in ,

Eksistensi Generasi Milenial dalam Investasi Pasar Modal

EKSISTENSI GENERASI MILENIAL DALAM INVESTASI PASAR MODAL
FOTO: IST

Indonesia di tahun 2025 akan mengalami bonus demografi yang sangat menguntungkan bagi negara. Hal ini menunjukkan bahwa potensi indoensia menjadi negara maju sangat tinggi dibandingan dengan negara yang lain tingkat demografinya menurun disebabkan banyak warganya tidak ingin memiliki keturunan dan hanya berfokus kepada pekerjaan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, Badan Pusat Statistik mencatat generasi milenial mendominasi struktur komposisi penduduk Indonesia sebesar 25,87 persen. Generasi ini terlahir antara tahun 1981-1996, dengan perkiraan usia 24-39 tahun. Pada rentang usia tersebut, generasi milenial sedang berada di puncak usia produktif dan mulai memasuki dunia kerja. Generasi milenial juga cenderung lebih melek teknologi terbaru di semua aspek  kehidupan.

Teknologi dan inovasi menyebabkan pergesaran pola aktivitas ekonomi yang mulai sering dilakukan secara daring mulai dari konsumsi, menabung, termasuk investasi.Sekarang, pilihan investasi tidak terbatas pada investasi barang modal saja seperti emas, tanah dan bangunan, namun mulai menyentuh ranah investasi pasar modal. Melihat investasi yang hanya terfokus kepada barang-barang tambang sehingga dapat menyebabkan risiko yang besar dari pada untungnya karena dengan mengeksploitasi sumber daya alam dapat merusak lingkungan sekitar dan proses rehabilitasinya cukup memakan waktu.

Perubahan ini terlihat juga dari makin banyaknya aplikasi terkait investasi pasar modal yang bermunculan untuk memudahkan investor pemula untuk mengakses pada gawai masing-masing.Proses pembukaan rekening efek juga bisa lebih mudah karena dilakukan secara elektronik. Menurut Soraya (2020) dalam hasil risetnya menunjukkan, bahwa Sarana pembayaran yang paling banyak digunakan dengan transaksi e-wallet ada pada sarana pembayaran kebutuhan rumah tangga seperti pembayaran listrik, PAM, telepon, dan sebagainya, dan pada sarana kebutuhan sekunder seperti pembayaran belanja di marketplace, memesan makanan dan transportasi online, dan sebagainya. Tak heran jika kemudahan-kemudahan ini membuat diversifikasi investasi di pasar modal semakin digandrungi terutama oleh generasi milenial.

Selama lima tahun terakhir, investasi di pasar modal mulai menjadi tren, terutama pada instrumen saham. Pasar saham mulai dilirik oleh investor domestik. Pada tahun 2020 terjadi peningkatan nilai transaksi saham sebesar 58,48 persen dibandingkan tahun 2015. Bahkan pada tahun 2021 Kementerian Invesitasi/BKBM menyampaikan bahwa “Realisasi investasi selama Triwulan II 2021 mengalami peningkatan sebesar 16,2 % dibandingkan periode yang sama tahun 2020 (Rp 191,9 triliun). Oleh karena itu, capaian investasi pada periode Januari – Juni ini menyumbang 49,2 % terhadap target tahun 2021 yang telah disesuaikan menjadi Rp 900 triliun dan dapat menyerap tenaga kerja Indonesia sebanyak 311.922 orang. Apabila dilihat capaian Triwulan II dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, PMA tumbuh sebesar 19,6 % dan PMDN sebesar 12,7 %. Capaian PMA di Triwulan II tumbuh sebesar 4,5% jika dibandingkan dengan capaian Triwulan I Tahun 2021”.

Menurut Kustodian Sentra Efek Indonesia,  data per 19 Oktober 2021 menunjukan bahwa investor pasar modal Indonesia masih didominasi oleh usia di bawah 30 tahun dan 30—40 tahun dengan jumlah 81,02%. Hal tersebut sejalan dengan tingkat pendidikan para investor yang didominasi oleh lulusan SMU dengan jumlah 56,54%. Kepemilikan aset investor muda cenderung meningkat dibandingkan akhir Desember 2020. Hal ini memperlihatkan antusiasme investor dalam berinvestasi yang tidak surut di kala pandemi. Dari sisi pekerjaan, 29,61% investor dengan pekerjaan sebagai pegawai, disusul dengan pelajar sebesar 27,21%.. Namun sekarang, lebih dari tiga per empat pelaku pasar modal didominasi oleh penduduk usia muda walaupun dengan porsi nilai investasi yang tidak terlalu besar.

Stigma pasar modal yang dianggap ekslusif dan hanya bisa diakses oleh miliarder berhasil dipatahkan. Penurunan ekonomi, khususnya terkait pandemi COVID-19 berdampak pada iklim investasi Indonesia. Hal ini terindikasi dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun 2020 sebesar 5,09 persen. Namun, pada masa Pandemi COVID-19 ini investasi di pasar modal malah mengalami peningkatan. Kustodian Sentra Efek Indonesia juga telah  mencatat bahwa jumlah single investor identification (SID) yang mencapai 10,47 juta per 19 Oktober 2021. Jumlah tersebut terdiri dari 6,65 juta SID investor pasar modal dan 4,01 SID peserta tabungan perumahan rakyat (Tapera). Jumlah investor pasar modal Indonesia tumbuh 71,42% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 3,88 juta berdasarkan data akhir tahun 2020 (ytd). Uriep menyampaikan, “Total jumlah investor pasar modal terdiri dari investor saham sebanyak 3,04 juta, investor reksa dana sebanyak 6 juta, dan investor surat berharga negara (SBN) sebanyak 583 ribu. Pertumbuhan paling tinggi dicatatkan oleh investor reksa dana yang meningkat sebesar 89,08% year-to-date

Faktor pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat menyebabkan masyarakat lebih banyak beraktivitas dari rumah. Kegiatan berinvestasi di pasar modal, mulai dari proses pembukaan rekening sekuritas, pembelian saham, penjualan saham sampai pemantauan pergerakan instrumen pasar modal semuanya bisa dilakukan secara daring tanpa beranjak dari rumah. Hal inilah yang justru mendorong peningkatan transaksi di pasar modal. Saham sebagai salah satu produk dari pasar modal merupakan surat berharga yang bisa dibeli oleh masyarakat yang merupakan bukti kepemilikan modal di suatu emiten tertentu. Selain memiliki likuiditas yang dapat disesuaikan, return yang tinggi, dan kemudahan dalam bertransaksi saham juga memiliki mitigasi risiko. Kemudahan dalam melakukan registrasi kepada kaum melinial yang memberikan peningkatan banyaknya para investor dari kalangan anak muda.Sebelum memasuki pasar saham, investor harus mengetahui tujuan pembelian saham apakah untuk trading atau investasi. Pembelian saham dengan tujuan investasi disarankan memilih emiten yang memiliki kapitalisasi yang besar dan finansial yang stabil yang didekati dengan nilai profit margin, return of equity dan earning per share. Sementara untuk tujuan trading, investor harus meluangkan ekstra waktu untuk memantau pergerakan saham setiap saat.

Pembelian saham dengan tujuan trading kurang disarankan untuk investor pemula karena memiliki resiko yang cukup tinggi. Langkah awal untuk berkecimpung di pasar saham tentunya dengan memilih sekuritas yang terpercaya dan terdaftar secara resmi di OJK (Otoritas Jasa Keuangan), serta mempelajari fundamental perusahaan dan fenomena eko¬nomi terkini. Namun, analisis fundamental perusahaan kerap diabaikan oleh investor, terutama investor milenial. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka investasi pasar modal hanya akan menjadi gambling saja dan kemungkinan mengalami cut loss akan tinggi. Selain itu, dengan banyak membaca referensi mengenai produk yang akan dibeli membuat investor terhindar dari FOMO (Fear of Missing Out). Sehingga pembelian saham fenomenal ketika harganya sedang tinggi, namun nilainya terus menurun seiring waktu bisa dihindari. Terutama untuk saham-saham yang baru diluncurkan untuk publik, perlu kehati-hatian untuk menilai harga saham secara objektif agar keputusan membeli saham tidak dilakukan secara impulsif.

Jangan sampai keikutsertaan berinvestasi hanya mengikuti tren terkini, tanpa tahu resiko dari pilihan emiten yang diambil. Hal yang juga tak kalah penting yang sering diabaikan oleh investor adalah untuk terus meningkatkan konsumsi barang/jasa dengan tujuan ikut menyentuh sektor riil. Salah satu keuntungan berinvestasi di pasar modal adalah investor bisa berinvestasi pada barang atau jasa yang dikonsumsi. Banyak barang yang mudah untuk ditemukan di sekitar yang bisa dikonsumsi, mulai dari mie instan, sabun mandi, kue kering,dan lain sebagainya. Seperti berinvestasi kepada perusahaan PT Indofood yang menjadi brand produk lokal indonesia.

Jika daya beli terhadap produk rendah, saham yang semula berupa surat berharga akan menjadi tidak berharga lagi. Instrumen pasar modal baik berupa saham, obligasi, reksa dana atau produk sekuritas lainnya memiliki keuntungan masing-masing. Sama halnya ketika berinvestasi pada barang modal, pemilihan produk modal berupa emas, tanah, atau bangunan tentu disesuaikan dengan kapasitas dan keperluan masing-masing investor. Investor wajib mengetahui secara terperinci tidak hanya keuntungan saja tetapi juga resiko dari pilihan investasi yang diambil. Sehingga apapun pilihan investasi yang diambil baik berupa barang modal ataupun produk finansial dari pasar modal dapat disesuaikan dengan pen-dapatan yang bisa disisihkan (uang dingin) investor, potensi return, manfaat dan resiko dari produk investasi. Maka tujuan investasi yaitu menempatkan sejumlah dana di masa kini untuk memperoleh manfaat di masa yang akan datang bisa dioptimalkan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *