in ,

Rincian Pokok PMK 72/2023 Soal Penyusutan dan Amortisasi Pajak

Rincian Pokok PMK 72/2023
FOTO: IST

Rincian Pokok PMK 72/2023 Soal Penyusutan dan Amortisasi Pajak

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2023 tentang Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud untuk keperluan perpajakan. Regulasi ini merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Selanjutnya, Pajak.com akan menguraikan rincian pokok PMK 72/2023 untuk Anda.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menegaskan, PMK Nomor 72 Tahun 2023 terbit untuk memberikan simplifikasi aturan kepada Wajib Pajak.

“Peraturan tersebut terbit untuk memberikan kepastian hukum sesuai UU HPP dan melakukan simplifikasi peraturan perundang-undangan terkait penyusutan dan amortisasi yang sebelumnya tersebar di beberapa peraturan. Oleh karenanya, penerbitan PMK ini sekaligus mencabut PMK-96/PMK.03/2009, PMK-248/PMK.03/2008, dan PMK-249/PMK03/2008 sebagaimana telah diubah dengan PMK-126/PMK.011/2012,” jelas Dwi dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (2/8).

Beberapa pokok aturan PMK Nomor 72 Tahun 2023 adalah sebagai berikut:

1. Penyusutan, dilakukan atas harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara (3M) penghasilan dengan metode garis lurus ataupun saldo menurun (khusus selain bangunan).

  • Masa manfaat harta berwujud tetap sama dengan pengaturan sebelumnya, yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun. Sementara untuk bangunan, yaitu bangunan permanen selama 20 tahun dan tidak permanen selama 10 tahun. Pengaturan baru terdapat pada masa manfaat harta berupa bangunan permanen.
  • Melalui Pasal 6 PMK baru ini, Wajib Pajak kini dapat memilih melakukan penyusutan bangunan permanen selama 20 tahun atau sesuai masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan. Pada masa transisi ini, mulai tahun pajak 2022, Wajib Pajak dapat menggunakan masa manfaat sesuai pembukuannya dengan menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024. Pemberitahuan tersebut disampaikan untuk bangunan permanen yang dimiliki dan digunakan sebelum tahun pajak 2022.
  • Selain itu, pemerintah juga memberikan kepastian hukum terkait biaya perbaikan. Pasal 7 PMK Nomor 72 Tahun 2023 menegaskan bahwa biaya perbaikan harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud dan dibebankan melalui penyusutan.
  • Kemudian, ada pula pengaturan terkait penggantian asuransi. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dialihkan atau ditarik dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransi dibukukan atau diakui sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan tersebut.
  • Meski begitu, Wajib Pajak dapat menunda pengakuan kerugian tersebut dengan mengajukan permohonan persetujuan kepada dirjen pajak.
Baca Juga  Dokumen yang Wajib Dilampirkan dalam SPT Tahunan Badan

2. Amortisasi, dilakukan atas harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang dimiliki atau digunakan untuk 3M. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu.

  • Masa manfaat untuk amortisasi tetap sama yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun. Pengaturan baru terdapat pada harta tak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun.
  • Pasal 9 Ayat (4) PMK Nomor 72 Tahun 2023 mengatur bahwa apabila harta tak berwujud mempunyai masa manfaat lebih dari 20 tahun, Wajib Pajak sekarang dapat memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun atau masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan. Sama seperti harta berwujud berupa bangunan permanen, untuk tahun pajak 2022 Wajib Pajak dapat memilih menggunakan masa manfaat sesuai pembukuannya dengan menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024.
Baca Juga  57 Wajib Pajak Patuh dan Berkontribusi Besar Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus

Sementara, bidang usaha tertentu dalam PMK Nomor 72 Tahun 2023 meliputi kehutanan, perkebunan, dan peternakan yang dapat berproduksi berkali-kali. Tanaman kehutanan (bidang kehutanan) disusutkan selama 20 tahun, kemudian tanaman keras termasuk tanaman rempah dan penyegar (bidang perkebunan) disusutkan selama 20 tahun.

Sedangkan ternak, termasuk ternak pejantan (bidang peternakan) disusutkan selama 8 tahun untuk ternak yang menghasilkan setelah dipelihara lebih dari 1 tahun dan disusutkan sampai dengan empat tahun untuk ternak yang menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sama dengan satu tahun. Pengelompokan ternak yang menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sama dengan satu tahun merupakan pengaturan baru. Hal tersebut untuk memberikan kemudahan dan kepastian penghitungan penyusutan bagi pelaku usaha ternak.

Baca Juga  Cara Menyampaikan Perubahan Data Perusahaan ke Kantor Pajak

Perbedaan lainnya selain masa manfaat untuk kelompok ternak tersebut, yaitu saat mulainya penyusutan. Untuk harta berwujud di bidang usaha tertentu secara umum disusutkan mulai bulan produksi komersial yang merupakan bulan mulai dilakukannya penjualan kecuali untuk kelompok ternak yang menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sama dengan satu tahun disusutkan mulai tahun dilakukannya pengeluarannya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *