in ,

PAJAK BERDASARKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PADA E-COMMERCE PLATFORM

PAJAK BERDASARKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PADA E-COMMERCE PLATFORM

Abstrak

Perkembangan teknologi baru dan permintaan konsumen yang beragam telah meningkatkan ritel digital industri hari ini. Hal ini juga mempengaruhi cara pembeli/konsumen mendapatkan barang dan jasa yang mereka inginkan. Konsumen beralih ke e-commerce dan seluler untuk melakukan pembelian yang biasanya dilakukan secara fisik. Ini perubahan gaya belanja sebagian besar didorong oleh munculnya banyak tempat pasar dan platform. Perubahan ini juga akan berdampak pada perpajakan transaksi. Pemerintah dari Indonesia tidak memiliki aturan yang lebih spesifik, yang ada hanya Surat Edaran (Surat Edaran) yang mengatur tentang Penegasan Peraturan Perpajakan Transaksi E-Commerce yaitu Peraturan Perpajakan SE-62/PJ/2013 perdagangan elektronik mengikuti NS penghasilan pajak hukum dan nilai ditambahkan pajak.

(file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/SSRN-id3522835.pdf)

Definisi

Basis Pajak adalah jumlah total pendapatan, harta benda, kekayaan, konsumsi, transaksi, atau kegiatan ekonomi lainnya yang dikenakan pajak oleh otoritas pajak. Basis pajak yang sempit tidak netral dan tidak efisien. Basis pajak yang luas mengurangi biaya administrasi pajak dan memungkinkan lebih banyak pendapatan yang akan dinaikkan pada tingkat yang lebih rendah.

https://taxfoundation.org/tax-basics/tax-base/)

Transaksi Elektronik adalah proses bisnis dimana uang ditransfer secara elektronik dari satu tempat ke tempat lain. Bisa melalui internet banking, ATM, dari bursa efek perdagangan atau hanya penyelesaian faktur untuk beberapa layanan/barang.

( http://eumerchantaccount.com/what-is-an-e-transaction/#:~:text=Etransaksi%20maka%20berarti%20a%20bisnis%20proses%20dimana%20uang,atau%20hanya%20an%20faktur%20penyelesaian%20untuk%20beberapa%20layanan%2Fbarang.)

Platform adalah sekelompok teknologi yang digunakan sebagai basis di mana aplikasi lain, proses atau teknologi yang dikembangkan.

https://www.techopedia.com/definition/3411/platform-computing)

Platform umumnya menggambarkan lingkungan operasi tempat aplikasi dapa mengeksekusi dan yang menyediakan kemampuan yang dapat digunakan kembali seperti sistem file dan keamanan.

https://martinfowler.com/articles/talk-about-platforms.html)

Platform e-commerce adalah aplikasi perangkat lunak di mana kedua belah pihak, penjual dan konsumen, datang dan mainkan perannya. Pada dasarnya, konsumen harus dapat menggunakan e-platform perdagangan untuk menemukan produk, berbelanja menggunakan kereta, dan kemudian check out.

https://business.adobe.com/au/glossary/ecommerce-platforms.html#q1 )

Platform e-commerce adalah perangkat lunak yang memungkinkan proses jual beli secara komersial melalui internet. Platform e-commerce membutuhkan fitur pencarian yang memungkinkan pelanggan menemukan produk tertentu, fitur keranjang yang memungkinkan mereka mengelola pesanan, dan fitur pembayaran.

https://ecommerce-platforms.com/ )

B. Nomor

Kawasan Asia Tenggara (SEA) diprediksi menjadi kawasan dengan ekonomi internet tercepat pertumbuhan. Dalam satu dekade terakhir, dinamika bisnis digital di berbagai lanskap telah terasa di berupa munculnya usaha-usaha baru atau penguatan usaha-usaha yang sudah ada secara besar-besaran. Investasi skala. Untuk melihat kondisi terkini, Google dan Temasek kembali merilis laporan riset bertajuk e-Conomy SEA 2018. Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan tercepat dan ukuran pasar terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2018 angka tersebut mencapai $27 miliar, akan berkontribusi $100 miliar pada tahun 2025. Pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia sangat pesat, karena pada tahun 2015 angkanya hanya mencapai $8 miliar, artinya tahun ini telah tumbuh lebih dari 4x. Untuk tahun ini, Thailand adalah yang terbesar kedua dengan $12 miliar.

Indonesia memimpin pangsa pasar dengan putaran nilai bisnis tertinggi / Google-Temasek. Sektor e-commerce menjadi yang paling dinamis dalam tiga tahun terakhir. Dinamika ini disebabkan oleh proses adaptasi besar-besaran di antara konsumen. Tahun ini sektor e-commerce berhasil kontribusi nilai putaran bisnis mencapai $23 miliar, diprediksi pada tahun 2025 akan mencapai $100 miliar. Unicorn di SEA seperti Lazada, Shopee, dan Tokopedia dinilai oleh Google dan Temasek memainkan peran penting dalam mengembangkan bisnis ini. Di sektor e-commerce, Indonesia tetap menjadi pemimpin pasar dengan nilai bisnis mencapai $12 miliar pada tahun 2018. Sedangkan negara lain seperti Thailand dan Vietnam baru mencapai sekitar $3 miliar tahun ini. Perjalanan online adalah yang terbesar tahun ini.

Penelitian menyatakan bahwa lanskap ini mencakup tiga sub- yaitu persewaan liburan online, hotel online, dan penerbangan online. Penjualan tiket pesawat masih mendominasi tahun ini, dengan pendapatan mencapai $ 18,4 miliar, diikuti oleh pemesanan hotel di $ 10,7 miliar dan sewa kendaraan sebesar $0,6 miliar. Nilai total hampir $30 miliar akan mencapai $78 miliar pada tahun 2015, dengan porsi penjualan tiket pesawat mendominasi $40 miliar. Tidak seperti e-commerce, di sektor online travel, Indonesia juga memegang pangsa pasar terbesar nilai. Tahun ini Indonesia menyumbang $8,6 miliar, akan mencapai $25 miliar pada 2025. Indonesia juga memimpin pangsa pasar di sektor ini. Angka tahun ini adalah $2,7 miliar, diproyeksikan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2025 mencapai $8 miliar.

(https://dailysocial.id/post/indonesia-kuasai-ekonomi-digital)

TUGAS 2

PENGANTAR

FENOMENA

Internet telah membuat dunia tidak terbatas. Kemampuan internet menjangkau seluruh pelosok dunia yang terhubung melalui jaringan online dapat membuat penggunanya terhubung satu sama lain. Tidak mengherankan, jumlah pengguna melonjak drastis setiap tahun. Dengan meningkatnya pengguna internet telah mendorong revolusi sistem teknologi informasi digital pada akhir abad ke-20 yang berlangsung dalam perekonomian global.

Ekonomi digital merupakan hasil dari proses perubahan yang dilakukan melalui informasi dan sistem teknologi komunikasi. Kebangkitan ekonomi digital terkait dengan revolusi industri 4.0 dari revolusi industri 3.0. Revolusi industri 4.0 berkaitan dengan semua mesin yang terhubung melalui sistem internet atau yang diketahui digunakan sistem siber yang fokus pada digitalisasi (Okestories, 2018). Pergeseran dalam revolusi industri inilah yang telah mengakibatkan pergeseran perdagangan ekonomi konvensional menjadi perdagangan ekonomi digital. Ekonomi digital ini mendorong munculnya dan berkembangnya bisnis perdagangan berbasis internet (Online Business). Satu salah satu kegiatan bisnis online yang berkembang pesat yaitu Electronic Commerce yang sering disingkat E-Commerce. E-Commerce adalah penggunaan komputer dan jaringan komunikasi untuk proses bisnis (transaksi jual beli). Indonesia adalah negara terpadat keempat di dunia dengan populasi lebih dari 250 juta, di mana hampir semua warga bisa mengakses internet dengan mudah. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan digital terbesar nilai ekonomi dan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara. Transaksi e-commerce di Indonesia memiliki berkembang pesat dalam tiga tahun terakhir. Sekarang ada sekitar 10 juta penjual aktif yang bertransaksi melalui Perdagangan elektronik. Dimana sebagian besar adalah pengusaha mikro dengan pendapatan kurang dari Rp. 300 juta setiap tahun. Media sosial merupakan platform yang paling banyak digunakan dalam transaksi E-Commerce. Menurut survei penggunaan media sosial dalam transaksi E-Commerce di Indonesia adalah 80%. Media sosial yang paling banyak digunakan dengan 92% adalah Facebook.

Survei Asosiasi E-Commerce Indonesia (IDEA) menyatakan bahwa 16 persen menggunakan platform marketplace, seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee. Bisnis Online E-Commerce di Indonesia akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya pengguna internet di Indonesia. Bisnis E-Commerce yang terus berkembang akan menjadi salah satu sumber penerimaan/penerimaan negara yang cukup besar. Salah satu sumber penerimaan negara dari E-Commerce adalah melalui pajak atas E-Commerce transaksi, asalkan realisasi perpajakan berjalan dengan baik. Rao (2000) menyatakan bahwa meningkatnya jumlah internet pengguna yang berdampak pada peningkatan omzet perdagangan elektronik ternyata menyebabkan beberapa permasalahan di bidang keuangan, salah satunya adalah pajak penjualan barang di internet. Menurut Ditjen Pajak jumlah pelaku e-commerce kurang lebih 1600 e-niaga, dan baru 1000 yang baru teridentifikasi dan 600 belum teridentifikasi oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dari 1000 pelaku e-commerce, hanya 620 yang memiliki NPWP. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya kepatuhan masyarakat Indonesia sebagai wajib pajak dalam membayar pajak dan melaporkan SPT sesuai dengan dengan peraturan yang berlaku.

Rahayu (2010) mendefinisikan kepatuhan pajak sebagai suatu kondisi dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakannya hak perpajakan mereka. Kepatuhan pajak adalah pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan sebagai Wajib Pajak dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pembangunan saat ini yang diharapkan dapat diberikan sukarela dalam pemenuhannya. Indonesia memiliki peta jalan e-commerce yang mengatur perizinan, perpajakan, holding, dan dukungan untuk e-commerce. Peta jalan e-commerce juga mengatur perlindungan masyarakat. Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74/2017 tentang Sistem Perdagangan Elektronik Nasional Roadmap (peta jalan e-commerce) 2017-2019.

B. KEBARUAN

Pelaksanaan perpajakan e-commerce diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang mulai berlaku 1 April 2019. Target dalam PMK Nomor 210/2018 untuk Penyelenggara dan pedagang platform pasar. Pemerintah tidak menetapkan tarif atau jenis pajak baru untuk e-niaga aktor. Tujuan PMK adalah untuk menciptakan kesetaraan antar pelaku ekonomi. Objek pajak di PMK e-commerce adalah transaksi perdagangan yang berhubungan dengan platform marketplace pada penyedia layanan, para pedagang dan pembelinya. Penyedia layanan antara lain Lazada.co.id, Olx.co.id, Bukalapak.com, Tokopedia.com. E-commerce PMK hanya membutuhkan marketplace yang berbasis di Indonesia.

Sementara besar marketplace yang berbasis di luar Indonesia tidak diatur dalam e-commerce PMK. Ini bisa membuat lapangan bermain yang tidak seimbang antara platform pasar dan media sosial. E-commerce PMK tidak mengatur transaksi antara pengguna dan penyedia media sosial termasuk mesin pencari. Misalnya terkait iklan di Facebook, Google atau Youtube. NS reklame selama ini lolos dari ketentuan perpajakan, padahal nilainya sangat besar. Jual beli transaksi di platform lain di retail online, classifield ads, daily deals rujuk ke Dirjen Surat Edaran Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce. Transaksi e-commerce di media sosial masih belum diatur. Penghasilan pajak, perlakuan pajak PPN dan PPnBM untuk retail online, iklan baris, daily deals, dan media sosial di sesuai dengan peraturan perpajakan. Menteri Keuangan melalui Siaran Pers Nomor 12/KLI/2019, tanggal 29 Maret 2019 mengundurkan diri PMK Nomor 210/PMK.010/2018. Pencabutan PMK Nomor 210/2018 ini karena adanya kebutuhan untuk koordinasi dan sinkronisasi yang komprehensif antar kementerian atau lembaga. Ini dilakukan dengan Harapannya regulasi e-commerce tepat sasaran, adil, efisien, mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital, mengoptimalkan perekrutan publik kepada pemangku kepentingan dan menyebarluaskan implementasi dan implementasi pelaporan pajak e-commerce.

file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/SSRN-id3522835.pdf )

TUGAS 3

TINJAUAN LITERATUR

1.  Ekonomi Digital dan Bisnis Online

Konsep model ekonomi digital menurut Laudon et al. (2012) adalah hasil mendasar dari perubahan dalam ekonomi informasi hampir merupakan revolusi dalam dunia perdagangan, dengan banyak model bisnis yang muncul dan banyak model bisnis lama tidak dapat dipertahankan lagi. Bisnis model untuk menentukan lokasi, waktu, dan pendapatan sebagian didasarkan pada biaya dan informasi distribusi. OECD (2015) menggambarkan ekonomi digital sebagai hasil dari proses transformatif yang dibawa oleh teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang telah membuat teknologi lebih murah, lebih kuat, dan terstandarisasi secara luas, meningkatkan proses bisnis dan memperkuat inovasi di semua sektor-sektor ekonomi. Adanya ekonomi digital dapat membawa manfaat, yaitu informasi dan pengetahuan lebih mudah diakses oleh banyak orang. Jika teknologi dikelola dengan baik, itu dapat mendorong inovasi yang selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. On line bisnis adalah suatu kegiatan atau kegiatan yang dilakukan di media internet untuk menghasilkan uang. Seperti bisnis aktivitas di kehidupan nyata, bisnis online yang dijalankan melalui internet juga memiliki tujuan yang sama yaitu membuat laba. Pasar di dunia digital sangat fleksibel dan efisien karena beroperasi dengan sedikit pencarian dan biaya transaksi, biaya menu yang lebih rendah (biaya menu, biaya penjual karena perubahan harga), harga diskriminasi, dan kemampuan untuk mengubah harga secara dinamis sesuai dengan kondisi pasar. Di dalam penentuan harga dinamis (dynamicpricing), harga suatu barang tergantung pada permintaan karakteristik konsumen atau situasi penawaran penjual. Pasar digital dapat mengurangi atau meningkatkan biaya penggantian, tergantung pada sifat produk atau layanan yang dijual, dan dapat menyebabkan keterlambatan kepuasan. Tidak seperti pasar fisik, Anda tidak dapat langsung mengkonsumsi barang, seperti seperti membeli pakaian melalui Web (Laudon et al., 2012). Ekonomi digital sebagai bisnis online juga memiliki banyak tantangan, termasuk beberapa negara dimana orang tidak dapat menggunakan atau memanfaatkan teknologi informasi, ada masalah privasi dan keamanan siber. Menurut Sandhausen (2008) bentuk-bentuk interaksi dalam dunia bisnis, yaitu:

B2B (Business to Business)

adalah transaksi bisnis antara pelaku bisnis dengan pihak lain orang bisnis. Bisa berupa kesepakatan khusus yang mendukung kelancaran bisnis.

B2C (Business to Consumer)

adalah kegiatan yang dilakukan oleh produsen kepada konsumen secara langsung tanpa melalui perantara.

C2C (Consumer to Consumer)

adalah kegiatan usaha (penjualan) yang dilakukan oleh perorangan (konsumen) kepada individu lain (konsumen).

C2B (Consumer to Business)

adalah model bisnis di mana konsumen (individu) berkreasi dan membentuk nilai proses bisnis.

B2G (Business to Government)

merupakan turunan dari B2B, bedanya proses ini terjadi antara pelaku bisnis dan instansi pemerintah.

G2C (Government to Consumer)

adalah hubungan atau interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Konsumen dalam hal ini masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintah sehingga dapat memperoleh kemudahan dalam pelayanan sehari-hari.

Perkembangan ekonomi digital yang membentuk bisnis online adalah pengaruh informasi dan teknologi komunikasi (TIK). Banyak industri yang mengadopsi TIK untuk meningkatkan produktivitas, memperluas pasar, dan mengurangi biaya operasi dalam bisnis mereka. Ekonomi digital memiliki karakter mengandalkan pada aset tidak berwujud, penggunaan besar-besaran data pribadi dan yurisdiksi. Beberapa fokus pada perpajakan ekonomi digital merupakan perluasan dari definisi Bentuk Usaha Tetap (BUT), atribusi nilai produk digital dalam menentukan alokasi keuntungan dari masing-masing fungsi antara dua tempat negara tempat transaksi lintas batas barang atau jasa digital, dan karakterisasi pendapatan dari transaksi ini. Dua model bisnis populer di dunia digital spektrum ekonomi adalah E-commerce dan internet/iklan online. E-commerce dapat diartikan sebagai penggunaan internet yang memfasilitasi transaksi yang melibatkan produksi, distribusi, penjualan, dan pengiriman barang dan jasa di pasar terbuka.

2. Perdagangan Elektronik (E-Commerce)

Electronic Commerce atau yang dikenal dengan E-Commerce merupakan bagian dari E-lifestyle yang memungkinkan terjadinya jual beli transaksi dilakukan secara online dari sudut manapun. Pengertian transaksi E-Commerce menurut OECD (2010) adalah “transaksi komersial yang terjadi melalui jaringan terbuka, seperti internet. Kedua transaksi bisnis-ke-bisnis dan bisnis-ke-pelanggan disertakan. E Commerce lebih lanjut dijelaskan dalam Surat Edaran Ditjen Pajak SE-62 /PJ/2013 bahwa e-commerce adalah perdagangan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen melalui sistem elektronik. Menurut Suyanto (2003) pengertian e-commerce ditinjau dari empat perspektif, yaitu:

1) Perspektif Komunikasi :

Pengertian e-commerce adalah proses pengiriman barang, layanan, informasi, atau pembayaran melalui jaringan komputer atau peralatan elektronik lainnya.

2) Perspektif Proses Bisnis :

Definisi e-commerce adalah penerapan teknologi menuju otomatisasi transaksi bisnis dan alur kerja.

3) Perspektif Layanan :

E-Commerce merupakan alat yang dapat memenuhi keinginan perusahaan, manajemen, dan konsumen untuk mengurangi biaya layanan (sevice cost) ketika meningkatkan kualitas barang dan meningkatkan kecepatan pelayanan pengiriman.

4) Perspektif Online :

E-Commerce memberikan kemudahan untuk menjual dan membeli produk dan informasi melalui layanan internet dan layanan online lainnya. Menurut (Hidayat, 2009), komponen standar yang harus dimiliki oleh E-commerce antara lain :

Produk :

Banyaknya jenis produk yang dijual melalui internet seperti produk untuk kesehatan, olahraga, kecantikan, dan pakaian.

Tempat untuk menjual produk (a place to sell) :

Tempat untuk menjual berarti internet. Artinya e- commerce harus memiliki hosting dan domain.

Cara menerima pesanan :

Cara pemesanan bisa melalui email, telepon, sms, dan lain-lain.

Metode pembayaran :

Pembayaran dapat dilakukan melalui cek, wesel bank, kartu kredit, pembayaran internet,   transfer, tunai.

5) Cara pengiriman: Pengiriman dapat dilakukan dengan paket (jasa ekspedisi), penjualan.

6) Layanan pelanggan :

Formulir online, email, FAQ, telepon, obrolan, Aplikasi Whats, dll. Menurut Surat Edaran   Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang. Afirmasi Ketentuan Perpajakan Untuk Transaksi E-Commerce dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Pada E-Commerce Transaksi dibagi menjadi empat, yaitu:

Marketplace Online

adalah kegiatan penyediaan tempat kegiatan usaha berupa toko internet sebagai Merchant Marketplace Online untuk menjual barang dan/atau jasa. Ini model transaksi, ada imbalan, berupa biaya sewa atau biaya pendaftaran, untuk layanan penyediaan tempat dan/atau waktu untuk menampilkan iklan barang dan/atau jasa serta membuat penjualan di toko internet melalui internet mall. Selain itu, ada sejumlah uang yang dibayarkan oleh Pedagang Online Marketplace ke penyelenggara Online Marketplace sebagai komisi untuk jasa perantara pembayaran atas penjualan barang dan/atau jasa. Contoh; Tokopedia,Bukalapak, Rakuten, Dunia Virtual.

Iklan Baris

adalah kegiatan penyediaan tempat dan/atau waktu untuk menampilkan iklan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pemasang iklan melalui situs yang disediakan oleh Penyelenggara Iklan Baris. Kemudian pengiklan membayar sejumlah uang sebagai biaya transaksi kepada penyelenggara Iklan Baris. Contoh; OLX, Perdagangan.

Daily Deals

adalah kegiatan bisnis berupa situs Daily Deals sebagai tempat terjadinya Daily Deals Pedagang menjual barang dan/atau jasa kepada pembeli dengan menggunakan voucher sebagai alat pembayaran. Contoh; Groupon, Voucher.

Ritel Online

adalah kegiatan penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukan secara langsung oleh Online Penyelenggara Ritel kepada pembeli di situs Ritel Online. Contoh; Studiostar7, Bhinneka, Gramedia.

3.  Perpajakan di Indonesia untuk E-Commerce

Prinsip dan tujuan transaksi e-commerce sama dengan perdagangan lainnya, tetapi berbeda dalam cara atau alat yang digunakan. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan perlakuan perpajakan antara e-transaksi perdagangan dan transaksi perdagangan lainnya. Peraturan perpajakan e-commerce di Indonesia diperhatikan bahwa tidak ada objek pajak baru dalam transaksi e-commerce dan perlu diwujudkan keseragaman dalam memahami aspek perpajakan e-commerce yang terjadi di Indonesia. Pajak atas E Commerce transaksi bertujuan untuk menerapkan keadilan kepada semua wajib pajak baik konvensional maupun E-Commerce. Karena pada dasarnya kewajiban perpajakan pelaku bisnis konvensional atau E-Commerce tidak berbeda. Lima prinsip perpajakan e-commerce yang menjadi penilaian bagi transaksi E-commerce peraturan menurut OECD (2000) dalam laporan yang disiapkan oleh Komite Urusan Fiskal termasuk :

Netralitas, ketentuan perpajakan harus netral untuk semua bentuk perdagangan, baik elektronik maupun tradisional;

Efisiensi, biaya-biaya seperti biaya kepatuhan bagi wajib pajak dan biaya administrasi bagi Direktorat Jenderal Pajak harus benar-benar diminimalisir;

Kepastian dan kesederhanaan, peraturan perpajakan harus jelas dan mudah dipahami sehingga

wajib pajak mengetahui pajak pada saat transaksi dilakukan;

Efektivitas dan Kewajaran, penghitungan pajak harus benar-benar tepat pada waktu yang tepat;

Fleksibel, sistem perpajakan harus fleksibel dan dinamis untuk memastikan bahwa sistem dapat tetap mengikuti perkembangan teknologi dan perdagangan.

Kondisi yang ditetapkan oleh negara-negara OECD setuju bahwa pemungutan pajak penghasilan atas E-commerce transaksi yang memiliki Bentuk Usaha Tetap menggunakan prinsip sumber, jika tidak memiliki BUT, maka ia menggunakan asas domisili. Pajak yang dapat dikenakan atas transaksi E Commerce adalah Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Karena tidak ada aturan yang secara khusus mengatur tentang perlakuan PPH pada E-Commerce Pengusaha, jadi pada dasarnya disamakan dengan toko konvensional. Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Distribusi Bruto Spesifik yang telah direvisi menjadi PP Nomor 23 Tahun 2018, E-Commerc pengusaha dengan penghasilan/penghasilan bruto tidak melebihi 4,8 Milyar Rupiah dikenakan pajak sama dengan UMKM, yaitu 0,5% dari omzet. Sedangkan pelaku usaha E-Commerce yang omzetnya mencapai Rp 4,8 Miliar per tahun atau lebih dari itu, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

4. Pemungutan / Pemotongan PPN

Apabila sampai dengan satu bulan dalam tahun takwim/tahun kalender omzet penyerahan Barang Kena Pajak atau melebihi Rp 4,8 miliar, pelaku e-commerce wajib melaporkan usahanya untuk menjadi pengusaha kena pajak. Sebagai pengusaha kena pajak, kewajiban pengusaha e-commerce adalah: memungut PPN atas setiap transaksi penyerahan barang atau jasa kena pajak dengan menerbitkan faktur pajak (e-faktur). Tarif pajak e-commerce untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah 10%. Menurut Winardi (2006) menyatakan bahwa sesuai dengan OECD Characterization, jenis-jenis e- transaksi perdagangan yang dilakukan melalui website dan dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, termasuk

(1) Proses pemesanan elektronik untuk barang tidak berwujud;

(2) Pesanan elektronik dan unduhan produk digital;

(3) Pesanan elektronik dan pengunduhan produk digital untuk tujuan komersial eksploitasi hak cipta;

(4) Kegiatan update dan penambahan kelengkapan perangkat lunak;

(5) Pemberian izin secara cuma-cuma untuk menggunakan suatu perangkat lunak dalam jangka waktu tertentu;

(6) Transaksi dimana pembeli mendapatkan hak hanya sekali untuk menggunakan perangkat lunak atau produk digital lainnya;

(7) Hak untuk menempatkan perangkat lunak dan bantuan teknis;

(8) Perjanjian dengan penyedia pemilik hak cipta untuk mengakses perangkat lunak;

(9) Transaksi ASP;

(10) Biaya lisensi untuk ASP;

(11) Memberikan tempat pada server untuk ditempati oleh website;

(12) Pemeliharaan perangkat lunak;

(13) Layanan pemanfaatan ruang untuk penyimpanan database;

(14) Bantuan teknis dilakukan secara online;

(15) Penyampaian informasi kepada pelanggan;

(16) Pengiriman produk berupa informasi beserta penambahan pelanggan analisis data;

(17) Transaksi pembayaran biaya iklan yang muncul;

(18) Konsultasi untuk jasa profesional;

(19) Informasi teknis rahasia;

(20) Informasi yang dikirim ke pelanggan;

(21) Akses ke situs web tertentu;

(22) Penempatan katalog oleh pedagang online

(23) lelang online;

(24) Program rujukan penjualan;

(25) Transaksi pembelian konten;

(26) Streaming berbasis siaran;

(27) Pembayaran yang dilakukan oleh Penyedia Konten kepada operator situs web agar kontennya ditampilkan di situs web; dan

(28) Berlangganan ke situs web yang memungkinkan pengunduhan produk digital. Perpajakan terkait dengan pajak E-commerce di Indonesia. tidak memiliki undang-undang khusus yang mengatur, hanya ada Surat Edaran (SE) yang mengatur tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Untuk Transaksi e-Commerce, yaitu SE/62/PJ/2013. Direktur Jenderal Pajak dalam Surat Edaran Nomor SE/62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Untuk Transaksi E-commerce yang menegaskan adanya: tidak ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi e-commerce dengan transaksi perdagangan dan/atau layanan lainnya. Oleh karena itu peraturan pajak e-commerce mengikuti undang-undang pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai.

file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/SSRN-id3522835.pdf)

TUGAS 4

KESIMPULAN

Munculnya ekonomi digital telah mengubah cara bisnis yang semula konvensional menjadi serba digital (online). Ekonomi digital memiliki peran penting bagi pertumbuhan perekonomian dunia, terbukti dengan besarnya pendapatan yang diperoleh dari E-Commerce transaksi. Hal ini akan berdampak pada perpajakan di Indonesia sebagai sumber penerimaan atau pemasukan negara. Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus mengatur perpajakan terkait dengan transaksi yang akan dikeluarkan untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Pemerintah Indonesia belum memiliki lebih aturan khusus, hanya ada Surat Edaran (SE) yang mengatur tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan untuk e-Transaksi Niaga yaitu SE-62/PJ/2013 Peraturan pajak e-niaga mengikuti pajak penghasilan dan undang-undang pajak pertambahan nilai. Faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Transaksi E-Commerce di Indonesia dapat dilihat dari faktor kesadaran pelaku bisnis online dalam membayar pajak yang masih rendah, lemahnya penegakan hukum terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya, tidak ada kewajiban memiliki NPWP untuk bisnis online, dan tidak ada peraturan yang secara khusus mengatur perpajakan dari bisnis online ini. Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan yaitu dengan mengeluarkan menerapkan peraturan dan secara khusus dapat menjangkau potensi pajak dari E-Commerce, maka meningkatkan pengawasan dari penegak hukum baik bagi pemerintah untuk menghindari penyalahgunaan maupun bagi wajib pajak untuk menyelesaikan kewajibannya.

(file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/SSRN-id3522835.pdf)

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *