in ,

Begini Penjelasan Amortisasi dalam Perpajakan

Amortisasi dalam Perpajakan
FOTO: IST

Begini Penjelasan Amortisasi dalam Perpajakan

Pajak.comJakarta – Di jalan-jalan utama perumahan kerap kita jumpai seorang sales membagikan brosur sepeda motor varian terbaru. Selain memuat foto, spesifikasi, dan beberapa fitur unggulan, di brosur itu juga tertera ilustrasi kredit dengan tenor dan periode jatuh tempo tertentu yang bisa dipilih jika Anda berminat membeli salah satu motor tersebut.

Prosedur pembayaran kredit atau pelunasan pinjaman tersebut termasuk amortisasi. Artinya, proses pelunasan berlangsung selama jangka waktu dan dilakukan secara bertahap. Contoh lainnya dari amortisasi ini adalah pembayaran tagihan bulanan untuk kredit mobil, pinjaman kartu kredit, pembayaran kredit pemilikan rumah (KPR), dan lain-lain.

Namun, Amortisasi punya makna berbeda untuk tujuan pajak dan akuntansi. Amortisasi dalam konteks ini mengacu pada strategi penghapusan biaya modal yang dikeluarkan bisnis dari suatu aset, agar sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan aset tersebut. Dengan demikian, amortisasi penting dalam dunia perpajakan untuk dapat mengetahui kondisi serta laporan keuangan suatu bisnis.

Ketentuan amortisasi diatur dalam Pasal 11A Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Berdasarkan Pasal 11A UU PPh, amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya, termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jaksus Capai Rp 53,57 T

Lebih lanjut, amortisasi dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat. Penghitungannya diterapkan dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran atau atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Meski sama-sama dianggap sebagai penyusutan sebuah objek, istilah amortisasi berbeda dengan depresi dan deplesi.

Depresi adalah biaya penyusutan aset tetap terhadap manfaatnya seperti kendaraan, sementara deplesi adalah biaya penyusutan pada bidang pertambangan. Sedangkan, amortisasi merupakan prosedur penyusutan pada pengurangan nilai aktiva tidak berwujud setiap periode akuntansi.

Untuk menghitung amortisasi, pemerintah telah menetapkan empat kelompok masa manfaat dan tarif amortisasi. Kelompok 1 dengan masa manfaat 4 tahun tarif amortisasi lewat metode garis lurus adalah 25 persen, sedangkan jika menggunakan metode saldo menurun adalah 50 persen.

Selanjutnya kelompok 2 dengan masa manfaat 8 tahun, tarif amortisasi lewat metode garis lurus ditetapkan 12,5 persen dan 25 persen menggunakan metode saldo menurun. Lalu kelompok 3 dengan masa manfaat 16 tahun, tarif amortisasi lewat metode garis lurus yaitu 6,25 persen dan 12,5 persen jika menggunakan metode saldo menurun.

Baca Juga  Kanwil DJP Sumut I Ingatkan Wajib Pajak Badan Lapor SPT Sebelum 30 April

Sementara untuk kelompok 4 dengan masa manfaat 20 tahun, tarif amortisasi 5 persen dengan metode garis lurus dan 10 persen apabila menggunakan metode saldo menurun. Sebagai informasi, pada amortisasi garis lurus, pembayaran dilakukan dengan tarif yang sama selama masa pinjaman. Ini adalah metode yang paling umum dan melibatkan pendistribusian total biaya aset secara merata selama masa pakainya.

Sementara metode saldo menurun mengasumsikan bahwa aset akan terdepresiasi pada tingkat yang konstan dari waktu ke waktu sehingga jumlah penyusutan setiap tahun meningkat seiring berlalunya waktu. Tarif kelompok amortisasi ini sudah diatur dalam pasal 11A ayat 2 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Disebutkan pula, pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi. Di sisi lain, amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi—bukan menggunakan metode saldo menurun atau garis lurus.

Untuk diingat, pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, muhibah (goodwill), hak pengusahaan hutan, hak di bidang penambangan minyak dan gas bumi dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.

Baca Juga  Klarifikasi Kemenkeu Soal Aturan Barang Bawaan ke Luar Negeri

Selanjutnya, jika terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagai bantuan, sumbangan, zakat, hibah dan/atau warisan yang diakui berdasarkan perundang-undangan perpajakan berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *