in ,

Mengenal Restitusi Pajak dan Syarat Pengajuannya

Mengenal Restitusi Pajak
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan RI menegaskan komitmennya untuk menarik uang pajak para pengusaha yang pamer kekayaan. Merespons penegasan Kementerian Keuangan itu, para pengusaha menuntut pemerintah juga meningkatkan transparansi pemberian restitusi. Salah satu pengusaha Indonesia terkemuka yang menyerukan transparansi tersebut adalah Jusuf Hamka. Ia meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mempermudah proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Kemudahan proses restitusi dapat diberikan kepada Wajib Pajak patuh untuk memberikan rasa adil bagi Wajib Pajak.

Apa itu restitusi pajak dan apa saja syarat pengajuan restitusi?

Restitusi pajak diartikan sebagai pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Hal ini dilakukan sebagai upaya transparansi perhitungan pajak yang saling menguntungkan antara negara dan warganya. Istilah restitusi pajak atau pengembalian pajak tercantum dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP).

Lebih jelasnya, restitusi pajak adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada negara. Kelebihan pembayaran pajak ini merupakan hak bagi Wajib Pajak. Artinya, negara membayar kembali atau mengembalikan pajak yang telah dibayar.

Baca Juga  Daftar Lengkap Penyesuaian Jenis dan Tarif Pajak di Kota Malang

Hak Wajib Pajak ini timbul apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) atau apabila terdapat kekeliruan pemungutan atau pemotongan yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Restitusi dapat dilakukan setelah mengajukan permohonan kepada DJP. Umumnya, restitusi banyak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), terutama terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Restitusi PPN hanya bisa diajukan jika jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Namun, dengan catatan PKP tidak memiliki utang pajak lainnya.

Dalam pengajuan restitusi PPN, PKP bisa memilih untuk dilakukan proses pengembalian pendahuluan atau proses restitusi biasa. Sebagai catatan, biasanya proses pengembalian pendahuluan lebih cepat hanya dapat dilakukan untuk Wajib Pajak (WP) PKP tertentu. Sesuai Pasal 17D UU KUP dan PMK No. 39/PMK.03/2018, salah satu syarat pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN adalah untuk PKP yang memiliki nilai restitusi atau jumlah lebih bayar PPN paling banyak Rp 1 miliar. Proses pengembalian ini lebih cepat karena hanya dilakukan penelitian, tetapi di masa yang akan datang dimungkinkan dilanjutkan dengan pemeriksaan apabila ditemukan data baru. Setelah petugas pajak melakukan penelitian, sesuai Pasal 11 PMK 39/2018, DJP akan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) dan permohonan pengembalian pendahuluan PPN ini paling lama satu bulan.

Baca Juga  Ketua MPR Ingatkan Wajib Pajak Segera Lapor SPT

Sedangkan untuk proses restitusi biasa, proses pengembalian dilakukan melalui pemeriksaan. Jangka waktu pemeriksaan pun paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima dalam kondisi lengkap.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *