada UMKM yang memang kurang paham mengenai pembukuan dan menghitung, menyetor dan melaporkan pajak terhutangnya. Ketiga, sumber daya manusia yang sudah berjalan baik namun masih kurangnya penganggaran program.
Upaya Pemerintah Meningkatkan Pajak UMKM
Dalam beberapa tahun terakhir sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) telah berhasil menjelma menjadi sumber penggerak ekonomi baru di Indonesia. Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat mencapai 61,41 persen. dengan dominasi tersebut, UMKM setidaknya menyerap hampir 97 persen total tenaga kerja nasional dan memiliki proporsi 99 persen dari total pelaku usaha di Indonesia. Namun, dalam sektor perpajakan UMKM belum mencerminkan kontribusi yang dominan sebagaimana pengaruhnya terhadap perekonomian dan penyerapan tenaga kerja.
Untuk itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus berupaya meningkatkan tingkat partisipasi pajak UMKM dengan menciptakan ekosistem perpajakan yang ramah. Pemetaan perpajakan yang mudah bagi UMKM. Adapun langkah yang dilakukan pemerintah yaitu:
Pertama, menerapan tarif yang mudah dan ringan bagi UMKM. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 46/2013 tentang Pajak Final UMKM, pemerintah telah memberikan skema khusus berupa Pajak Penghasilan Final 1 persen dari total penghasilan yang diperoleh bagi UMKM dengan omset hingga Rp 4,8 miliar. Tak hanya itu, pada tahun 2018 pemerintah berencana memberikan insentif spesial bagi UMKM dengan menurunkan tarif tersebut hingga menjadi 0,25 persen sebagai upaya merangkul partisipasi perpajakan UMKM agar menjadi lebih luas.
Kedua, menciptakan perpajakan yang ramah bagi UMKM bukan hanya dilakukan dengan memberikan tarif pajak yang rendah. Tetapi pemerintah juga mengembangkan inovasi menciptakan aplikasi perpajakan bagi UMKM yang memiliki fungsi untuk merekapitulasi pendapatan UMKM sekaligus sebagai kasir online. Tujuannya untuk memudahkan pengusaha UMKM dalam mengenali omset usahanya, memberikan kepraktisan pembukuan, hingga kemudahan perhitungan perpajakan bagi usaha mereka. Saat ini, Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Pajak telah menggandeng empat perusahaan sebagai penyedia jasa aplikasi perpajakan atau application Service Provider (ASP).
Ketiga, membuat sinergitas dan komunikasi yang baik untuk menjalin hubungan timbal balik baik secara langsung bersama UMKM. Hal ini dilakukan Kemenkeu dengan cara memberikan esistensi perpajakan, menciptakan layanan komunikasi yang responsif, serta inovasi dengan menggandeng UMKM.
Keempat, melakukan kerja sama dengan civitas akademika politeknik keuangan negara (PKN) STAN. Tidak hanya itu langkah dalam menciptakan perpajakan yang ramah juga disambut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan memberikan fasilitas kemudahan impor. Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah (KITE IKM) guna mendorong UMKM menembus pasar global. Langkah-langkah tersebut merupakan wujud nyata untuk menciptakan pajak yang ramah bagi mitra UKM. Sehingga diharapkan mampu meningkatkan UMKM untuk tidak hanya ada dominan dalam mengembangkan perekonomian bangsa namun juga bisa memberikan sumbangsihnya untuk turut bergotong-royong membangun negara yang adil, makmur, dan berdaulat melalui pajak.
Referensi
https://www.perpajakan.ddtc.co.id/rekap-aturan/detail/18
https://www.amp.kontan.co.id/news/umkm-malas-bayar-pajak-ini-kata-pengamat
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/menciptakan-pajak-yang-ramah-untuk-umkm/
Maula, Kholida Atiyatul. 2018. Pengaruh Dan Pemahaman Tentang Peraturan Perpajakan, Pengalaman Dalam Melaksanakan Kewajiban Perpajakan, Motivasi Wajib Pajak Dan Kemudahan Dalam Membayar Pajak Terhadap Penerapan Pajak UMKM. Jurnal Rekomen. 2 (1).
Maulida, Alfiatul. 2018. Kepatuhan Pembayaran Pajak Pada Pelaku UMKM ( Usaha Mikro Kecil Menengah) Pasca Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Di Kota Gede Yogyakarta. Jurnal UMKM Dewantara. 1 (2).
Ningrum, Yuni Mulya, Siti Ragil Handayani, dkk. 2016. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Penghasilan Yang Diperoleh Waib Pajak Sector UMKM (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sidoarjo Selatan). Jurnal Perpajakan (JEJAK). 10 (1).
Comments