in ,

Pahami Pengenaan Pajak untuk Jasa Maklon

Pahami Pengenaan Pajak untuk Jasa Maklon
FOTO: IST

Pahami Pengenaan Pajak untuk Jasa Maklon

Pajak.com, Jakarta – Di dunia bisnis, ada perusahaan yang fokus memfasilitasi produksi produk-produk badan usaha lain. Sektor usaha perusahaan ini disebut sebagai jasa maklon. Misalnya, perusahaan yang menerima produksi pembuatan skin care beragam klinik kecantikan. Lantas, bagaimana aspek pemajakan jasa maklon? Pajak.com akan mengajak Anda pahami pengenaan pajak untuk jasa maklon berdasarkan regulasi yang berlaku.

Apa itu jasa maklon?

Istilah maklon berasal dari bahasa Belanda, yakni maakloon. Kemudian, dalam bahasa Inggris dapat diartikan sebagai manufacturing fee. Kata maakloon ini kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi maklon, yakni kegiatan manufaktur produk yang dilakukan sebuah perusahaan yang dilakukan sesuai permintaan pihak lain. Istilah lainnya adalah maklun. Arti kata maklun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah upah membuat pakaian, perhiasan, dan sebagainya.

Dengan menggunakan jasa maklon, maka badan usaha tidak perlu lagi melakukan aktivitas atau produksi, seperti membangun pabrik, membeli peralatan produksi, dan membayar upah tenaga kerja.

Ketentuan terkait jasa maklon telah diatur dalam beberapa regulasi, yaitu Undang-undang (UU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Pajak Penghasilan (PPh), Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32/PMK.010/2019, dan PMK Nomor 141/PMK.03/2015.

Mengacu pada Pasal 2 Ayat (4) PMK 141/PMK.03/2015, yang dimaksud dengan jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.

Baca Juga  Sri Mulyani: Ini Strategi Hadapi Dampak Kenaikan Suku Bunga Terhadap Penerimaan Pajak

Ada dua ciri-ciri jasa maklon, yakni:

  • Pengguna jasa harus menyediakan spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa. Hal ini karena sifat dari perusahaan yang menawarkan jasa maklon sepenuhnya hanya menyediakan jasa untuk memproduksi;
  • Kepemilikan atas barang jadi yang diproduksi melalui jasa maklon berada pada pengguna jasa. Artinya, pemasaran dan hak penjualan semua dipegang oleh pengguna jasa maklon. Oleh karena itu, perusahaan yang memproduksi tidak dapat menjual, atau mendistribusikanya tanpa izin atau kesepakatan terlebih dahulu.
Bagaimana aspek pemajakan jasa maklon?

Aspek perpajakan dalam jasa maklon sama seperti jasa pada umumnya. Sebab jasa maklon merupakan salah satu jenis jasa kena pajak (JKP). Artinya, atas penyerahannya dikenakan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu, sebagai badan usaha, penyedia jasa maklon juga tidak luput dari kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23.

  • Mengacu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang PP Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), maka tarif PPN yang berlaku adalah 11 persen. Namun, ada perlakuan khusus bagi jasa maklon yang hasil produksinya digunakan untuk keperluan ekspor alias pengguna jasanya berada di luar daerah pabean.
  • Fasilitas PPN yang diberikan oleh pemerintah adalah PPN nol persen. Ekspor jasa maklon yang mendapatkan tarif PPN nol persen harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain:
  • Spesifikasi dan bahan baku atau setengah jadi disediakan oleh penerima barang/pengguna jasa;
  • Bahan baku atau setengah jadi diproses untuk menghasilkan barang kena pajak (BKP);
  • Kepemilikan atas BKP berada pada pengguna jasa. Pengiriman BKP yang dihasilkan oleh pengusaha jasa maklon dilakukan ke luar daerah pabean; dan
  • Layanan jasa maklon ditujukan kepada penerima ekspor atau Wajib Pajak luar negeri.
Baca Juga  57 Wajib Pajak Patuh dan Berkontribusi Besar Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus

Adapun tarif PPN nol persen ini berbeda dengan fasilitas PPN dibebaskan ataupun fasilitas tidak dikenakan PPN. Perbedaan utamanya adalah, dalam fasilitas PPN nol persen penyerahan BKP dan/atau JKP oleh pengusaha kena pajak (PKP) tetap terutang PPN. Artinya, penyerahannya tetap dikenakan PPN, tetapi diberikan fasilitas berbentuk pengenaan tarif nol persen. Dengan demikian, PKP tetap harus membuat faktur pajak. Selain itu, PKP yang melakukan ekspor wajib melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.

Kemudian, jasa maklon yang mendapatkan fasilitas PPN nol persen wajib membuat faktur pajak bernama surat pemberitahuan ekspor JKP. Surat pemberitahuan ini harus disertai lampiran berupa invoice, sebagai satu kesatuan.

  • PPh Pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan jasa maklon dipotong PPh sebesar 2 persen dari jumlah bruto, tidak termasuk PPN. Jumlah bruto yang dimaksud adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya.
  • Contohnya, PT Rahayu Nusantara memiliki kontrak dengan PT Kulit Cantik Bersinar untuk memproduksi skin care berdasarkan bahan dan komposisi yang telah ditentukan oleh PT Kulit Cantik Bersinar. Imbalan yang disepakati atas kontrak tersebut adalah sebesar Rp 200 juta.
  • Maka, atas pembayaran yang dilakukan oleh PT Kulit Cantik Bersinar kepada PT Rahayu Nusantara dipotong PPh Pasal 23 atas jasa maklon sebesar 2 persen dikali Rp 100 juta, yaitu sebesar Rp 4 juta.
Baca Juga  Perlu Kehati-hatian dalam Transaksi “Transfer Pricing” di Industri Logistik

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *