Pajak.com, Denpasar – Pemerintah menargetkan penerimaan dari pajak penghasilan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi melalui pengenaan pajak atas natura atau pemberian barang bukan uang atau kenikmatan bagi pegawai, alias fringe benefit. Klausul aturan baru ini termaktub dalam klaster Pajak Penghasilan (PPh) di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengungkapkan, selama ini natura bersifat non-taxable dan non-deductable, artinya tidak menjadi pendapatan bagi Wajib Pajak yang menerimanya, di sisi lain juga bukan merupakan biaya bagi perusahaan yang memberikan.
Hal inilah yang membuat penerimaan dari PPh Orang Pribadi tidak optimal. Pasalnya, meski banyak pemimpin perusahaan yang tidak mendapatkan gaji dari perusahaan, tetapi ia mendapatkan berbagai macam fasilitas perusahaan dari kendaraan dinas hingga rumah. Berbagai fasilitas tersebut tidak dicantumkan sebagai penghasilan di Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan.
“Sebelumnya, kendaraan dinas ini tidak dicatat sebagai pengasilan bagi direksinya, tetapi tidak boleh dibiayakan oleh perusahaan bersangkutan. Kalau sekarang kita lihat kalau kita masih mengatur hal yang sama, tetapi kita kecualikan,” kata Yon dalam acara Media Gathering Ditjen Pajak di KPP Madya Denpasar, Bali, Rabu (3/11).
Ia melanjutkan, di aturan perubahan nanti, akan ada lima natura yang diatur bukan merupakan penghasilan, tetapi boleh dibebankan sebagai biaya. Pertama, penyedia makan atau minum bagi seluruh pegawai. Kedua, natura di daerah tertentu bagi perusahaa-perusahaan yang punya akses terbatas. “Ini khusus daerah yang memiliki potensi ekonomi tetapi tergolong sulit dijangkau menggunakan alat transportasi,” imbuh Yon.
Ketiga, tuntutan pekerjaan, misalnya dengan memakai alat keselamatan. Keempat natura yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes. Terakhir, natura untuk jenis dan batasan tertentu.
Dengan adanya lima pengecualian ini, maka penerimaan PPh atas natura yang didapatkan para pejabat nantinya akan dihitung sebagai penghasilan, dan akan ada biaya yang dikenakan ke perusahaan. Meski demikian, Yon belum dapat menjelaskan secara rinci tata cara pengenaannya, karena masih digodok pemerintah.
“Nanti akan kami atur tata caranya seperti apa. Kalau rumah, misalnya, itu berapa sewa rumah itu, buat saya jadi penghasilan. Di perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya, jadi hitung di SPT nanti,” ujar Yon.
Menurutnya, pengaturan ulang pajak atas natura yang lebih tegas ini menjadi sesuatu hal yang wajar mengingat ke depan akan ada perbedaan selisih antara tarif Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang juga diatur dalam RUU HPP.
Comments