Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis, pajak dapat melunasi utang negara yang melonjak saat pandemi COVID-19. Seperti diketahui, COVID-19 telah menyebabkan penerimaan pajak menurun hingga minus 19,7 persen pada tahun 2020, yang berdampak pada melebarnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 6,09 persen. Hal itu akhirnya berimplikasi pada bertambahnya utang negara.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang Indonesia hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp 6.074,56 triliun. Di tahun 2020, utang Indonesia bertambah sekitar Rp 1.296,56 triliun. Alhasil, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 41,35 persen.
“Meskipun pada saat ini kita menghadapi pandemi dan penerimaan negara kita merosot, oleh karena itu kita masih harus mengalami defisit dan berhutang, namun kita yakin bisa membayar lagi apabila penerimaan pajak bisa dikumpulkan,” kata Sri Mulyani dalam webinar bertajuk Pajak Bertutur 2021, Rabu (25/8).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, utang dan penerimaan pajak telah diarahkan untuk belanja negara berupa insentif tenaga kesehatan, bantuan sosial (bansos), hingga pemberian insentif pajak. Semua elemen itu masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) periode 2020 dan 2021. Di tahun ini anggaran PEN ditetapkan sebesar Rp 744,77 triliun.
Secara rinci, Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 214,96 triliun untuk pengadaan vaksin; testing, tracing, treatment; insentif tenaga kesehatan; dan biaya perawatan pasien COVID-19. Sementara itu, ketika Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berlaku, pemerintah meningkatkan bansos dengan anggaran Rp 186 triliun. Adapun insentif pajak memiliki pagu Rp 62,83 triliun dan bantuan untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) sebesar 162,40 triliun.
Comments