in ,

Ketentuan Pajak Usaha Persewaan Tanah dan Bangunan

Pajak Usaha Persewaan Tanah
FOTO: IST

Ketentuan Pajak Usaha Persewaan Tanah dan Bangunan

Pajak.com, Jakarta – Menyewakan tanah dan/atau bangunan, seperti rumah atau apartemen, merupakan salah satu usaha yang menguntungkan. Namun, jangan lupa, penghasilan yang diperoleh dari usaha persewaan itu akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final. Berapa persen tarif PPh final yang dikenakan? Dan, bagaimana ketentuan pajak atas usaha persewaan tanah dan bangunan? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.  

Meliputi apa saja usaha menyewakan tanah dan/atau bangunan?

1. Jasa sewa gedung untuk area perkantoran.
2. Jasa sewa gedung untuk pertokoan atau tempat usaha, gudang dan industri.
3. Jasa sewa gedung yang ditujukan untuk tempat tinggal, seperti rumah, apartemen, kondominium.
4. Jasa sewa gedung untuk pertemuan atau convention hall, hotel, dan lainnya. 

Berapa tarif pajak usaha penyewaan tanah dan/atau bangunan?

Secara khusus, penghasilan yang bersumber dari persewaan tanah dan/atau bangunan merupakan objek PPh yang bersifat final dengan tarif 10 persen dari bruto nilai persewaan.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, kemudian diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Sementara, pengaturan teknis perpajakan terkait dengan tarif, dasar pengenaan pajak (DPP), kewajiban pihak pemotong, dan aturan teknis lainnya tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 tahun 2017.

Baca Juga  57 Wajib Pajak Patuh dan Berkontribusi Besar Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus
Berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) PP Nomor 34 Tahun 2017, pengenaan PPh final atas kegiatan persewaan tanah dan/atau bangunan memiliki empat kelompok, yaitu:

1. Penghasilan atas pembayaran berkala selama masa perjanjian Bangun Guna Serah (BGS).
2. Penghasilan dalam bentuk bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian BGS berakhir.
3. Penghasilan dalam bentuk bangunan yang diserahkan, atau seharusnya diserahkan pada saat perjanjian BGS berakhir.
4. Penghasilan lain terkait perjanjian BGS, yang termasuk pembayaran terkait dengan bagi hasil penggunaan bangunan dan denda perjanjian terkait BGS.

Sebagai informasi, jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan yang dimaksud ini, meliputi jumlah yang dibayarkan atau diakui sebagai utang oleh penyewa dan biaya lainnya yang berkaitan dengan persewaan. Biaya itu, antara lain, biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, layanan, dan fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan.

Baca Juga  Kanwil DJP Jaktim Kenalkan Proses Bisnis “Core Tax” ke IKPI

Selain itu, penentuan nilai bangunan didasarkan atas nilai tertinggi antara nilai pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Artinya, jika nilai pasar lebih tinggi dari NJOP, maka nilai bangunan yang digunakan adalah nilai pasar. Sebaliknya, bila NJOP lebih tinggi daripada nilai pasar, maka NJOP menjadi acuan nilai bangunan.

Bagaimana contoh perhitungan PPh final persewaan tanah dan/atau bangunan? 


Misalnya, PT APR Tbk memiliki Gedung Lestari yang disewakan untuk perkantoran. Kemudian, PT HRN Tbk sepakat untuk menyewanya.

Sesuai dengan perjanjian sewa, PT HRN berkewajiban membayar biaya sewa senilai Rp 200 juta, serta biaya keamanan dan kebersihan senilai Rp 20 juta setiap tahun kepada PT APR Tbk. Dengan demikian, DPP untuk persewaan gedung kantor ini sebesar Rp 220 juta.

Dengan menggunakan tarif yang ditentukan melalui PP Nomor 34 Tahun 2017, maka PPh final yang dipungut adalah Rp 220 juta dikali 10 persen, yaitu sebesar Rp 22 juta.

Baca Juga  KP2KP Ranai: Setiap Transaksi di Proyek Swakelola Dipungut PPN
Bagaimana cara melaporkan PPh final persewaan tanah dan/atau bangunan yang sudah dibayar?


Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), situs DJP Online, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPh Pasal 4 Ayat (2).

 

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *