in ,

Insentif Perpajakan Dorong Pemulihan Ekonomi

Insentif Perpajakan Dorong Pemulihan Ekonomi
FOTO: IST

Insentif Perpajakan Dorong Pemulihan Ekonomi

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) tahun 2021 yang menginventarisasi berbagai insentif perpajakan, baik dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19, percepatan pemulihan ekonomi, maupun insentif perpajakan lain yang disediakan pemerintah untuk mendukung kinerja ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan, peran insentif perpajakan tersebut cukup efektif dalam dorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. Pada tahun 2021 perekonomian Indonesia mampu kembali tumbuh positif dan bahkan sudah mampu berada pada level 1,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Disamping itu, dukungan insentif fiskal baik yang berlaku secara umum maupun yang ditawarkan melalui sektor-sektor strategis mampu berperan sebagai stimulus bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Termasuk kebijakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Ditanggung Pemerintah untuk pembelian kendaraan bermotor dan PPN Ditanggung Pemerintah atas pembelian rumah yang mampu mencapai tujuannya untuk menggerakkan sektor riil.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jakbar Capai Rp 5,6 T per 31 Januari

“Melihat perekonomian tahun 2020 terkontraksi dalam, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar di tahun 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Senin (26/12).

Seiring dengan peningkatan pemanfaatan fasilitas akibat semakin pulihnya perekonomian dan penambahan insentif dalam rangka penanggulangan dampak COVID-19 yang baru berlaku pada tahun 2021, belanja perpajakan tahun 2021 mencapai Rp 299,1 triliun atau sebesar 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai tersebut meningkat 23,8 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020 yang nilainya sebesar Rp 241,6 triliun atau 1,56 persen dari PDB.

Berdasarkan jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar untuk tahun 2021 adalah PPN dan PPnBM, yang mencapai Rp 175,0 triliun atau 58,5 persen dari total estimasi belanja perpajakan. Jumlah ini meningkat 24,2 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020, seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi COVID-19 seperti fasilitas PPN dan Bea Masuk untuk kegiatan penanganan COVID-19 termasuk impor pengadaan vaksin.

Baca Juga  Hal yang Perlu Diperhatikan saat Bayar Pajak Lewat Loket/“Teller”

Selain itu, Febrio menyampaikan bahwa semakin pulihnya perekonomian nasional dapat mendorong peningkatan kegiatan produksi dan konsumsi, sehingga pemanfaatan insentif perpajakan yang mendukung kegiatan tersebut juga semakin tinggi.

Maka, penyusunan Laporan Belanja Perpajakan terus disempurnakan, salah satu bentuknya adalah penyajian estimasi belanja perpajakan untuk satu tahun ke depan. Selain itu, untuk menjaga tata kelola yang baik (good governance), pemerintah secara berkesinambungan melakukan pengawasan dan evaluasi atas suatu fasilitas perpajakan.

“Sebagaimana kita ketahui, insentif perpajakan merupakan salah satu kebijakan fiskal yang melengkapi instrumen APBN, bekerja dari sisi belanja negara sehingga penyusunan Laporan Belanja Perpajakan adalah bagian yang sangat penting dari APBN karena mencatat semua instrumen yang tidak tertera dalam komponen belanja. Laporan ini adalah bentuk akuntabilitas dari penghitungan kebijakan insentif perpajakan dan akan terus disempurnakan,” ujarnya.

Baca Juga  Tak Lapor SPT Masa PPN, Wajib Pajak Terancam Penjara 6 Tahun

Di tahun 2022 dan ke depan, ia menyampaikan bahwa tantangan pembangunan ekonomi nasional mengalami pergeseran dari semula pandemi COVID-19 menjadi gejolak perekonomian global yang diperparah oleh perang di Ukraina dan meningkatnya tensi geopolitik. Kebijakan insentif perpajakan di 2022 dan ke depan tentunya dapat diarahkan untuk menjawab berbagai tantangan baru tersebut.

“Penguatan daya saing perekonomian juga mutlak dilakukan untuk terus memperkuat daya tahan perekonomian nasional dalam menghadapi tekanan eksternal. Selain itu, kebijakan insentif perpajakan juga akan dioptimalkan untuk mendukung akselerasi transformasi perekonomian dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *