in ,

Pajak Karbon Ditunda Juli 2022

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, berdasarkan UU HPP, pajak karbon ditetapkan sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Mekanisme penerapan pajak karbon dilakukan secara bertahap dan akan dimulai pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Pemerintah menetapkan ambang batas pelepasan emisi yang kemudian disebut cap (batas emisi). Artinya, perusahaan tidak akan dikenakan pajak karbon bila emisi yang dilepaskan masih di bawah atau setara dengan batas emisi ketentuan pemerintah.

“Jika emisi yang dilepaskan melebihi ambang batas, maka pengusaha diberikan dua pilihan, membeli karbon kredit untuk kelebihan karbon yang dilepaskan atau membayarkan pajak karbon sesuai dengan kelebihan emisi. Kalau perusahaan memilih membeli karbon kredit di pasar karbon, tidak perlu membayarkan pajak karbon. Begitu juga sebaliknya, kalau pilih bayar pajak karbon, pengusaha tidak perlu membeli karbon kredit. Nah, kalau karbon kredit yang dibeli masih kurang untuk memenuhi ambang batas yang ditetapkan, perusahaan boleh membayarkan sisa kelebihan karbon dalam bentuk pajak karbon lagi,” jelas Sua.

Baca Juga  Ombudsman RI Panggil DJP Pekan Depan Terkait Kasus Pajak Usaha Sapi Perah di Boyolali 

Ia mengatakan, saat ini pemerintah masih mendesain kebijakan pajak karbon untuk semua jenis usaha yang menghasilkan karbon. Untuk tahap awal, skema itu akan diterapkan kepada pembangkit tenaga listrik.

“Khususnya, batu bara yang dalam aktivitasnya menghasilkan karbondioksida. PLTU ini, kan, sudah jelas pemiliknya, sebagian besar juga punya PLN (PT Perusahaan Listrik Negara). Pemerintah juga sudah melakukan uji coba. Ini (pajak karbon) menunjukkan kita serius dengan green economy dan kita masih desain mekanismenya,” tambah Sua.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *