in ,

Rokok Elektrik Kena PPN 9,9 Persen

“Konsumsi rokok berada di posisi kedua komoditas tertinggi, dari sisi pengeluaran setelah beras. Adapun di perkotaan pengeluaran masyarakat untuk beras 20,3 persen dan rokok 11,9 persen. Sedangkan di desa, 24 persen pengeluaran untuk beras dan diikuti rokok dengan 11,24 persen. Artinya, dibandingkan komoditas lain, terutama bagi masyarakat keluarga miskin, lebih memilih rokok daripada untuk tingkatkan produktivitas, daya tahan, kesehatan untuk sumber protein, seperti ayam telur dan berbagai kebutuhan tempe, roti, dan lain-lain. Rokok jelas sangat jauh lebih tinggi,” ungkap Sri Mulyani.

Ia juga berharap, angka prevalensi merokok anak usia 10 tahun—18 tahun dapat menurun dari level 9 persen di tahun 2021 menjadi 8,7 persen pada tahun 2024. Sri Mulyani menegaskan, pengendalian konsumsi rokok sangat penting karena sebagaimana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024, pemerintah berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Baca Juga  Pemkot Lhokseumawe dan PLN Optimalkan Pajak atas Tenaga Listrik

“Konsumsi rokok meningkatkan risiko stunting dan memperparah dampak COVID-19 bagi mereka yang merokok. Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan keluarga bukan perokok,” ujarnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *