in ,

Dampak Insentif Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM

UMKM merupakan salah satu sektor usaha, dimana aset dan omset yang dimiliki terbatas. Seperti layaknya usaha pada umumnya, UMKM memiliki ciri khas diantaranya menjual komoditi yang tidak tetap, memiliki manajemen sistim yang belum rapi, SDM yang rendah, dan sulit mendapatkan pendanaan dari bank (Santoso, 2020) . Terlepas dari itu UMKM memiliki kontribusi yang cukup signifikan dalam perekonomian Indonesia, 99% usaha didominasi oleh UMKM yang menyerap hingga 97% dari total jumlah tenaga kerja (Kementrian PPN/ Bappenas, 2021). Mengutip data yang dipublikasikan Kementrian Keuangan, sumbangsih UMKM pada PDB berkisar 61,07 % dari total PDB nasional, artinya potensi UMKM pada setiap tahunnya memiliki peran yang sangat penting. Di tengah perkembangan UMKM yang kian melesat pemerintah menyiapkan perhatian yang kusus, salah satunya adalah dalam bidang perpajakan. Pajak UMKM merupakan tarif yang dikenakan pemerintah bilamana suatu usaha memiliki omzet maksimal 4,8 M per satu tahun pajak, dan dikenakan  tarif sebesar 0.5 % yang berlaku mulai Juli 2018, tarif ini mengalami penurunan yang sebelumnya dikenakan sebesar 1 % (Direktorat Jenderal Pajak, 2020).

Sesuai PMK- 86/PMK.03/2020 latar belakang pemerintah menciptakan insentif pajak UMKM adalah menjangkau sektor yang akan diberikan insentif, dampak insentif lebih terasa bagi wajib pajak, dan menjangkau lebih banyak wajib pajak. Insentif ini  diharapkan dapat memulihkan ekonomi akibat adanya pandemi COVID-19 serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Menurut Norman D. Nowak (Moh. Zain : 2004) Kepatuhan wajib pajak memiliki pengertian “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, yang tercermin dalam situasi :

Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas

Menghitng pajak yang terhutang dengan benar

Membayar pajak yang terhutang tepat pada waktunya. ”

Penilaian tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dari hasil target dan realisasi penerimaan pajak UMKM sebelum dan sesudah diterapkannya peraturan. Seperti contoh data target dan realisasi penerimaan pajak UMKM KPP Pare, realisasi penerimaan pajak UMKM periode Juli hingga Desember 2017 sebesar Rp 8.707.817.837, apabila dibandingkan dengan penerimaan pajak pada periode Juli hingga Desember 2018 atau awal mula diberlakukannya insentif pajak sebesar Rp Rp 12.853.297.165. Data diatas menggambarkan adanya trend positif setelah dilaksanakannya program insentif pajak, kepatuan wajib pajak semakin meningkat walaupun jumlahnya belum memenuhi target.

Dalam UU PPh pasal 31 E ayat 1 diatur bahwa wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan 50.000.000.000 per satu tahun pajak, mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal 28%. Kemudian muncul PP No 23 Tahun 2018, dimana kebijakan tersebut lebih mengatasi sejumlah kekurangan yang ada di peraturan sebelumnya. PP No 23 Tahun 2018 membahas tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, salah satu pokok penting yang perlu digaris bawahi yaitu wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto maksimal 4,8 M per satu tahun pajak mendapatkan fasilitas PPh final sebesar 0.5%. Pemanfaatan insentif dapat dirasakan wajib pajak badan berbentuk PT sejak 2018 hingga akhir tahun pajak 2020, sedangkan wajib pajak koperasi, CV, dan firma dapat memanfaatkannya hingga akhir tahun pajak 2021.

Lantas apa tanggapan pelaku UMKM terhadap adanya insentif pajak ? Apa manfaat yang dirasakan para pelaku UMKM?

Menurut ibu Azizah salah satu pelaku UMKM di Kabupaten Kediri, insentif pajak kurang membantu, hal ini disebabkan daya beli masyarakat menurun yang berimbas pada merosotnya pendapatan dan pajak yang dibayarkan. Beliau menuturkan saat ini yang sangat dibutuhkan UMKM tidak lain uang cash, agar cash flow usaha menempati posisi aman. Oleh sebab itu insentif pajak kurang bermanfaat bagi umkm, walau sebenarnya dapat meringankan beban finansial,

Melihat begitu pentingnya kontribusi pajak dalam APBN serta pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah berusaha semaksimal mungkin untuk terus meningkatkan upaya agar kepatuhan wajib pajak di Indonesia semakin tinggi, hal ini tidak lepas dari partisipasi masyarakat. Harapannya dengan tingginya tingkat kesadaran pajak, perekonomian Indonesia akan jauh lebih baik dari tahun tahun sebelumnya.

Dapat ditarik kesimpulan adanya insentif pajak memiliki dampak yang kurang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Meskipun terdapat trend positif, namun kebijakan ini perlu didukung oleh kebijakan pemerintah yang lain, karena pandemi yang berkepanjangan menyebabkan UMKM  gulung tikar atau berhenti beroperasi sehingga munculnya rasa enggan melapor, menghitung, dan membayar pajak oleh wajib pajak.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *