in ,

Yustinus: PPN Jasa Pendidikan Berlaku Pascapandemi

Eks Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (CITA) ini menekankan, sejatinya pemerintah tidak mempunyai intensi pada penerapan pajak pendidikan dalam RUU KUP. Sekali lagi, pemerintah hanya ingin mendorong prinsip keadilan. Jika ada jasa pendidikan yang tidak afirmatif pada misi nirlaba, maka akan dioptimalkan potensinya.

“Sebagai contoh, nanti kita bisa memasukkan kriteria, kalau ada lembaga pendidikan yang mengafirmasi beasiswa untuk pelajar tidak mampu, lalu juga memberikan subsidi silang untuk pendidikan di daerah tertinggal, maka akan didorong dan dikenakan pengecualian pajak. Itulah yang sedang didiskusikan saat ini,” kata Prastowo.

Di kesempatan yang sama, ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menilai, seharusnya pemerintah fokus pada transformasi ekonomi, baru setelahnya bicara tentang pajak. Menurutnya, pemerintah harus memprioritaskan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk berharap menghasilkan penerimaan pajak yang tinggi di masa depan.

Baca Juga  Airlangga: PPN Tetap Naik Jadi 12 Persen di 2025

“Mau yang (sekolah) mewah, mau yang (sekolah) tidak mewah. Tetap no tax for education. Apalagi untuk buku. Jangan karena pemerintah tidak sanggup (menghimpun pajak), maka upayanya diperluas ke private sector. Apalagi eksternalitas pendidikan itu tinggi buat kebangkitan bangsa, literasi, kemajuan teknologi, dan sebagainya. Bayangkan, 52,8 persen masyarakat Indonesia edukasinya masih insecure. Kalau gitu, dia enggak bayar pajak, utamanya PPh (pajak penghasilan),” kata Faisal.

Alumnus Universitas Vanderbilt Amerika Serikat ini justru mengusulkan, untuk menambah pendapatan negara, baiknya pemerintah membidik barang-barang non-esensial, seperti peningkatan tarif rokok. Faisal juga menyarankan agar pemerintah dapat mengurangi fasilitas perpajakan yang beragam dan tidak banyak dimanfaatkan dunia usaha saat ini.

Baca Juga  Hak dan Kewajiban Wajib Pajak saat DJP Lakukan Penilaian

“Jadi kita kembali ke visi Indonesia bangkit, pendidikan nomor satu. Setidaknya swasta sekalipun kalau luar negeri mau masuk ke sini, sudah tidak usah dipajaki dulu. Itu penghematan buat Indonesia, bisa sekolah di dalam negeri tapi standarnya internasional. Termasuk paling penting juga untuk buku, betapa sengsaranya pengarang di Indonesia, tidak ada insentif sedikit pun kepada pengarang yang buat buku, misalnya tentang tax (buku). Pengarang pajaknya luar biasa, berlapis-lapis,” kata Faisal.

Ditulis oleh

Baca Juga  KP2KP Manggar Beri Paket Sembako ke WP yang Lapor SPT 

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *